Kompas TV internasional kompas dunia

Jerman Gelar Pemilu Parlemen untuk Membentuk Pemerintahan Baru, Ini Proses Pemilunya

Kompas.tv - 26 September 2021, 18:54 WIB
jerman-gelar-pemilu-parlemen-untuk-membentuk-pemerintahan-baru-ini-proses-pemilunya
Seorang pemilih memasukkan surat suara ke dalam kotak di tempat pemungutan suara di Gutach, Jerman, pada 26 September 2021. (Sumber: Straits Times via EPA-EFE)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Edy A. Putra

BERLIN, KOMPAS.TV - Pemilihan umum (pemilu) Jerman kali ini adalah untuk memilih anggota parlemen di mana pemenang mayoritas akan membentuk pemerintahan baru menggantikan pemerintahan koalisi di bawah pimpinan Kanselir Angela Merkel yang habis masa jabatannya. 

Pemerintahan baru Jerman nanti akan menentukan prioritas negara tersebut di segala bidang, termasuk menentukan kepentingan geopolitik dan perdagangan Jerman ke depan.

Hal itu tentu terkait erat dengan kepentingan Indonesia karena selama ini Jerman dan Indonesia adalah sobat erat.

Untuk itu, mari kita memahami proses pemilu Jerman, seperti dilansir Straits Times, Minggu, (26/09/2021).

Para pemilih memberikan suara dalam pemilu pada hari ini dalam pemilu pertama dalam satu dekade terakhir yang tidak menampilkan Angela Merkel sebagai salah satu kandidat kanselir.

Persaingan memperebutkan posisi tersebut akan sangat ketat dan mungkin perlu waktu cukup panjang sebelum menjadi jelas siapa yang akan menggantikannya sebagai kanselir.

Kanselir tidak dipilih secara langsung, tetapi dipilih melalui pemungutan suara di Bundestag atau Majelis Rendah Parlemen, setelah pemerintahan terbentuk - yang berarti Dr Merkel masih bisa tetap menjabat selama berminggu-minggu jika tidak berbulan-bulan ke depan.

Pemerintahan Jerman sendiri terbentuk berdasarkan suara terbanyak di parlemen, biasanya melalui pembentukan koalisi-koalisi partai yang saling bersaing secara ideologi dan program karena selama ini belum ada partai yang meraih suara mayoritas tanpa berkoalisi.

Setelah bertahun-tahun berada di bawah koalisi dua partai, kali ini pemerintahan Jerman mungkin membutuhkan koalisi tiga partai untuk membentuk pemerintahan baru. 

Koalisi tiga partai sudah lumrah di tingkat parlemen regional, namun di tingkat nasional Jerman, belum pernah terjadi sejak era 1950-an. 

Baca Juga: Jerman Gelar Pemilu Hari Ini, Partai Angela Merkel Ketar-Ketir

Kubu konservatif didukung petahana PM Angela Merkel bersaing sengit dengan kubu Sosial Demokrat kiri-tengah untuk menjadi mayoritas di parlemen dalam pemilu Jerman September ini. (Sumber: Straits Times via AFP)

Dalam kebanyakan sistem parlementer, kepala negara mencalonkan sebuah partai atau koalisi untuk membentuk pemerintahan - biasanya partai yang memenangkan suara terbesar.

Namun di Jerman, semua pihak dapat memulai apa yang dikenal sebagai "pembicaraan eksplorasi" antarpartai hasil pemilu di parlemen.

Pada fase awal yang tidak memiliki batas waktu ini, tidak ada yang bisa mencegah partai-partai untuk mengadakan pembicaraan koalisi secara paralel - meskipun tradisi menyatakan partai terbesar akan mengundang yang lebih kecil untuk berdiskusi.

Partai Hijau menggelar kongres partai pada Sabtu, 2 Oktober 2021 nanti, di mana mereka dapat memutuskan dengan siapa mereka akan melakukan pembicaraan eksplorasi.

