Kompas TV nasional berita utama

Sampaikan Dukacita, Presiden Jokowi: Indonesia Desak Penggunaan Kekerasan di Myanmar Dihentikan

Kompas.tv - 19 Maret 2021, 17:25 WIB
sampaikan-dukacita-presiden-jokowi-indonesia-desak-penggunaan-kekerasan-di-myanmar-dihentikan
Presiden Jokowi saat memberi penjelasan tentang Perkembangan Penanganan Covid-19 di Indonesia (Sumber: Tangkapan Layar Youtube Setpres)
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti | Editor : Eddward S Kennedy

BOGOR, KOMPAS.TV- Presiden Joko Widodo menyampaikan dukacita dan simpati yang mendalam kepada korban dan keluarga korban akibat penggunaan kekerasaan di Myanmar.

“Atas nama pribadi dan seluruh rakyat Indonesia, saya menyampaikan duka cita dan simpati yang dalam kepada korban dan keluarga korban akibat penggunaan kekerasaan di Myanmar,” kata Presiden Jokowi dalam pernyataannya terkait situasi Myanmar di Istana Kepresidenan Bogor, Jumat (19/3/2021).

“Indonesia mendesak agar penggunaan kekerasan di Myanmar segera dihentikan. Sehingga tidak ada lagi korban berjatuhan,” tambah Jokowi.

Jokowi mengatakan, keselamatan dan kesejahteraan rakyat harus menjadi prioritas utama. Untuk itu, Jokowi mendesak segera dilakukannya dialog dan rekonsiliasi untuk stabilitas yang lebih baik di Myanmar.

Baca Juga: Tinjau Vaksinasi Covid-19 di Bogor, Presiden Jokowi Berharap Lekas Terbentuk Kekebalan Komunal

“Indonesia juga mendesak agar dialog, agar rekonsiliasi segera dilakukan untuk memulihkan demokrasi, untuk memulihkan perdamaian, dan untuk memulihkan stabilitas di Myanmar,” ujarnya.

Lebih lanjut, Jokowi mengatakan akan segera menghubungi Ketua ASEAN Hassanal Bolkiah untuk membahas krisis di Myanmar.

“Saya akan segera melakukan pembicaraan dengan Sultan Brunei Darusalam sebagai ketua ASEAN, agar segera dimungkinkannya diselenggarakan pertemuan tingkat tinggi ASEAN yang membahas krisis di Myanmar,” ucapnya.

Baca Juga: Resmikan Dua Bandara Sekaligus, Jokowi: Semoga Menghidupkan Sentra Pertumbuhan Ekonomi Baru

Krisis di Myanmar bermula dari pemilihan umum yang dimenangkan oleh Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dipimpin Aung San Suu Kyi. Saat itu, perolehan hasil pemilu Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) mencapai 82 persen kursi.

Sementara itu Tatmadaw Union Solidarity and Development Party (USDP) hanya memenangkan 6 persen kursi. Hasil perolehan ini yang kemudian diklaim Tatmadaw sebagai kecurangan dalam pemilu sehingga mengerahkan tank dan kendaraan lapis baja di kota besar di Burma 29 Januari 2021.

Kemudian, aksi itu dilanjutkan dengan mengumumkan keadaan darurat dan kudeta di Naypyidaw. Tatmadaw kemudian menahan Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan juga pemimpin dari Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).

Baca Juga: Hari ini, Presiden Jokowi Resmikan Bandara Toraja dan Tinjau Vaksinasi Massal

Atas kudeta yang dilakukan Tatmadaw, Panglima Tertinggi Min Aung Hlaing mendeklarasikan diri sebagai pemimpin Burma.

Situasi ini kemudian direspons anggota parlemen, anggota kesehatan, hingga masyarakat dengan turun ke jalan.

Tapi, Min Aung Hlaing justru memperkuat kekuasaannya dengan membentuk Dewan Administrasi Negara.

Sejak saat itu, unjuk rasa terus terjadi di Myanmar dan polisi menjadi lawan bagi masyarakat sipil. Bahkan dalam satu hari, pernah terjadi 18 orang tewas dalam aksi unjuk rasa.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x