Kompas TV internasional kompas dunia

Blunder Israel Menyamakan Hamas dengan Teroris ISIS, padahal Perbedaannya Sangat Tajam

Kompas.tv - 30 November 2023, 07:41 WIB
blunder-israel-menyamakan-hamas-dengan-teroris-isis-padahal-perbedaannya-sangat-tajam
PM Israel Benjamin Netanyahu. (Sumber: Politico)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Desy Afrianti

YERUSALEM, KOMPAS.TV - Selama perang terbaru di Gaza, klaim ini telah menjadi mantra Israel: Hamas adalah ISIS yang kemudian menjadi blunder atau kesalahan Israel sendiri. Sejak serangan Hamas pada 7 Oktober, pemimpin dan komandan Israel telah menyamakan kelompok militan Palestina ini dengan kelompok ISIS dalam hampir setiap pidato dan pernyataan publik.

Mereka menunjuk pada pembantaian ratusan warga sipil oleh Hamas dan membandingkan misi mereka untuk mengalahkan Hamas dengan kampanye mengalahkan ISIS di Irak dan Suriah.

"Hamas adalah ISIS," deklarasi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu hanya sesaat setelah serangan. "Dan sama seperti kekuatan peradaban yang bersatu untuk mengalahkan ISIS, kekuatan peradaban harus mendukung Israel mengalahkan Hamas."

Namun, dalam banyak hal, perbandingan ini meleset karena mengabaikan asal-usul dan dukungan Hamas di dalam masyarakat Palestina serta menganggap gerakan yang sangat tertanam ini bisa dipadamkan seperti api semak.

Kesalahan perhitungan ini mungkin sudah membawa ekspektasi yang tidak realistis di Israel untuk meraih kemenangan.

Mereka juga membuat upaya perdamaian oleh AS dan mediator internasional lainnya menjadi lebih rumit untuk mengakhiri perang ini, yang telah menghancurkan Gaza, mengungsi lebih dari tiga perempat populasi, dan menewaskan lebih dari 15.000 warga sipil Palestina.

Berikut adalah tinjauan lebih mendalam tentang kampanye melawan kelompok militan yang sangat berbeda ini dan apa artinya untuk invasi darat Israel dan masa depan Gaza.

Baca Juga: PBB Desak Proses Solusi Dua Negara Palestina dan Israel, Yerusalem Jadi Ibu Kota Bersama


Apakah Hamas Sama dan Sebangun dengan ISIS?

Gambar-gambar kekerasan pada 7 Oktober mengingatkan pada adegan kekejaman yang dilancarkan oleh kelompok ISIS di Irak dan Suriah hampir satu dekade yang lalu.

Dalam serangan tak terduga, pejuang Hamas menyerbu komunitas Israel, membunuh seluruh keluarga saat mereka bersembunyi di rumah mereka, membakar orang hidup-hidup, dan menyandera sekitar 240 orang, termasuk orang tua dan anak-anak kecil.

Otoritas Israel mengklaim setidaknya 1.200 orang tewas, beberapa di antaranya dikatakan mengalami mutilasi begitu parah sehingga mereka belum diidentifikasi.

Dalam wawancara pada akhir Oktober dengan stasiun TV Lebanon, Ghazi Hamad, pejabat senior Hamas, mengatakan serangan pada 7 Oktober hanya "pertama kali" dan berjanji akan melakukan serangan serupa di masa depan untuk menghancurkan Israel.

"Kita harus menghukum Israel dan kita akan melakukannya lagi dan lagi," kata dia kepada saluran Lebanon, LBC.

Sementara kelompok ISIS juga melakukan pembunuhan mengerikan, termasuk pemenggalan kepala dan membakar tahanan hidup, di situlah banyak kesamaannya berakhir.

