Kompas TV nasional aiman

AIMAN: Membaca "Kode Keras" Bakal Capres 2024

Kompas.tv - 9 November 2020, 10:31 WIB
aiman-membaca-kode-keras-bakal-capres-2024
(Sumber:Program AIMAN )
Penulis : Zaki Amrullah

JAKARTA,KOMPAS.TV-  Kenapa disebut "kode keras"? Kenapa pula merujuk pada sosok yang bakal berlaga di arena Pilpres mendatang? Benarkah ada upayanya yang nyata? Aiman membongkarnya...

Tak bermula dari satu pergerakan, tapi nyata dalam masalah persaingan. Lebih dari satu tanda, semuanya merujuk pada pergerakan nyata. Salah? Tidak juga. Pekerjaan ini adalah pekerjaan maraton. Meraih simpati publik dan bersikap populer adalah kunci.

Tapi apakah semua bisa dilakukan dengan lenggang sentosa?

Bisa jadi tidak. Jika menemukan benturan seperti ini, kuncinya adalah memilih ceruk yang dituju. Jangan sampai mereka ditinggalkan, apa pun alasan.

Aiman Menerjemahkan “Kode Keras”

Program AIMAN yang akan tayang pada Senin (9/11/2020) akan menerjemahkan semua ini. Mulai dari satu-persatu yang telah dilakukan dalam waktu dekat, dan sulit untuk tidak dibaca tak ada apa-apa yang melekat.

Baiklah kita mulai dari yang pertama. Soal edaran pengumuman Upah Minimum Provinsi (UMP). Pemerintah Pusat lewat peraturan Menteri Tenaga Kerja dan diumumkan oleh diantaranya oleh Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah dan Menteri Keuangan Sri Mulyani, bahwa Upah Minimum di tahun 2021, tidak ada kenaikan karena masih terdampak pandemi. 

Bahkan Menaker mewanti-wanti agar UMP tidak naik!

"Jalan tengah yang bisa kita ambil adalah dengan tetap sebagaimana upah minimum tahun 2021. Ini adalah jalan tengah kita ambil dari hasil diskusi kita di dewan pengupahan nasional. Semoga para gubernur menjadikan ini sebagai referensi dalam menetapkan upah minimum. Kata Menaker Ida, Rabu (28/10/2020) lalu.

Naikan UMP meski Digugat

Tapi apa yang terjadi, Gubernur dengan penduduk dan industri paling besar di Pulau Jawa, menaikkan UMP. Ketiga Gubernur tersebut adalah, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indarparawansa.

Bahkan atas keputusannya ini, Gubernur Jawa Tengah digugat pengusaha ke Pengadilan.

"Merugikan bagi dunia usaha yang faktanya saat ini masih dalam keadaan terpuruk," kata ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Jawa Tengah, Frans Kongi, dikutip dari Kompas.com (6/11/2020) lalu.

Sebuah jalan cadas bagi para Gubernur. Tapi tetap dijalankan, banyak asosiasi buruh dan pekerja pun menyatakan dukungannya terhadap para Gubernur yang menaikkan upah di masa sulit ini, meski secara selektif.

Baca Juga: Elektabilitas Ganjar Jadi Capres 2024 Tinggi, Sekjen PDIP: Yang Tentukan Ibu Megawati

Teruskan Aspirasi Buruh dengan Surat Resmi

Tanda kedua adalah, soal penolakan Undang-Undang Omnibus Law. Di Jawa Barat misalnya, Gubernur Jawa Barat, tidak hanya menemui langsung para pengunjuk rasa.

Bahkan Ridwan Kamil, meneruskan aspirasi para pengunjuk rasa yang meminta agar Undang - Undang Cipta Kerja bagian dari Undang-Undang sapu jagat, Omnibus Law, di batalkan. Bahkan "terusan aspirasi" ini dituangkan dalam surat resmi Gubernur Jawa Barat.

