Kompas TV internasional krisis rusia ukraina

200 Tentaranya Mati Setiap Hari, Ukraina Menjerit dan Minta Tambahan Senjata ke Barat

Kompas.tv - 10 Juni 2022, 22:31 WIB
200-tentaranya-mati-setiap-hari-ukraina-menjerit-dan-minta-tambahan-senjata-ke-barat
Seorang tentara Ukraina memegang radio selama pertempuran sengit di garis depan di Severodonetsk, wilayah Luhansk, Ukraina, Rabu (8/6/2022). Hingga 200 tentara Ukraina mati saban hari dalam serangan Rusia, kata penasihat presiden Ukraina, dan hanya tambahan persenjataan Barat yang bisa membalik keadaan itu. (Sumber: AP Photo/Oleksandr Ratushniak)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Vyara Lestari

KYIV, KOMPAS.TV — Hingga 200 tentara Ukraina mati saban hari dalam serangan militer Rusia, dan hanya tambahan persenjataan Barat yang bisa membalikkan serangan Rusia, mengurangi korban dan memaksa Moskow ke meja perundingan. 

Hal itu diungkapkan penasihat presiden Ukraina Mykhailo Podolyak, seperti laporan Associated Press, Jumat (10/6/2022).

"Kehilangan harian antara 100 dan 200 tentara Ukraina adalah akibat dari kurangnya keseimbangan antara Ukraina dan Rusia, yang menghancurkan hampir semua hal non-nuklir di garis depan dalam upaya Ukraina untuk maju di wilayah Donbas timur Ukraina dan sekitarnya," kata Podolyak kepada BBC dalam sebuah wawancara yang disiarkan Kamis (9/6).

Baru-baru ini, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyebutkan jumlah korban tewas tentaranya setiap hari mencapai 100 orang. Tetapi, Podolyak mengatakan jumlah itu bertambah.

Para pejabat Ukraina menunjuk pada kerugian yang meningkat untuk menekankan permintaan mereka akan lebih banyak senjata Barat, yang sangat penting bagi keberhasilan tak terduga negara itu dalam menahan pasukan Rusia yang lebih besar dan lebih lengkap.

Setelah upaya ceroboh untuk menguasai Kiev pada hari-hari awal perang, Rusia mengalihkan fokusnya ke wilayah Donbas yang berisi tambang batu bara dan pabrik. Namun, kemajuannya di sana dianggap lamban oleh Barat.

Podolyak memperbarui seruan pemerintahnya kepada Barat untuk memasok Ukraina dengan lebih banyak sistem peluncur roket ganda.

Ketakutan Barat bahwa peluncur roket akan digunakan untuk menyerang sasaran di dalam Rusia dan berpotensi meningkatkan konflik menjadi kebakaran yang lebih luas, Podolyak mengatakan, “itu tidak akan terjadi.”

Baca Juga: Zelensky: Pertempuran di Severodonetsk Bakal Jadi Penentu Kemenangan Ukraina di Donbas

Tentara Ukraina dalam duel artileri dengan pasukan Rusia di Vuhledar, 31 Mei 2022. Ukraina mengakui Rusia saat ini menguasai seperlima atau 20 persen wilayah Ukraina dalam serangan Rusia atas negara itu sejak 24 Februari 2022 (Sumber: Straits Times)

Perang Kota

Kerja keras di Donbas berlanjut pada Jumat, dimana seorang gubernur Ukraina mengatakan pasukannya bertempur untuk "setiap rumah dan setiap jalan" di Sievierodonetsk, fokus pertempuran baru-baru ini.

Sievierodonetsk berada di kantong terakhir wilayah Luhansk yang belum diklaim oleh Rusia.

Gubernur Luhansk Serhiy Haidai mengatakan kepada The Associated Press bahwa pasukan Ukraina mempertahankan kendali atas zona industri di tepi kota dan beberapa bagian lainnya, dan pertempuran blok demi blok yang melelahkan terus berlanjut.

Zelenskyy mengatakan Kamis malam, sementara situasi di Donbas statis, pasukan Ukraina membuat beberapa kemajuan di wilayah Zaporizhzhia di selatan, di mana pasukan Ukraina mampu “merusak rencana penjajah.” Dia tidak memberikan rincian spesifik.

Pemerintah Inggris mengatakan Rusia harus bertanggung jawab atas "pengadilan palsu" dua warga Inggris dan seorang Maroko yang dijatuhi hukuman mati karena berperang melawan pasukan Rusia di Ukraina.

Warga Inggris Aiden Aslin dan Shaun Pinner dan warga Maroko Brahim Saadoun dihukum oleh pengadilan yang dijalankan oleh otoritas separatis pro-Moskow di Republik Rakyat Donetsk yang memproklamirkan diri, yang baru diakui Rusia dan beberapa negara.

Otoritas separatis berpendapat orang-orang itu adalah "tentara bayaran" yang tidak berhak atas hak perlindungan yang diberikan kepada tawanan perang.

Keluarga Aslin dan Pinner mengatakan kedua pria itu adalah anggota militer Ukraina yang sudah lama menjabat. Ayah Saadoun mengatakan kepada surat kabar online Maroko, putranya bukan tentara bayaran dan dia memegang kewarganegaraan Ukraina.

 



Sumber : Associated Press


BERITA LAINNYA



Close Ads x