Kompas TV kolom catatan jurnalis

Indonesia Bakal Punah?

Kompas.tv - 18 Agustus 2020, 13:07 WIB
indonesia-bakal-punah
Ilustrasi Indonesia bakal punah (Sumber: -)
Penulis : Desy Hartini

Oleh: Aiman Witjaksono

INDONESIA BAKAL PUNAH?

Kalimat ini sempat menjadi perdebatan pada saat Pilpres 2019 tahun lalu.

Adalah dua kali disampaikan Capres Nomor urut 02 kala itu, Prabowo Subianto, dalam dua kesempatan berbeda. Indonesia akan punah. Pertama tahun 2030, dan kemudian jika Indonesia dipimpin oleh sosok yang tidak cakap memimpin.  

Baca Juga: 75 Tahun Merdeka, Ini Ujian Terberat Bagi Indonesia - ROSI

HANGAT KALA PEMILU

Pernyataan yang berulang seolah ada yang ingin ditegaskan bahwa hal ini benar adanya. Penegasan dilakukan dua kali, pertama saat disiarkan melalui GerindraTV dalam sebuah acara internal partai pada pembekalan pilkada di Tahun 2017 dan menjadi pembahasan pada bulan Maret tahun ini.

Kala itu Prabowo Subianto mengatakan:

"Saudara-saudara, kita masih upacara, kita masih menyanyikan lagu kebangsaan, kita masih pakai lambang-lambang negara, gambar-gambar pendiri bangsa masih ada di sini."

"Tetapi di negara lain, mereka sudah bikin kajian-kajian di mana Republik Indonesia sudah dinyatakan tidak ada lagi tahun 2030. Bung, mereka ramalkan kita ini bubar!"

Baca Juga: Dialog - Polemik Prabowo Subianto Sebut Indonesia Bisa Punah (Bagian 1)

Selang setahun, pernyataan ini berulang. Disampaikan Prabowo Subianto saat Konferensi Nasional Partai Gerindra di Sentul Bogor, Jawa Barat, 17 Desember 2018, lalu.

Berikut saya sampaikan versi yang cukup lengkap:

Jadi saudara, sudah dikatakan, kita merasakan getaran rakyat, kita merasakan rakyat ingin perubahan, rakyat ingin perbaikan, rakyat ingin pemerintah yang bersih dan tidak korupsi. Betul? (Betul). Karena itu kita tidak bisa kalah. Kita tidak boleh kalah. Kalau kita kalah, negara ini bisa punah. Karena elite Indonesia selalu mengecewakan, selalu gagal menjalankan amanah dari rakyat Indonesia.

Sudah terlalu lama elite yang berkuasa puluhan tahun, sudah terlalu lama mereka memberi arah keliru. Sistem yang salah. Dan saya katakan, bahwa sistem ini kalau diteruskan akan mengakibatkan Indonesia lemah. Indonesia semakin miskin, dan semakin tidak berdaya bahkan bisa punah.

Baca Juga: Pidato Presiden Jokowi di Sidang MPR: Kesehatan dan Ekonomi harus Selaras

Dari dua pernyataan ini, langsung memunculkan reaksi. Tak kurang, saat itu, Capres dan Cawapres Nomor Urut 01 Joko Widodo dan Ma'ruf Amin dalam dua waktu dan kesempatan yang berbeda. Jokowi menyindir pernyataan bahwa pemimpin pesimis akan masa depan Indonesia dalam acara relawan, sementara Ma'ruf Amin yang mempertanyakan pernyataan Prabowo dengan pertanyaan retorik, "memang Indonesia hewan Purba!"

Saya mencoba mencari jawaban dari pihak Jokowi - Ma'ruf maupun Tim Kampanye Nasional (TKN). Sayangnya tidak ada penjelasan faktual terlebih ilmiah soal pernyataan Capres Prabowo Subianto ini.

Yang ada hanya gaduh soal pernyataan dan jawaban yang disampaikan dengan korelasi yang lemah. Lalu pertanyaannya kini, apakah benar Indonesia bisa dan bakal punah?

Kita akan bahas di hari Kemerdekaan kita yang ke-75 di tengah pandemi Corona.

