Kompas TV internasional kompas dunia

Sidang Mahkamah Internasional Hari ke-3: AS Sebut Israel Tidak Wajib Mundur dari Wilayah Palestina

Kompas.tv - 21 Februari 2024, 22:30 WIB
sidang-mahkamah-internasional-hari-ke-3-as-sebut-israel-tidak-wajib-mundur-dari-wilayah-palestina
Gedung Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) di Den Haag, Belanda. Perwakilan Amerika Serikat (AS) di Mahkamah Internasional, Richard Visek, mengatakan Israel secara hukum tidak wajib mundur dari wilayah Palestina yang didudukinya. (Sumber: AP Photo/Peter Dejong, File)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Edy A. Putra

DEN HAAG, KOMPAS.TV - Perwakilan Amerika Serikat (AS) di Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ), Richard Visek, mengatakan Israel secara hukum tidak wajib mundur dari wilayah Palestina yang didudukinya.

Menurutnya, desakan agar Israel menarik diri dari wilayah yang didudukinya harus mempertimbangkan keamanan Israel.

Visek berbicara dalam sidang Mahkamah Internasional yang membahas tentang legalitas pendudukan Israel atas wilayah Palestina yaitu Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur, Rabu (21/2/2024).

AS menjadi salah satu negara yang menolak permintaan Otoritas Palestina dan sejumlah negara lain agar Mahkamah Internasional menyatakan pendudukan militer Israel atas Palestina, ilegal dan memerintahkan Israel untuk segera menghentikannya, termasuk membongkar permukiman-permukiman khusus Yahudi.

Visek yang juga penasihat hukum di Departemen Luar Negeri AS, menjelaskan, "Kerangka yang telah ditetapkan untuk mencapai perdamaian menyeluruh bersandar pada resolusi 242 dan 338 Dewan Keamanan PBB."

"Intinya, resolusi ini dan yang berikutnya menyerukan penerapan dua persyaratan yang saling tergantung dan tak terpisahkan untuk perdamaian yang adil dan abadi."

"Pertama, penarikan semua pasukan dari wilayah yang diduduki, dan kedua, perdamaian serta keamanan bagi negara-negara di Timur Tengah melalui pengakuan kedaulatan, integritas wilayah, dan kemerdekaan politik setiap negara di kawasan itu."

"Dewan Keamanan menetapkan bahwa penarikan pasukan Israel terkait erat dengan pengakhiran belligerency atau konflik bersenjata."

Visek berpendapat pengadilan "seharusnya tidak menyatakan Israel memiliki kewajiban hukum untuk segera dan tanpa syarat menarik diri dari wilayah yang diduduki."

Sebaliknya, menurut dia, pengadilan dapat menangani pertanyaan-pertanyaan yang ada "dalam kerangka yang sudah ada berdasarkan prinsip pertukaran tanah untuk perdamaian."

Israel menduduki Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur, daerah-daerah yang diinginkan oleh Palestina menjadi negara, dalam perang 1967.

Israel menarik diri dari Gaza pada 2005. Tetapi, masih mengendalikan perbatasan darat, laut, dan udara Gaza. Sedangkan satu pintu perbatasan dikendalikan Mesir.

Baca Juga: Hari Kedua Persidangan di Mahkamah Internasional: Dunia Mengecam Pendudukan Israel di Palestina

Richard C. Visek, penasihat hukum sementara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (kedua dari kiri) menunggu giliran berbicara dalam sidang di Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) di Den Haag, Belanda, Rabu, 21 Februari 2024. Sidang tersebut membahas legalitas pendudukan Israel atas Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Gaza yang sudah berlangsung sejak 1967. (Sumber: AP Photo)

Para pemimpin Israel selama ini membantah wilayah tersebut secara resmi dijajah berdasarkan klaim bahwa mereka direbut dari Yordania dan Mesir selama perang tahun 1967, bukan dari Palestina yang berdaulat.

Mesir, Uni Emirat Arab, dan Kuba adalah tiga dari beberapa negara yang mendapat giliran berbicara pada hari ketiga sidang Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda, Rabu.

Penasihat hukum Mesir, Jasmine Moussa, dalam sidang mengatakan serangan terus-menerus Israel di Gaza yang membunuh lebih dari 29.000 warga Palestina dan memaksa 2,3 juta orang mengungsi, jelas melanggar hukum internasional.

"Mengejutkan beberapa negara tidak ingin Mahkamah Internasional memberikan pendapat hukumnya. Apa pesan yang disampaikan tentang penghormatan mereka terhadap keadilan internasional dan supremasi hukum?" tanya Moussa.

