> >

Reaksi Keras Ridwan Kamil soal Guru Pesantren Perkosa 12 Santriwati: Biadab, Harus Dihukum Berat!

Hukum | 9 Desember 2021, 11:26 WIB
Ilustrasi: pelecehan seksual. pemerkosaan kekerasan penculikan pencabulan (Sumber: Shutterstock/Kompas.com)

BANDUNG, KOMPAS.TV - Herry Wirawan (36), seorang guru yang juga pengurus yayasan Pesantren di Kota Bandung, Jawa Barat, memerkosa 12 anak didiknya hingga mengandung dan melahirkan anak. 

Bahkan, diketahui ada yang melahirkan hingga dua kali. 

"Salah seorang korban ada yang telah dua kali melahirkan akibat perbuatan terdakwa," kata Jaksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Bandung Agus Mudjoko, dilansir dari Kompas.com, Rabu (8/12/2021). 

Seperti diketahui, dari 12 santriwati yang dirudapaksa Herry, ada 8 orang yang telah melahirkan anak, dan 2 orang yang tengah mengandung. 

Menurut Agus, beberapa korban ada yang disetubuhi berulang kali.
Belasan santriwati ini disetubuhi Herry sejak 2016 hingga tahun 2021. 

Aksi bejat Herry tak hanya dilakukan di yayasan pesantren yang diurusnya, tapi juga di tempat lainnya seperti apartemen hingga hotel di Kota Bandung.

Baca Juga: Kemenag Tutup Pesantren di Bandung Buntut Guru Perkosa 12 Santriwati

Ridwan Kamil Murka

Merespons perbuatan pengasuh pesantren tersebut, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengutuk dan meminta aparat penegak hukum untuk memberi hukuman berat kepada pelaku. 

Kang Emil, begitu ia disapa, mengatakan, pelaku sedang menjalani proses hukum dan sekolahnya pun sudah ditutup. 

"Semoga pengadilan bisa menghukum seberat-beratnya dengan pasal sebanyak-banyaknya kepada pelaku yang biadab dan tidak bermoral ini," kata Emil di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Rabu (8/12/2021). 

Emil pun memastikan semua korban telah mendapat pendampingan dari Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Barat. 

"Anak-anak santriwati yang menjadi korban, sudah dan sedang diurus oleh tim DP3AKB Provinsi Jawa Barat untuk trauma healing dan disiapkan pola pendidikan baru sesuai hak tumbuh kembangnya," tuturnya. 

Menyikapi insiden tersebut, Emil meminta institusi pendidikan dan forum pesantren untuk memberikan perhatian khusus atas kasus seperti ini. 

"Meminta forum institusi pendidikan, forum pesantren untuk saling mengingatkan jika ada praktik-praktik pendidikan yang di luar kewajaran," ungkapnya. 

Tak hanya itu, ia juga meminta aparat desa dan kelurahan selalu memonitor setiap kegiatan publik di wilayah masing-masing. 

"Kepada para orang tua, diminta rajin dan rutin memonitor situasi pendidikan anak-anaknya di sekolah berasrama, sehingga selalu up to date terkait keseharian anak-anaknya," ujar Emil. 

"Semoga kejadian ini tidak terulang lagi dan keadilan bisa dihadirkan oleh pengadilan kepada kasus ini," jelasnya.

Baca Juga: Kata Ridwan Kamil Soal Kasus Belasan Santriwati di Bandung Jadi Korban Pelecehan Seksual

Penyintas Alami Goncangan Psikologis

Akibat pelecehan seksual yang dialami, lanjut Agus, para penyintas mengalami guncangan psikologis.

Terlebih, tindakan pencabulan atau pemerkosaan itu dilakukan Herry saat korban masih berusia 16-17 tahun dan tengah menempuh pendidikan di yayasan tersebut. 

"Rata-rata korban trauma berat," ucapnya. 

Penting diketahui, kasus ini telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Bandung pada tanggal 3 November 2021 dengan surat Nomor: B-5069/M.2.10.3/Eku.2/11/2021. 

Berdasarkan penetapan PN Bandung Nomor 989/Pid.Sus/2021/PN.Bdg tanggal 03 Nopember 2021 menentukan sidang pada hari Kamis tanggal 11 November 2021. 

"Persidangan dimulai pada 18 November 2021 dan persidangan dilaksanakan 2 kali seminggu setiap hari Selasa dan Kamis," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Dodi Gazali Emil dikutip dari Kompas.com

Pada minggu ini, persidangan masih beragendakan pemeriksaan saksi-saksi. Sebanyak 21 orang saksi sudah dimintai keterangan. 

Sebagai pendidik, kata Dodi, terdakwa telah melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau orang lain. 

Dalam dakwaannya, Herry melanggar Pasal 81 ayat (1), ayat (3) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP untuk dakwaan primernya. 

Sedang dakwaan subsider, melanggar Pasal 81 ayat (2), ayat (3) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Baca Juga: 34 Santriwati Jadi Korban Pelecehan Seksual di Trenggalek

Penulis : Hedi Basri Editor : Fadhilah

Sumber : Kompas TV/kompas.com


TERBARU