Kompas TV kolom catatan jurnalis

Murka Jokowi dan Ancaman Reshuffle Kabinet Indonesia Maju...

Kompas.tv - 29 Juni 2020, 22:56 WIB
murka-jokowi-dan-ancaman-reshuffle-kabinet-indonesia-maju
Presiden Jokowi menekankan agar kabinet harus kerja secara luar biasa saat pembukaan Sidang Kabinet Paripurna, Istana Negara, (18/6/2020). (Sumber: Youtube Sekretariat Presiden)
Penulis : Desy Hartini

Oleh: Mustakim

KOMPAS.TV - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengancam akan membubarkan lembaga dan melakukan reshuffle kabinet.

Ia menilai kinerja para pembantunya di Kabinet Indonesia Maju lamban dan tidak ada progress yang signifikan.

Ancaman itu disampaikan Jokowi di depan para menteri dan pimpinan lembaga yang hadir dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara beberapa hari lalu.

Baca Juga: Jokowi Jengkel, Akankah "Reshuffle" Kabinet Dilakukan?

Dalam video berdurasi sekitar 10 menit 20 detik yang viral, Jokowi tampak emosi. Beberapa kali suara Jokowi meninggi. Jokowi sudah menunjukkan kegusarannya saat baru mulai bicara. Dalam arahannya, Jokowi bolak-balik mengkritik kinerja para pembantunya yang dinilai ‘tak becus’ dalam bekerja.

Jokowi pun mengkritik para pembantunya yang dinilai tak memiliki sense of crisis dan bekerja ala kadarnya. Jokowi mengatakan, tiga bulan ke belakang hingga saat ini adalah masa krisis akibat pandemi. Namun, dia melihat masih ada anggota kabinet yang ‘santai’ dan bekerja seperti tak ada ‘bencana’.

Sidang Kabinet Paripurna ini dilakukan pada Minggu (18/6/2020). Namun, rekamannya baru beredar selang 10 hari sejak rapat dilakukan. Video rekaman rapat tersebut diunggah ke YouTube Sekretariat Presiden.

Banyak pertanyaan dan spekulasi yang muncul terkait rilis video rekaman sidang yang bersifat internal dan tak boleh diliput media ini.

Baca Juga: Ternyata Presiden Jokowi Berulang Kali Ingatkan Menteri, Puncaknya Ancaman Reshuffle

Serapan Anggaran 

Awalnya Jokowi menyinggung soal pertumbuhan ekonomi yang berpotensi minus 6 hingga 7,6 persen. Jokowi juga menyinggung soal serapan anggaran di kementerian yang rendah.

Menurutnya, hal itu berpengaruh pada rendahkan konsumsi dan daya beli masyarakat. Jokowi mencontohkan Kementerian Kesehatan, belanja anggarannya masih sangat kecil dan jauh dari target yang diharapkan.

Jokowi juga mengkritik penyaluran Bantuan Sosial yang dinilai belum maksimal dan stimulus ekonomi yang tak kunjung terealisasi. Menurut Jokowi, di masa pandemi ini stimulus ekonomi menjadi kunci agar usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) tidak mati.

Jokowi memerintahkan agar stimulus ekonomi segera dikucurkan kepada sektor ekonomi, khususnya industri padat karya agar tak menambah gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).

Presiden Jokowi meminta agar para menteri harus berpikiran yang sama bahwa Indonesia sedang diambang krisis bukan berpandangan saat ini normal dan biasa saja.

Ia juga meminta agar kendala yang terjadi terkait lambatnya kinerja kabinet dalam penanggulangan krisis segera diselesaikan, termasuk soal ganjalan peraturan.

Baca Juga: Soal Reshuffle Kabinet, Ini Penjelasan Moeldoko

Ancaman Resesi

Presiden Jokowi layak marah. Pasalnya, kondisi ekonomi nasional terus mengalami kontraksi dan terancam resesi. Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menyatakan, 71 persen masyarakat Indonesia menilai kondisi ekonomi rumah tangga memburuk akibat virus corona.

Sementara sebanyak 76 persen responden menyatakan pendapatan rumah tangga mereka merosot karena adanya pandemi. Data tersebut merupakan hasil survei yang dilakukan SMRC pada 18-20 Juni 2020.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia Kuartal I (Q1) 2020 hanya 2,97 persen. Angka itu jauh dari target kuartal I yang diharapkan mencapai kisaran 4,5-4,6 persen. Hal ini diprediksi karena menurunnnya konsumsi dan daya beli akibat pandemi.

