Kompas TV kolom opini

Covid-19 dan Tragedi India

Kompas.tv - 25 April 2021, 12:42 WIB
covid-19-dan-tragedi-india
Sejumlah tenaga kesehatan melakukan tes usap para para penumpang di sebuah terminal bus di New Delhi, India pada Rabu (24/3/2021). (Sumber: AP Photo / Altaf Qadri)

Kedua, ketika kasus mulai menurun, orang mulai lengah. Mereka mengendorkan protokol kesehatan. Di mana-mana, orang tak bermasker. Aturan dilonggarkan. Para pejabat pemerintah dan partai pun, tak peduli protokol kesehatan.

Bahkan dilakukan pemilu di beberapa negara bagian—Assam, Benggala Barat, Kerala, Tamil Nadhu, dan Puducherry. Di mana-mana diadakan kampanye dengan mengerahkan massa. Sekitar 186 juta orang mengikuti pemilu dengan mengabaikan protokol kesehatan.

Ketiga, mobilitas urban. Tsunami gelombang kedua ini sebagian besar terkonsentrasi di kota-kota, terutama kota-kota besar.  Kota-kota ini memiliki mobilitas yang lebih tinggi sehingga memberikan lebih banyak peluang bagi virus untuk menyebar dari satu orang ke orang lain ketika penerapan protokol kesehatan kendor.

Inilah mengapa kota-kota seperti Mumbai, Pune, Nagpur, Bengaluru, dan Delhi terkena dampak paling parah pada gelombang kedua. Namun, mereka juga terkena dampak buruk pada gelombang pertama.

Keempat, evolusi virus corona adalah salah satu alasan utama terjadinya gelombang kedua. Para ilmuwan telah mendeteksi banyak mutasi pada SARS-CoV-2, virus corona yang menyebabkan Covid-19. Beberapa dari mutasi ini telah menghasilkan apa yang mereka sebut sebagai “varian yang menjadi perhatian” atau VOC.

Kelima, peningkatan tes covid adalah alasan lain mengapa India mendeteksi lebih banyak kasus pada gelombang kedua pandemi Covid-19.

Sero-survei telah menunjukkan bahwa India memiliki paparan Covid-19 yang lebih besar daripada yang diungkapkan melalui kasus infeksi virus corona yang dikonfirmasi berdasarkan tes laboratorium. Jumlah penduduk India, per 21 April 2021 berjumlah 1.390.864.355 orang. Banyak di antara mereka yang tidak menjalani tes Covid-19.

Pada saat gelombang kedua menghantam India, ketersediaan pengujian Covid-19 telah meningkat pesat dibandingkan dengan situasi gelombang pertama. Saat gelombang pertama, orang pada umumnya enggan menjalani tes Covid-19, karena takut bahwa ternyata terpapar virus.

India Lengah

Ketika angka kasus baru mulai menurun, setelah gelombang pertama, mereka lengah. Kantor-kantor dibuka kembali, demikian pula pasar-pasar, mal-mal, dan restoran.

Transportasi massal seperti bus dan kereta beroperasi penuh. Di mana-mana ada pesta-pesta perkawinan, festival kesenian, dan bahkan kampanye pemilu secara terbuka dan dihadiri massa.

Pertandingan kriket—olah raga populer di negeri itu—pun digelar. Puluhan ribu orang menonton, mayoritas tanpa masker, dan tanpa jarak aman. Ritual penghapus dosa dengan mandi di sungai Gangga.

Dalam ritual ini penggunaan masker dan menjaga jarak tidak dilakukan dengan baik. Dalam waktu kurang dari sebulan, tragedi datang. India dalam cengkeraman gelombang kedua Codiv-19. Terjadi ledakan kasus.

Kini, India menanggung akibatnya. Hari-hari belakangan ini, postingan di media sosial bukan lagi tentang foto-foto atau meme-meme lucu atau lelucon atau sindiran politik.

Tetapi, “teriakan” minta tolong lewat Twitter dan Instragram akibat gelombang kedua serangan virus Corona (Covid-19). Foto-foto rumah sakit yang kebanjiran pasien, dua pasien yang terpaksa tidur pada satu tempat tidur, dan pembakaran mayat di krematorium dan tempat-tempat terbuka, sangat mudah ditemui.

Kita pun, akan bisa seperti India kalau abai, kalau menganggap remeh protokol kesehatan, kalau menganggap bahwa pandemi  Covid-19 sudah berlalu, kalau tidak ada tindakan tegas terhadap siapa saja yang melanggar larangan mudik, atau mengabaikan protokol kesehatan, termasuk pejabat pemerintah yang memberikan pelonggaran.

Maka, tindakan tegas sangat dibutuhkan agar tidak bernasib seperti India.

Sumber: Triaskun.id

 



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x