"Siapa pun yang menjadi mayoritas di Bundestag akan menjadi kanselir," kata Armin Laschet dari aliansi konservatif CDU-CSU Merkel minggu lalu - menunjukkan bahwa pihak kedua juga dapat membuka negosiasi.

Diskusi akan dimulai segera setelah hasil penghitungan suara sementara masuk, di mana berbagai pihak berupaya menemukan benang merah masing-masing partai dan menetapkan apakah mereka dapat bekerja sama.

Pada Senin (27/9/2021), satu hari setelah pemilu, partai-partai akan menggelar rapat pimpinan. Anggota parlemen yang baru terpilih dari masing-masing partai juga akan mengadakan pertemuan pertama mereka minggu depan, dengan rencana partai SPD dan koalisi CDU-CSU akan bersidang pada Selasa (28/9/2021).

Parlemen yang baru terpilih harus mengadakan sidang pelantikan anggota parlemen baru selambat-lambatnya 30 hari setelah pemilihan, atau pada 26 Oktober nanti.

Jika dua atau tiga pihak pada prinsipnya setuju mereka ingin membentuk aliansi, mereka kemudian harus memulai negosiasi koalisi formal, dengan berbagai pertemuan kelompok kerja untuk membahas isu-isu kebijakan.

Di akhir negosiasi ini, para pihak memutuskan siapa yang akan bertanggung jawab atas kementerian mana dan menandatangani kontrak koalisi, sebuah dokumen tebal yang menetapkan syarat-syarat perjanjian.

Fase ini juga tidak memiliki batas waktu, sementara pemerintahan saat ini akan tetap memerintah seperti biasa hingga ada kesimpulan dari partai-partai di parlemen.

Selanjutnya, partai-partai hasil pemilu akan mencalonkan siapa yang mereka inginkan untuk menjadi kanselir sebelum pemungutan suara resmi di Bundestag.

Baca Juga: Taliban Ingin Unjuk Gigi Agar Diakui PBB, Jerman: Aksi Semacam Itu Tak Berguna

Presiden Indonesia Joko Widodo dan Kanselir Jerman Angela Merkel (Sumber: Sekretariat Presiden)

Setelah pemilihan terakhir Jerman pada 24 September 2017, Angela Merkel secara resmi dikukuhkan sebagai kanselir dalam koalisi antara CDU-CSU dan Sosial Demokrat (SPD) kiri-tengah pada 14 Maret 2018.

Menurut Pasal 63 Konstitusi Jerman, kepala negara harus mengusulkan calon kanselir ke Bundestag.

Jika tidak ada aliansi lintas partai yang muncul, Presiden Frank-Walter Steinmeier dari SPD masih dapat mencalonkan calon kanselir, kemungkinan besar dari partai mana pun yang memenangi suara terbanyak.

Parlemen kemudian akan memberikan suara dalam pemungutan suara rahasia, di mana kandidat kanselir membutuhkan mayoritas mutlak agar bisa terpilih menjadi kanselir.

Jika mayoritas mutlak berdasarkan pemilihan rahasia anggota parlemen tidak tercapai, pemungutan suara kedua akan diadakan dua minggu kemudian.

Jika masih belum ada mayoritas absolut anggota parlemen atas kandidat kanselir yang diajukan presiden, maka ada pemungutan suara ketiga langsung di mana mayoritas relatif sudah cukup untuk menentukan.

Presiden kemudian memutuskan apakah akan menunjuk kanselir sebagai kepala pemerintahan minoritas, atau membubarkan Bundestag dan mengadakan pemilihan umum baru.

Skenario terburuk diatas nyaris terjadi tahun 2017, namun akhirnya dapat dihindari, di mana partai-partai hasil pemilu mengalami kebuntuan negosiasi dan presiden Jerman Stenmeier kemudian mendesak para pihak untuk kembali bertemu, mendorong pembaruan yang disebut koalisi besar, yang akhirnya membentuk pemerintahan Merkel saat ini, yaitu koalisi CDU-CSU dan SDP.




Sumber : Kompas TV/Straits Times/AFP


BERITA LAINNYA



Close Ads x