Kompas TV bisnis kebijakan

Lagi, Pemerintah akan Berutang Rp696,4 T pada Tahun Ini, Simak Perinciannya

Kompas.tv - 8 Februari 2023, 11:17 WIB
lagi-pemerintah-akan-berutang-rp696-4-t-pada-tahun-ini-simak-perinciannya
Ilustrasi utang pemerintah. Pada tahun 2023 ini, pemerintah berencana untuk berutang sebesar Rp696,4 triliun untuk membiayai defisit APBN. (Sumber: Kontan.co.id)
Penulis : Dina Karina | Editor : Gading Persada

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pada tahun 2023 ini, pemerintah berencana untuk berutang sebesar Rp696,4 triliun guna membiayai defisit APBN.

Dirjen Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suminto mengatakan, utang itu akan berasal dari penerbitan surat berharga negara (SBN) sebesar 90-95 persen. Kemudian 5-10 persen dipenuhi melalui pinjaman dalam negeri maupun luar negeri.

Hal itu disampaikan Suminto dalam rapat dengan Komisi XI DPR, Selasa (7/2/2023).

"Untuk kebutuhan pembiayaan utang itu sebesar Rp 696,4 triliun," kata Suminto seperti dikutip dari Kompas.com.

Suminto merinci, utang dari SBN akan terdiri dari SBN domestik non ritel sekitar 69-75 persen. Lalu 10-15 persen melalui SBN domestik ritel, dan 13- 16 persen melalui SBN valuta asing (valas) atau mata uang asing.

Baca Juga: Utang RI Capai Rp7.734 T, Sri Mulyani Yakin Indonesia Mampu Bayar: Pembangunan Tidak Nunggu Kaya

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pun sudah punya strategi untu memitigasi risiko dari penerbitan SBN. Yakni dengan mengoptimalisasi penerbitan SBN domestik, sedangkan SBN valas sebagai pelengkap.

Pemerintah juga akan menerbitkan SBN dengan dominan tenor menengah-panjang guna menjaga dan mengelola risiko keuangan negara. Kemudian melakukan diversifikasi instrumen dan perluasan basis investor dalam negeri.

"Untuk penerbitan melalui lelang kami akan terus melaksanakan lelang secara transparan, kemudian non lelang kami akan terus mengoptimalisasikan penerbitan SBN ritel baik konvensional maupun syariah," ujar Suminto.

Selanjutnya, untuk komposisi pembiayaan utang yang berasal dari pinjaman, terdiri dari 4-6 persen dipenuhi melalui pinjaman program, lalu pinjaman proyek luar negeri sebesar Rp32,6 triliun dan pinjaman dalam negeri Rp3,5 triliun.

Agar bisa dikelola dengan baik, pemerintah akan memanfaatkan pinjaman murah. Kemenkeu juga mengoptimalisasi pinjaman tunai (program) sebagai buffer pembiayaan dalam kerangka fleksibilitas.

Baca Juga: Erick Thohir: Utang Garuda Turun 50 Persen Setelah Direstrukturisasi

Kemudian mempercepat pelaksanaan penarikan pinjaman proyek untuk meningkatkan efektivitas, pengadaan pinjaman baru terutama tenor menengah-panjang, serta pengembangan pemilihan modalitas pinjaman.

"Pinjaman proyek atau pinjaman kegiatan akan terus diproritaskan untuk proyek-proyek prioritas dan alih teknologi. Sementara untuk pinjaman dalam negeri, terutama adalah untuk belanja alutsista dan almatsus yang diproduksi oleh industri strategis dalam negeri," sebutnya.

Sebagai informasi, hingga Desember 2022 utang pemerintah mencapai Rp 7.733,99 triliun. Jumlah itu setara  39,57 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Namun secara keseluruhan, Suminto mengatakan utang pemerintah didominasi oleh rupiah yaitu sebesar 71 persen dan sisanya 29 persen dalam bentuk valas atau mata uang asing.

Ia memaparkan, porsi vaalas dalam utang pemerintah terus berkurang dari tahun ke tahun.

"Utang valas dari waktu ke waktu terus mengalami penurunan. Kalau pada tahun 2011, 2012, 2013 utang valas masih pada kisaran 44-46 persen, pada tahun 2022 utang valas turun menjadi 29 persen," ungkapnya.

Baca Juga: Cek Daftar Terbaru 50 Pinjol Ilegal yang Ditindak Satgas Waspada Investasi OJK

Berdasarkan catatan Kemenkeu, utang valas pemerintah didominasi mata uang dollar AS, euro, dan yen Jepang. Utang valas tersebut diperoleh dari penerbitan surat berharga negara (SBN) dan pinjaman.

Secara rinci, total utang pemerintah yang sebesar Rp 7.733,99 triliun itu, berdasarkan jenisnya didominasi oleh SBN sebesar Rp 6.846,89 triliun atau sekitar 88,53 persen dari total utang. Sementara untuk pinjaman tercatat sebesar Rp 887,10 triliun atau 11,47 persen dari total utang.

Adapun untuk besaran utang dalam bentuk SBN, terdiri dari domestik atau denominasi rupiah sebesar Rp 5.452,36 triliun, mencakup surat utang negara (SUN) senilai Rp 4.441,12 triliun dan surat berharga syariah negara (SBSN) Rp 1.011,24 triliun.


Kemudian terdiri dari denominasi valuta asing (valas) sebesar Rp 1.394,53 triliun, yang mencakup SUN senilai Rp 1.064,37 triliun dan SBSN mencapai Rp 330,16 triliun. Kepemilikan SBN saat ini pun didominasi oleh perbankan dan Bank Indonesia (BI), sedangkan kepemilikan investor asing terus menurun sejak 2019 yang mencapai 38,57 persen menjadi 14,36 persen per Desember 2022.

Baca Juga: Jokowi Tegaskan akan Terus Kejar Obligor BLBI yang Tidak Kooperatif

"Nominal kepemilikan SBN oleh investor domestik terus tumbuh, yang menunjukkan upaya pemerintah untuk mempertahankan dominasi kepemilikan SBN oleh investor domestik pada SBN tradable," ucap Suminto.

Adapun untuk utang yang berasal dari pinjaman, rinciannya yakni mencakup pinjaman dalam negeri sebesar Rp 19,67 triliun dan pinjaman luar negeri senilai Rp 867,43 triliun.

Pinjaman luar negeri itu terdiri dari pinjaman bilateral sebesar Rp 282,75 triliun, multilateral Rp 529,99 triliun, serta comercial banks sebesar Rp 54,70 triliun.




Sumber : Kompas.com


BERITA LAINNYA



Close Ads x