SURVEI MENUJU NEGARA GAGAL

Sesungguhnya ada indikator yang bisa menilai ini. Sebuah lembaga independen non-profit Fund For Peace (FFP) yang berpusat di Washington DC, Amerika Serikat. Lembaga ini yang secara berkala melakukan survei terhadap Indeks Negara menuju Gagal (Fragile States Index).

Tujuan dari FFP adalah untuk mencegah konflik global dan membantu mempertahankan keamanan global dengan melakukan survei independen dan menampilkan data untuk mencegahnya.

Baca Juga: Indonesia di Jurang Resesi, Jokowi: Kita Ingin Ekonomi Tumbuh, tapi Perlu Kerja Keras

Dalam Indeks, negara rapuh alias menuju gagal ditandai dengan peringkat 1. Sementara negara dengan kategori teraman ditandai dengan peringkat 178. (karena ada 178 negara yang di survei).

Negara dengan kategori negara menuju gagal yang pecah, peringkat terburuk masing - masing adalah Yaman, Somalia, dan Sudan Selatan, serta Suriah. Pada negara - negara ini tengah mengalami konflik perang saudara, terutama akibat faktor luar yang diinisiasi sebagian besar dari warga negaranya sendiri dan ISIS.

Sementara posisi negara paling aman dari ancaman negara gagal, mayoritas berada di wilayah Skandinavia. Finlandia, Norwegia, ditambah Swiss.

Tiga negara dengan fondasi ekonomi yang sangat kuat dan pendidikan nomor satu di dunia, sejalan dengan negara yang memiliki indeks pembangunan manusia tertinggi di dunia.

Lalu di mana posisi Indonesia di tengah Wabah Covid-19?

Sesungguhnya Indonesia memiliki peringkat yang terus menuju ke negara lebih baik. Tahun 2006 posisi Indonesia peringkat 32, 2009 peringkat 61, 2014 naik kembali luar biasa menjadi peringkat 81, 2018 naik menjadi peringkat 91, bahkan di tengah pergolakan pemilu 2019 yang dikatakan luar biasa benturannya, Indeks Indonesia justru naik ke peringkat 93.

Lalu bagaimana kini, di tengah Pandemi wabah Covid-19?

Indonesia justru kembali mencatatkan peningkatan peringkat ke angka peringkat 96 dari 178 negara. Makin menjauh dari kategori negara gagal!

Baca Juga: Erick Thohir: Bangsa-bangsa Lain Kaget Ketika Kita Berhasil Uji Vaksin Covid-19 Perdana

Apakah artinya tidak ada kekhawatiran sesungguhnya akan negara gagal?

Kala itu, memang banyak yang terkejut dengan pernyataan dari Capres nomor urut 02, Prabowo Subianto, terkait ancaman negara Indonesia yang bakal punah. Tapi jika diperhatikan dari tahun ke tahun, Suriah, Somalia dalam 10 hingga 15 tahun terakhir memiliki peringkat yang relatif aman.  Suriah bahkan memiliki peringkat lebih tinggi kurang dari 15 tahun lalu, tapi apa yang terjadi pada kedua negara ini saat ini?

Perang saudara merupakan faktor utama negara menjadi pecah dan menuju negara gagal. Dalam pengukuran Indeks Negara Gagal yang pada intinya didasarkan tiga pengukuran, Ekonomi, Politik, dan Sosial. Faksionalisasi Elite dan Warga menjadi faktor utama, di mana negara menjadi gagal.

INDONESIA AMAN, TAPI...

Dua kali pilpres berlangsung di Indonesia dengan hanya 2 pasang calon, pembelahan akibat perbedaan politik di masyarakat terjadi. Dari hasil peringkat FFP tampak jelas, tahun 2009 ke 2014 poin kenaikannya tajam 20 peringkat. Sementara tahun 2014 ke tahun 2018, kenaikannya hanya 10 peringkat.

Jadi tidak ada pilihan lain, sikap diametral yang dalam antar pemilih tak boleh dipelihara. Residu - residu kebencian yang tersisa harus dibuang dari medan laga politik dan demokrasi Indonesia.

Para elite dari pihak manapun harus menyatukan, kampanye perbedaan politik dari kritik tajam tetap layak dilakukan. Tapi tanggung jawab agar persaudaraan tetap erat terjaga, sungguh merupakan kewajiban.

Dirgahayu Indonesia...

Maju!

Saya Aiman Witjaksono...

Salam!




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x