Kombatan ISIS sebagian besar berasal dari Irak dan Suriah, tetapi kelompok ini juga berhasil menarik ribuan rekrutan untuk gerakan jihad globalnya dari seluruh dunia, termasuk Eropa, Asia, Timur Tengah, Afrika Utara, dan Uni Soviet bekas. Para asing ini sering tidak dapat berbicara dalam bahasa lokal, dianggap sebagai orang asing, dan tidak disukai oleh komunitas setempat.

Kelompok ini juga bertanggung jawab atas serangkaian serangan mematikan di seluruh Eropa, termasuk di Paris dan Brussels.

Baca Juga: Blinken ke Timur Tengah, Ingin Perpanjang Gencatan Senjata dan Pastikan Proses Kemerdekaan Palestina

Dalam pidato di Debat Majelis Umum PBB, hari Selasa waktu New York, (28/11/2023) Menlu Indonesia, Retno Marsudi, sambil terlihat geram menyoroti situasi kritis di Palestina, menantang Israel, menekankan pentingnya hukum internasional dan merinci rencana empat poin Indonesia untuk menanggapi krisis tersebut. (Sumber: Twitter/Menlu_RI)

Sebaliknya, Hamas adalah gerakan eksklusif Palestina. Anggotanya adalah orang Palestina dan ideologinya, meskipun keras, difokuskan pada pembebasan tanah yang dianggapnya diduduki oleh Israel dan bercita-cita menghancurkannya.

Meskipun dianggap sebagai kelompok teroris hanya oleh Israel dan sedikit sekutu Baratnya, serangan mematikan Hamas difokuskan pada target Israel.

Hamas merebut kendali Gaza dari Otoritas Palestina yang diakui secara internasional pada tahun 2007, setahun setelah mengalahkan penguasa Fatah dalam pemilihan legislatif.

Selama 16 tahun pemerintahannya, Hamas membangun sistem pemerintahan yang melibatkan tidak hanya sayap militernya tetapi juga puluhan ribu guru, pegawai negeri, dan polisi. Kelompok ini juga punya dukungan signifikan di Tepi Barat dan kepemimpinan yang diasingkan tersebar di seluruh dunia Arab.

Koalisi yang dipimpin AS berhasil mengalahkan ISIS di Irak tahun 2017 dan di Suriah dua tahun kemudian, meskipun kelompok ini masih memiliki ribuan kombatan dalam sel-sel tidur di kedua negara itu.

Menghapus Hamas bisa menjadi tugas yang jauh lebih sulit. Israel telah mundur dari janji awalnya untuk menghapus Hamas dari muka bumi.

Tetapi dengan akar yang dalam, bahkan tujuan saat ini untuk menghancurkan kemampuan militer dan pemerintahan Hamas di Gaza mungkin masih terlalu ambisius.

Michael Milshtein, seorang ahli urusan Palestina di Universitas Tel Aviv dan mantan kepala desk Palestina di intelijen militer Israel, mengatakan perbandingan antara Hamas dan ISIS bisa klop namun dalam konteks terbatas, tetapi selain itu adalah menyesatkan.

"Saya pikir slogan ini benar ketika Anda mencoba untuk mengekspresikan dan mencerminkan kekejaman Hamas," katanya. "Tentu saja kita berbicara tentang entitas yang berbeda."

Baca Juga: Israel Buka Peluang Perpanjang Kesepakatan Gencatan Senjata, Tapi Gempuran Tidak Akan Berhenti

Menlu Amerika Serikat, Antony Blinken, hari Rabu (29/11/2023) menyatakan pemerintahan Biden di AS ingin ada perpanjangan gencatan senjata dalam perang Israel dengan Hamas, menganggap penting membicarakan gagasan tata kelola masa depan Gaza, menekankan pentingnya merencanakan masa depan Gaza pasca-konflik serta melanjutkan negosiasi untuk menciptakan negara Palestina berdaulat. (Sumber: AP Photo)

Bagaimana Masa Depan Hamas?