Penerapan work from home (WFH) dan physical distancing juga dituding sebagai salah satu penyebab kecilnya pertumbuhan ekonomi ini. Tak menutup kemungkinan, pertumbuhan ekonomi pada kuartal berikutnya akan lebih buruk lagi.

Sementara Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi, resesi ekonomi global pada tahun ini akan lebih dalam dibandingkan prediksi sebelumnya. IMF meramal, ekonomi global akan terkontraksi hingga 4,9 persen, lebih buruk dibandingkan ramalan April yang minus 3 persen.

Menurut, IMF kondisi ekonomi global bergantung pandemi. Bagi negara-negara yang berjuang untuk mengendalikan tingkat infeksi, penguncian yang lebih lama akan menimbulkan beban tambahan bagi ekonomi. 

Baca Juga: Video Jokowi Marah Dirilis 10 Hari Setelah Sidang Kabinet, Apa Artinya?

Gelombang PHK dan Melonjaknya Angka Pengangguran

Memburuknya kondisi ekonomi akibat pandemi membuat para pengusaha kelimpungan. Sebagian dari mereka tak bisa bertahan dan memilih menghentikan operasional perusahaan atau menutup usahanya.

Kondisi ini tak hanya menimpa perusahaan-perusahaan dan industri besar, tetapi juga dialami UMKM. Hal ini membuat gelombang PHK terus terjadi.

Belasan bahkan puluhan juta orang terpaksa dirumahkan atau terkena PHK. Jumlah tersebut diprediksi akan terus bertambah. Pasalnya, pandemi memukul hampir seluruh sektor ekonomi termasuk UMKM.

Berbeda dengan krisis ekonomi 1998, kali ini UMKM tidak dapat menjadi juru selamat bahkan menjadi salah satu sektor usaha yang paling terdampak pandemi. Sementara, banyak masyarakat yang menggantungkan nasibnya di sektor ini.

Gelombang PHK ini pada akhirnya menambah jumlah pengangguran. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memperkirakan, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada 2020 mencapai 8,1 persen hingga 9,2 persen dan angka pengangguran diperkirakan naik 4 hingga 5,5 juta orang.

Sementara pada 2021, TPT diperkirakan mencapai kisaran 7,7 persen hingga 9,1 persen. Jumlah pengangguran juga diprediksi meningkat antara 10,7 juta sampai 12,7 juta orang. Angka tersebut naik dibandingkan jumlah pengangguran pada Februari tahun ini.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Februari 2020 sebesar 4,99 persen dengan jumlah pengangguran sebanyak 6,88 juta orang. Peningkatan perkiraan jumlah pengangguran ini merupakan dampak ekonomi yang nyaris kolaps akibat pandemi.

Baca Juga: Jokowi Marahi Para Menteri Saat Sidang kabinet Paripurna, Apa Isinya?

Perombakan Kabinet

Selain ancaman resesi ekonomi, pandemi juga masih menghantui. Pasalnya, penularan virus corona masih terjadi. Kondisi ini menyebabkan kasus Covid-19 di Indonesia terus bertambah.

Mengutip Kompas.com, hingga Senin (29/6/2020) pukul 12.00 WIB ada 1.082 kasus baru Covid-19 dalam 24 jam terakhir. Penambahan itu menyebabkan kini ada 55.092 kasus Covid-19 di Indonesia, terhitung sejak kasus pertama diumumkan Presiden Joko Widodo pada 2 Maret 2020.

Selain itu, ada 13.335 orang yang berstatus PDP dan 41.606 orang berstatus ODP. Pasien Covid-19 ini tersebar di 21 provinsi.

Menutup arahannya, Presiden Jokowi meminta agar para pembantunya memiliki semangat yang sama. Jokowi juga meminta agar mereka tak bekerja biasa saja, tetapi harus melakukan langkah-langkah luar biasa.

Jika tidak, Jokowi mengancam akan melakukan langkah keras dan tak biasa mulai dari membubarkan lembaga hingga mengganti para pembantunya.

"Saya membuka yang namanya langkah-langkah entah langkah politik, entah langkah pemerintahan akan saya lakukan untuk 267 juta rakyat kita, untuk negara. Bisa saja membubarkan lembaga. Bisa saja reshuffle," ujar Jokowi.

#Jokowi #Reshuffle #Kabinet



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x