Dia mengatakan Timur Tengah "menginginkan perdamaian dan stabilitas" serta "resolusi komprehensif dan berkelanjutan terhadap konflik Palestina-Israel."

Adapun perwakilan Uni Emirat Arab, Lana Nusseibeh, mengatakan potensi terwujudnya perdamaian dan negara Palestina yang merdeka, terancam oleh pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan Israel yang meningkat tajam belakangan ini.

Baca Juga: Afrika Selatan Tuding Israel Terapkan Apartheid di Palestina dalam Sidang Mahkamah Internasional

Richard C. Visek, penasihat hukum sementara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (kanan) tiba di ruang sidang Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) di Den Haag, Belanda, Rabu, 21 Februari 2024. Sidang tersebut membahas legalitas pendudukan Israel atas Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Gaza yang sudah berlangsung sejak 1967.
(Sumber: AP Photo)

Nusseibeh yakin Mahkamah Internasional akan menentukan konsekuensi hukum untuk pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan Israel terhadap hukum internasional dan rakyat Palestina di Gaza dan Tepi Barat.

"Menurut PBB, tahun 2023 adalah tahun paling mematikan bagi warga Palestina di Tepi Barat," katanya.

Dia mengatakan Israel harus menghentikan semua kebijakan dan praktik yang menghambat hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri.

Israel harus memastikan kebebasan akses ke tempat-tempat suci dan menghormati status quo hukum dan sejarah dari daerah-daerah tersebut, tambah Nusseibeh.

Dia menutup pernyataannya dengan mendesak dilakukannya gencatan senjata di Gaza dan mengkritik kegagalan Dewan Keamanan PBB untuk mengadopsi resolusi perdamaian.

Mahkamah Internasional diminta oleh Majelis Umum PBB untuk mengeluarkan pendapat hukum yang tidak mengikat tentang konsekuensi hukum dari pendudukan Israel atas Palestina.

Israel, yang tidak berpartisipasi, menyatakan dalam komentar tertulis bahwa keterlibatan pengadilan bisa merugikan tercapainya penyelesaian negosiasi.

Pada 2022, Washington menentang pengadilan memberikan pendapat dan pada Rabu, berargumen bahwa Mahkamah Internasional tidak dapat memutuskan tentang keabsahan hukum pendudukan Israel atas Palestina.

Baca Juga: Palestina Minta Mahkamah Internasional Nyatakan Israel Lakukan Pendudukan Ilegal dan Apartheid

Sidang di Mahkamah Internasional atau International Court of Justice/ICJ. (Sumber: United Nations)

Lebih dari 50 negara akan menyampaikan argumen hingga 26 Februari 2024. Mesir dan Prancis juga dijadwalkan untuk berbicara pada Rabu.

Pada Senin (19/2/2024), perwakilan Palestina meminta hakim menyatakan pendudukan Israel atas wilayah mereka ilegal dan mengatakan pendapat mereka dapat membantu mencapai solusi dua negara.

Pada Selasa (20/2/2024), sepuluh negara termasuk Afrika Selatan secara tegas mengkritik perilaku Israel di wilayah yang didudukinya, dan mendesak pengadilan menyatakan pendudukan tersebut ilegal.

Gelombang kekerasan yang dilakukan Israel di Gaza menyusul serangan Hamas pada 7 Oktober, telah meningkatkan ketegangan dan merusak upaya menuju perdamaian.

Panel 15 hakim Mahkamah Internasional diminta untuk meninjau "pendudukan, pemukiman, dan aneksasi Israel, termasuk tindakan yang bertujuan mengubah komposisi demografis, karakter, dan status Kota Suci Yerusalem, dan dari adopsi undang-undang dan tindakan diskriminatif terkait."

Mereka juga diminta untuk mempertimbangkan status hukum pendudukan Israel atas Palestina dan konsekuensinya bagi negara-negara lain.

Diperkirakan para hakim akan membutuhkan sekitar enam bulan untuk mengeluarkan pendapat mereka.

Israel mengabaikan pendapat Pengadilan Dunia pada 2004 yang menyatakan Tembok Pemisah Israel di Tepi Barat melanggar hukum internasional dan harus dirobohkan. Sebaliknya, Israel malah memperpanjang tembok tersebut.

Sidang saat ini dapat meningkatkan tekanan politik terkait perang Israel di Gaza, yang telah menewaskan sekitar 29.000 warga Palestina.


 



Sumber : Arab News/Times of Israel


BERITA LAINNYA



Close Ads x