Hamas didirikan selama pemberontakan Palestina pertama melawan pendudukan Israel pada akhir tahun 1980-an dan telah bertahan dari pembunuhan berulang pemimpin teratasnya dan empat perang sebelumnya dengan Israel sejak tahun 2008.

Meskipun Israel mengklaim telah memberikan kerusakan berat pada kelompok ini selama perang terbaru, sebagian besar kekuatan tempurnya dan jaringan terowongannya tampaknya tetap utuh. Pemimpin yang diasingkan tetap menjaga hubungan kerja dengan negara-negara kunci seperti Mesir dan Qatar.

Nathan Brown, seorang ahli Hamas, mengatakan ia tidak melihat "cara apa pun" di mana Hamas dapat dihapus. "Dengan terus berbicara seperti ini, kepemimpinan Israel tidak hanya menetapkan harapan, tetapi benar-benar saya pikir membuat diri mereka terjebak," katanya.

Israel menetapkan tuntutan keamanan untuk Gaza pasca-perang, tetapi tidak menawarkan rencana soal siapa yang akan mengelola wilayah itu.

Brown, seorang profesor ilmu politik di Universitas George Washington, mengatakan setelah perang nanti, Hamas mungkin terpaksa untuk menciptakan dirinya kembali, mungkin dengan mengendalikan komite penduduk setempat atau kembali menjadi kelompok militan bawah tanah.

Tetapi dia mengatakan Hamas akan tetap hadir, sambil tetap aktif di Tepi Barat dan terus menjadi pemain regional. "Hamas akan tetap ada," katanya.

Baca Juga: Menhan Israel Yoav Gallant: Kami Akan Gempur Seluruh Gaza usai Gencatan Senjata

Menhan Israel, Yoav Gallant, hari Senin, (27/11/2023) menyatakan pasukannya bersiap menggempur total seluruh Gaza setelah berakhirnya jeda kemanusiaan, bukan hanya di Gaza Utara. Dengan kekuatan yang lebih besar, Gallant menegaskan pasukan Israel akan menggempur seluruh wilayah Gaza. (Sumber: Times of Israel)

Blunder Israel Jadi Beban Diplomasi AS?

Tujuan ambisius Israel terhadap Hamas justru mempersulit tugas Amerika Serikat saat bekerja dengan mediator Qatar dan Mesir untuk mengakhiri perang ini.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken diharapkan akan berada di wilayah tersebut akhir pekan ini untuk membahas, antara lain, prinsip-prinsip soal Gaza pasca-perang.

Untuk saat ini, Israel tetap berkomitmen pada tujuannya. Netanyahu berjanji untuk menyerang Hamas dengan "kekuatan penuh" begitu gencatan senjata berakhir.

Ini akan berarti perluasan serangan darat Israel ke selatan Gaza, di mana sebagian besar populasi wilayah tersebut sekarang berkumpul, menyiapkan panggung untuk operasi yang rumit dan berdarah.

AS, yang awalnya mendukung perang Israel di Gaza, sekarang mendesak Israel untuk menghindari korban sipil besar-besaran atau pengungsi massal jika pertempuran berlanjut.

Tetapi dengan dukungan luas perang di kalangan publik Israel, Blinken menghadapi tugas yang sulit.

Meskipun upaya diplomatik difokuskan pada perpanjangan gencatan senjata, rumus apa pun untuk mengakhiri perang harus memungkinkan Israel untuk menyatakan kemenangan, meskipun Hamas tetap utuh.

Milshtein mengatakan menjatuhkan pemerintahan Hamas dan menghancurkan kekuatan tempurnya tetap merupakan tujuan yang dapat dicapai. Tetapi dia meyakini ada kesadaran yang semakin meningkat di kalangan pengambil keputusan Israel bahwa "kita tidak benar-benar dapat membuat organisasi ini lenyap."



Sumber : Associated Press


BERITA LAINNYA



Close Ads x