Kompas TV bisnis ekonomi dan bisnis

Perjanjian Perdagangan Bebas Dinilai Belum Dimanfatkan Maksimal

Kompas.tv - 6 September 2021, 12:44 WIB
perjanjian-perdagangan-bebas-dinilai-belum-dimanfatkan-maksimal
Ilustrasi: Perjanjian dagang internasional (Sumber: freepik.com/xb100 )
Penulis : Fransisca Natalia | Editor : Iman Firdaus

Sebagai perbandingan, setelah 15 tahun sejak ACFTA berlaku, Vietnam mampu meningkatkan ekspornya ke China hingga 11.700 persen. 

Contoh lainnya adalah utilisasi perjanjian ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement (AANZFTA).

Pada tahun 2009, sebelum kerja sama itu berlaku, ekspor Indonesia ke Australia mencapai 3,65 miliar dollar AS. Namun, 10 tahun pasca berlakunya AANZFTA, ekspor Indonesia ke Australia justru terkontraksi 14 persen pada tahun 2020. 

Kontraksi itu bukan hanya karena faktor pandemi, tetapi juga faktor internal. Sebab, jika diperhatikan, ekspor Indonesia ke Australia dalam lima tahun terakhir (sebelum pandemi) pun tidak bisa mencapai kinerja maksimal. Berbeda dengan negara lain seperti Vietnam yang kinerja ekspornya ke Australia naik 69 persen atau Filipina yang naik 12 persen.

"Berbagai perjanjian dagang bebas yang diteken Indonesia itu pun belum tampak memperbaiki posisi Indonesia dalam rantai pasok global (global supply chain)," kata Shinta.

Menarik investor

Searah dengan hal itu, Wakil Kepala Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI Kiki Verico mengatakan, perjanjian dagang tidak hanya berkaitan dengan kinerja perdagangan barang dan jasa antara negara-negara yang terlibat dalam kerja sama, tetapi terkait dengan strategi menarik investasi yang bisa menjadikan Indonesia sebagai negara basis produksi. 

Pertumbuhan industri manufaktur penting bagi Indonesia yang memiliki tingkat ketimpangan pengeluaran (gini ratio) tinggi serta jumlah penduduk banyak. Terutama, di tengah kondisi krisis ekonomi dan sosial akibat Covid-19 saat ini. 

”Gini ratio kita terus meningkat. Untuk memperbaiki ini, kita perlu meningkatkan sektor yang sifatnya padat karya (labor intensive), yaitu manufaktur,” kata Kiki. 

Pertumbuhan sektor manufaktur Indonesia lebih rendah dari rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional. Kondisi ini tidak ideal, karena untuk menjadi negara industri maju, laju pertumbuhan industri manufaktur seharusnya berada di atas laju pertumbuhan ekonomi nasional.

Baca Juga: Saling Perkuat Perekonomian, Kadin Indonesia Gandeng Kadin Uni Emirat Arab

 




Sumber : Kompas TV/Kompas.id


BERITA LAINNYA



Close Ads x