Kompas TV internasional kompas dunia

Jumlah Pasukan Rusia di Belarusia Terbesar Selama 30 Tahun Terakhir, NATO Ungkap Keprihatinan

Kompas.tv - 4 Februari 2022, 01:05 WIB
jumlah-pasukan-rusia-di-belarusia-terbesar-selama-30-tahun-terakhir-nato-ungkap-keprihatinan
Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg berbicara pada konferensi media di markas NATO di Brussels, 2021. Stoltenberg pada hari Kamis, (3/2/2022) menyatakan keprihatinan mobilisasi militer Rusia di sekitar Ukraina, di mana Rusia sekarang mengerahkan lebih banyak pasukan dan peralatan militer ke Belarus dalam 30 tahun terakhir, seperti dilansir Associated Press, Kamis, (3/2/2022) (Sumber: AP Photo/Virginia Mayo)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Hariyanto Kurniawan

BRUSSELS, KOMPAS.TV - Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg menyatakan keprihatinan bahwa Rusia melanjutkan mobilisasi militernya di sekitar Ukraina. Saat ini Rusia mengerahkan lebih banyak pasukan dan peralatan militer ke Belarus dalam 30 tahun terakhir.

“Selama beberapa hari terakhir, kami melihat pergerakan signifikan pasukan militer Rusia ke Belarusia. Ini adalah penempatan Rusia terbesar di sana sejak Perang Dingin,” kata Stoltenberg kepada wartawan di markas NATO di Brussels, seperti dilansir Associated Press, Kamis (3/2/2022).

Dia mengatakan jumlah pasukan Rusia di Belarusia kemungkinan akan meningkat menjadi 30.000 personel dengan dukungan pasukan khusus, jet tempur canggih, rudal balistik jarak pendek Iskander dan sistem pertahanan rudal darat-ke-udara S-400.

“Jadi kita berbicara tentang berbagai kemampuan militer modern. Semua ini akan digabungkan dengan latihan kekuatan nuklir tahunan Rusia, yang diperkirakan akan berlangsung bulan ini,” kata Stoltenberg.

Stoltenberg memperbaharui seruannya kepada Rusia untuk "mengurangi eskalasi," dan mengulangi peringatan dari Barat, "Setiap agresi Rusia lebih lanjut akan memiliki konsekuensi yang parah dan membawa harga yang mahal."

NATO tidak berniat mengerahkan pasukan ke Ukraina jika Rusia menyerang, tetapi NATO mulai memperkuat pertahanan negara-negara anggota terdekat, terutama Estonia, Latvia, Lituania, dan Polandia.

Aliansi NATO yang beranggotakan 30 negara itu juga berencana memperkuat pertahanan di wilayah Laut Hitam dekat Bulgaria dan Rumania.

Stoltenberg menerima keputusan Presiden Joe Biden pada hari Rabu untuk mengirim 2.000 tentara yang berbasis di Amerika Serikat ke Polandia dan Jerman dan untuk memindahkan 1.000 lagi dari Jerman ke Rumania, menunjukkan kepada sekutu dan lawan, akan komitmen Washington terhadap sayap timur NATO.

“Kami berkomitmen untuk menemukan solusi politik untuk krisis, tetapi kami harus bersiap untuk yang terburuk,” kata Stoltenberg, dan dia menghargai tawaran pasukan dan peralatan baru-baru ini dari beberapa sekutu. Rusia keberatan dengan langkah pasukan dan menggambarkannya sebagai "destruktif."

Erdogan, sekutu NATO terkemuka di wilayah Laut Hitam, memosisikan dirinya sebagai mediator.

Berbicara sebelum berangkat ke Kyiv, dia menegaskan kembali dukungan Turki untuk integritas teritorial Ukraina dan mengatakan Ankara siap melakukan apa yang bisa dilakukan untuk mengurangi ketegangan.

“Kami mengikuti dengan cermat tantangan yang dihadapi Ukraina serta ketegangan di kawasan itu,” katanya. “Sebagai negara Laut Hitam, kami mengundang semua pihak untuk menahan diri dan berdialog untuk membawa perdamaian ke kawasan ini.”

Baca Juga: NATO Sebut Lebih dari 100.000 Tentara Rusia ada di Perbatasan Ukraina

Latihan bersama tentara Rusia dan Belarusia di lapangan tembak Bretsky, Belarusia, Rabu (2/2/2022). AS dan NATO meminta Rusia menarik pasukan dari Krimea, Transnitria, Ossetia Selatan, dan Abkhazia untuk melanjutkan negosiasi tentang kontrol senjata di Eropa Timur. (Sumber: Biro Pers Kementerian Pertahanan Rusia via Associated Press)

Di Helsinki, para pemimpin Finlandia mengadakan pembicaraan dengan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen tentang surat yang dikirim Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov ke beberapa negara tentang “keamanan yang tidak dapat dibagi” di Eropa.

Sementara itu, diplomasi tingkat tinggi terjadi di Kyiv di tengah ketidakpastian mendalam atas niat Rusia menggelar sedemikian banyak pasukan, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengadakan pertemuan selama tiga jam dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di ibu kota Ukraina.

Presiden Prancis Emmanuel Macron juga akan mengadakan pembicaraan telepon dengan Zelenskyy dan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Rusia menggelar lebih dari 100.000 tentara di perbatasan utara dan timur Ukraina, meningkatkan kekhawatiran, Moskow akan menyerang seperti tahun 2014 dan mengacaukan ekonomi Ukraina. Pejabat Rusia menyangkal negaranya merencanakan invasi.

Baca Juga: Latihan Militer Besar, Rusia Kirim Dua Batalyon Rudal S-400 ke Belarusia dan Satu Skadron Su-35

Rudal S-400 Rusia di Sverdlovsk yang disiagakan. (Sumber: Russian Defense Ministry Press Service via AP)

Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu kini berada di Minsk untuk memeriksa persiapan latihan perang besar Rusia-Belarus yang dijadwalkan 10 Februari hingga 20 Februari.

Shoigu bertemu dengan Presiden Belarusia Alexander Lukashenko. Berbicara tentang latihan tersebut, Lukashenko mengatakan tujuannya adalah “untuk memperkuat perbatasan dengan Ukraina.”

Pada saat yang sama, Kementerian Pertahanan Belarusia menuduh Ukraina melanggar wilayah udara negara itu dengan drone bulan lalu.

Belarusia memanggil atase pertahanan Ukraina dan menyerahkan nota protes atas seringnya pelanggaran perbatasan negara dengan Belarus.

Kyiv menolak tuduhan itu dan menuduh Belarusia bekerja sama dengan Rusia untuk mencoba membuat Ukraina lebih resah.

"Kami meminta Minsk untuk menahan diri dari bermain-main dengan kegiatan destabilisasi Rusia," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Ukraina Oleg Nikolenko di Twitter.

Menteri Pertahanan Ukraina kembali berusaha membuat situasi tenang, dengan mengatakan kemungkinan invasi Rusia "rendah," dan dia menyambut baik perubahan diksi pejabat Amerika Serikat, yang kini berhenti menggunakan istilah "segera" ketika menggambarkan risiko serangan Rusia.

Oleksii Reznikov mengatakan ancaman invasi itu memungkinkan, begitu pula dengan risikonya. Ancaman invasi itu, menurut Reznikov sudah ada sejak 2014, sejak Rusia menjadi agresor.

Namun Reznikov mengatakan, tidak ada alasan untuk panik, takut, lari atau berkemas untuk pergi.




Sumber : Associated Press


BERITA LAINNYA



Close Ads x