Demikian pula dengan Gubernur DKI Jakarta dan Jawa Tengah, Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo, di saat Presiden Joko Widodo keluar kota pada saat unjuk rasa, kedua Gubernur ini menemui pengunjuk rasa bahkan Anies menemuinya di malam hari di Bundaran HI, untuk menenangkan pengunjuk rasa. Sebuah simpati yang ditunjukkan para kepala daerah di situasi genting.

Karpet Merah untuk Menhan Prabowo

Meski memiliki ladang berbeda dari para penguasa daerah. Prabowo yang kini menjabat Menteri Pertahanan, selalu diberikan karpet merah. Dari soal anggaran hingga pengembangan alutsista hingga kesejahteraan prajurit.

Pembelian dan kerjasama pengembangan alutsista dilakukan. Perumahan prajurit dibangun bahu membahu dengan Panglima dan Kepala Staf TNI masing-masing matra.

Alhasil dari sejumlah survei, hampir seluruhnya menempatkan Prabowo Subianto pada posisi pertama, Menteri dengan kinerja terbaik.

Memang ketika ditilik dari sejumlah lembaga survei, ketiga nama ini silih berganti selalu menempati tiga besar alias teratas dalam survei. Prabowo, Anies, dan Ganjar.

Tapi ada penghadang di depan. Bagi Anies, yang paling merugikan, bagi Ganjar, bisa jadi merugikan, dan Prabowo paling diuntungkan.

Kenapa?

Hilangnya Panggung 2022 & 2023

Pilkada 2020 adalah Pilkada terakhir sesuai dengan pasal 201 Undang Undang nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada. Disebutkan,

"Pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024."

Artinya, setiap Kepala Daerah yang habis waktu sebelum 2024, tidak bisa dipilih kembali sebelum 2024. Ada 3 Kepala Daerah yang habis waktu sebelum 2024, yakni Anies Baswedan (2022), Ganjar Pranowo dan Ridwan Kamil (2023).

Padahal ketiganya kerap disebut teratas dalam survei. Otomatis ketiganya akan kehilangan panggung pasca tidak menjabat. Secara politik elektoral ini tentu merugikan bagi para tokoh ini.

Prabowo Lebih Diuntungkan

Hanya Prabowo Subianto yang diuntungkan, karena bersamaan dengan berakhirnya jabatan Presiden Jokowi pada 2024. Belakangan muncul usulan 2022 dan 2023 tetap ada Pilkada, dan Pilkada selanjutnya akan digelar pada 2027, bukan 2024. 

Ini dilakukan agar beban warga dalam memilih tidak berat, Presiden - Wapres, DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten Kota, DPD,  dan satu tambahan lagi Kepala Daerah. Enam Kertas suara sekali memilih! 

Pada pemilu lalu, diwarnai banyaknya Petugas Panitia Pemilihan Suara (PPS) yang meninggal karena kelelahan pasca penghitungan.

Baca Juga: Hasil Survei: Prabowo Subianto Jadi Menteri Terbaik Jokowi, Disusul Nadiem Makarim

Kemungkinan Mengubah Aturan Undang-Undang Pilkada?

Nah, dari sini akan muncul spekulasi, apakah Undang-Undang Pilkada ini akan diubah untuk mengakomodasi hal tersebut. Menjadi menarik, karena bisa menguntungkan kandidat yang disebut-sebut kuat dalam peluang menjadi Presiden mendatang seperti Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo.

Tapi mungkin merugikan bagi Prabowo Subianto yang seharusnya bisa melenggang sendirian di 2023 dan 2024 tanpa lawan yang punya panggung lagi sebelumnya.

Kita lihat pergerakan ke depan. Keputusannya, bisa jadi mengarahkan pada siapa yang akan diusung menjadi capres di depan. Tahun depan, besar kemungkinan semua ini akan diputuskan!

Saya Aiman Witjaksono...

Salam!

Baca Juga: Anies Baswedan Naikkan UMP DKI Jakarta Jadi Rp 4,4 Juta pada 2021

 




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x