Kompas TV lifestyle tren

Arti From the River to the Sea Palestine Will be Free, Berikut Sejarahnya

Kompas.tv - 3 November 2023, 09:01 WIB
arti-from-the-river-to-the-sea-palestine-will-be-free-berikut-sejarahnya
Arti slogan From the River to the Sea, Palestine Will be Free yang digunakan oleh para demonstran pro-Palestina untuk memprotes serangan Israel ke Jalur Gaza. (Sumber: Sky News)
Penulis : Dian Nita | Editor : Edy A. Putra

JAKARTA, KOMPAS.TV - Slogan "From the River to the Sea, Palestine Will be Free" sering digunakan warga Palestina dan mereka yang mendukung kemerdekaan Palestina dari penjajahan dan pendudukan Israel.

Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, "From the River to the Sea Palestine Will be Free"  berarti "Dari Sungai hingga ke Laut, Palestina akan Merdeka."

Slogan ini semakin populer dan digunakan orang-orang yang memprotes serangan Israel ke Jalur Gaza, wilayah Palestina yang diduduki Israel sejak 1967 dan diblokade sejak 2007.

Pada dasarnya, sungai yang dimaksud dalam slogan "From the River to the Sea Palestine Will be Free" adalah Sungai Yordania, yang menjadi batas wilayah Palestina di bagian timur. Sedangkan laut yang dimaksud adalah Laut Mediterania di sebelah barat.

Baca Juga: Apa Arti Emoji Semangka yang Digunakan untuk Dukung Palestina di Media Sosial? Ini Sejarahnya

Sejarah From the River to the Sea Palestine Will be Free

Dikutip dari Al Jazeera, setelah didirikan oleh warga Palestina diaspora pada 1964 di bawah kepemimpinan Yasser Arafat, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) menyerukan pembentukan negara tunggal yang membentang dari Sungai Yordania hingga Laut Mediterania yang mencakup wilayah bersejarahnya.

Perdebatan mengenai pembagian wilayah ini sudah ada sebelum terbentuknya negara Israel pada 1948.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengajukan sebuah rencana setahun sebelumnya untuk membagi wilayah tersebut menjadi sebuah negara Yahudi – yang mencakup 62 persen dari wilayah yang berada di bawah mandat Inggris sebelumnya – dan sebuah negara Palestina yang terpisah. Namun, rencana tersebut ditolak oleh para pemimpin Arab pada saat itu.

Kemudian terjadilah peristiwa Nakba, di mana lebih dari 750.000 warga Palestina diusir dari rumah-rumah mereka.

Pimpinan PLO kemudian menerima prospek solusi dua negara, namun kegagalan proses perdamaian Oslo pada 1993 dan upaya Amerika Serikat untuk menengahi kesepakatan akhir di Camp David pada 2000, menyebabkan terjadinya Intifada kedua, pemberontakan massal warga Palestina.

Baca Juga: Pentagon Tolak Gencatan Senjata Perang Israel-Hamas di Gaza walau Biden Setuju Jeda Kemanusiaan

Kontroversi



Sumber : Al Jazeera


BERITA LAINNYA



Close Ads x