Kompas TV internasional kompas dunia

Al-Quran Milik Thomas Jefferson, Presiden ke-3 Amerika Serikat, saat ini Dipamerkan di Dubai Expo

Kompas.tv - 12 Oktober 2021, 23:54 WIB
al-quran-milik-thomas-jefferson-presiden-ke-3-amerika-serikat-saat-ini-dipamerkan-di-dubai-expo
Al-Qur'an bersejarah milik Presiden ketiga Amerika Serikat, Thomas Jefferson, dipajang di paviliun Amerika Serikat pada Expo 2020 Dubai, 12 Oktober 2021 (Sumber: Khaleej Times)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Vyara Lestari

Keith Ellison, anggota Kongres pertama yang beragama Islam, diambil sumpahnya pada tahun 2007 menggunakan Al-Qur'an milik Jefferson. Namun penggunaan Al-Qur'an milik Thomas Jefferson menyoroti sejarah panjang dan rumit agama Islam di Amerika Serikat.

“Al-Quran memperoleh pembaca yang populer di kalangan Protestan baik di Inggris dan di Amerika Utara sebagian besar karena penasaran,” kata Denise A. Spellberg, seorang profesor sejarah di University of Texas di Austin dan penulis Thomas Jefferson's Qu'ran: Islam and the Founders.

“Tetapi juga karena orang-orang menganggap buku itu sebagai buku hukum dan sebagai cara untuk memahami umat Muslim karena saat itu mereka berinteraksi dengan cukup konsisten, seperti dengan Kekaisaran Turki Utsmaniyah dan  Afrika Utara.”

Baca Juga: Menurut Survei University of California, Mayoritas Muslim di AS Alami Islamofobia

Al-Qur'an bersejarah milik Presiden Amerika Serikat ketiga, Thomas Jefferson, dipajang di paviliun Amerika Serikat pada Expo 2020 Dubai, 12 Oktober 2021 (Sumber: Smithsonian Magazine)

Ketika Jefferson membeli Al-Qur'an sebagai mahasiswa hukum pada tahun 1765, itu mungkin karena minatnya untuk memahami hukum Utsmaniyah.

Al-Quran mungkin juga mempengaruhi niat awalnya saat ikut menyusun Statuta Virginia tentang Kebebasan Beragama yang melindungi hak beribadah bagi “Yahudi dan non-Yahudi, Kristen dan Mahometan (Muslim), Hindu, dan kafir dari setiap denominasi,” seperti yang Jefferson tulis dalam buku autobiografi dirinya.

Toleransi beragama yang dianut ini mungkin sebagian besar adalah teoretis bagi Jefferson.

Pada saat itu, dia dan banyak orang keturunan Eropa lainnya mungkin tidak menyadari seberapa jauh Islam sudah masuk dan meluas ke bagian Afrika yang tidak dikendalikan Kekaisaran Utsmaniyah. Ini berarti, ironisnya, mereka mungkin tidak menyadari banyak orang yang menjadi budak di Amerika Utara memegang keyakinan Islam yang saat itu mereka pelajari.

Seperti dilaporkan Washington Post awal Januari 2019, terjemahan Al-Qur'an milik Jefferson tahun 1734 tidak diterjemahkan berdasarkan kecintaan khusus pada Islam, tetapi lebih sebagai upaya misionaris Kristen bekerja di negeri-negeri berpenduduk Muslim.

Sementara penerjemahnya, George Sale yang berkebangsaan Inggris menentang pindah agama secara paksa seorang Muslim ke agama lain dan mengakui kebajikan dalam ajaran Nabi Muhammad SAW. Sale tetap merupakan produk dari periode waktu di dunia barat yang melihat Islam pada dasarnya sebagai hal yang asing.

“Orang-orang Protestan saja yang mampu membantah Al-Qur’an dengan sukses,” tulis Sale dalam pengantarnya.

Memperhatikan sebagian pengantar Sale itu, seorang sarjana mengutip karya Sale sebagai contoh intoleransi beragama di masa-masa awal republik di Amerika Serikat, seperti dilansir Washington Post.

Dengan kata lain, tulis Washington Post, Al-Qur'an milik Thomas Jefferson adalah benda sejarah yang lebih rumit daripada yang terlihat beberapa dekade terakhir.




Sumber : Arab News/History/Washington Post


BERITA LAINNYA



Close Ads x