Kompas TV internasional kompas dunia

Pernikahan Tanpa Ikatan Tanggung Jawab, Arab Saudi Hadapi Maraknya Nikah Misyar

Kompas.tv - 4 Juli 2021, 23:34 WIB
pernikahan-tanpa-ikatan-tanggung-jawab-arab-saudi-hadapi-maraknya-nikah-misyar
Seorang perempuan Saudi sedang mencoba senapan runduk pada pameran militer di Abha, Saudi Arabia tahun 2017. (Sumber: Reuters)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Hariyanto Kurniawan

Pernikahan semacam itu seringkali berumur pendek, dengan sebagian besar berakhir dengan perceraian setelah 14 dan 60 hari, surat kabar kerajaan Al-Watan melaporkan pada 2018, mengutip sumber Kementerian Kehakiman.

Hal ini disebut-sebut oleh beberapa perempuan sebagai pelarian singkat dari situasi perawan tua atau kesempatan untuk awal yang baru bagi para janda cerai dan janda ditinggal mati, yang berjuang untuk menikah lagi.

Sahabat seorang perempuan Suriah yang bercerai di Riyadh mengatakan, seperti dikutip Straits Times, sahabatnya berada dalam hubungan misyar rahasia karena dia takut mantan suaminya, seorang Saudi, akan secara hukum mencari hak asuh atas kedua anaknya jika mantan suaminya itu mengetahui dia telah menikah lagi secara misyar.

Tidak mungkin memperkirakan jumlah pernikahan semacam itu, karena banyak di antaranya tidak berdokumen dan terdokumentasi dengan baik.

Ulama Saudi dikutip Straits Times mengatakan praktik itu berkembang sejak 1996, ketika mufti agung saat itu melegitimasi pernikahan misyar melalui sebuah maklumat keagamaan.

Tetapi banyak yang mempertanyakan keabsahan praktik sembunyi-sembunyi yang bertentangan dengan prinsip utama pernikahan Islam, yaitu mensyaratkan sebuah pernyataan publik.

Seorang ulama Riyadh terkemuka menghubungkan maraknya nikah misyar dengan laki-laki yang tidak mau memikul tanggung jawab seperti dalam sebuah pernikahan poligami, yang diizinkan dalam Islam selama semua istri mendapat perlakuan yang adil.

Baca Juga: Baca Pledoi, Rizieq Ungkap Pertemuan dengan Tito Karnavian dan Budi Gunawan Saat di Arab Saudi

Pernikahan Misyar dianggap sangat merugikan perempuan, namun sebagian kalangan baik laki-laki maupun perempuan di Arab Saudi melihatnya sebagai jalan keluar dari masalah mereka. (Sumber: Straits Times)

Dalam kolom tahun 2019 di harian Saudi Gazette, kolumnis Tariq Al-Maeena menggambarkan pernikahan misyar sebagai lisensi untuk memiliki banyak pasangan tanpa banyak biaya dan tanpa tanggung jawab.

"Berbagai laporan di media Saudi mengungkapkan kekhawatiran yang berkembang atas jumlah anak yang dibapaki oleh laki-laki Saudi dalam perjalanan dan penugasan mereka ke luar negeri, namun ditinggalkan begitu saja," tulisnya.

Sebagian perempuan terpaksa membawa masalah mereka ke pengadilan dan menuntut laki-laki Saudi yang menolak mengakui anak-anak yang lahir dari pernikahan misyar.

"Seorang wanita menghubungi saya dan berkata, 'Saya seorang istri misyar dan suami saya tidak mengakui anak saya'," kata ulama di Riyadh itu.

"Perempuan itu mengutip pasangan misyar mengatakan, 'anak itu bukan masalah saya.' (sehingga) saya menyarankan dia untuk membawanya ke pengadilan dan memperjuangkan haknya," tutur sang ulama.

Namun, perempuan dipaksa secara sosial untuk menutup mata atas petualangan-petualangan nikah misyar suami mereka.

Seorang mak comblang bernama Fahad Almuais mengatakan kliennya kebanyakan kaum pelaku poligami. Fahad bertutur tentang seorang pegawai pemerintah Saudi yang menyembunyikan hubungan misyarnya dari istri pertamanya.

Ketika si suami mulai rutin menghilang setiap akhir pekan, tetangga wanitanya menyarankan istrinya yang curiga itu untuk "diam sajalah".

"Dia menikah secara misyar supaya tidak membuat (hidupmu) seperti neraka," kata Almuais kepada portal berita online Thmanyah, sambil mengutip sang tetangga, "Bersabarlah dan biarkan dia pergi untuk akhir pekan, dan sisa hari-harinya milikmu."



Sumber : Kompas TV



BERITA LAINNYA



Close Ads x