> >

Ini Cara Polisi Bongkar Penjualan Alat Rapid Test Antigen Ilegal di Semarang Beromset Rp 2,8 Miliar

Kriminal | 6 Mei 2021, 10:45 WIB
Gelar perkara ungkap kasus alat rapid test antigen ilegal di Ditreskrimsus Polda Jateng, Rabu (5/5/2021). (Sumber: KOMPAS.com/RISKA FARASONALIA)

SEMARANG, KOMPAS.TV- Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah (Jateng) berhasil membongkar penjualan alat rapid test antigen ilegal alias tidak memiliki izin edar di Kota Semarang.

Sudah beroperasi sejak 5 bulan, penjualan alat rapid test antigen ilegal ini punya omset menggiurkan, tak tanggung-tanggung para pelaku meraup untung hingga Rp 2,8 miliar.

Terbongkarnya kasus ini bermula ketika Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Jateng mendapat informasi maraknya penjualan alat kesehatan berupa rapid test antigen merek Clungene di wilayah Jawa Tengah.

Baca Juga: Alat Rapid Test Antigen Ilegal Beredar di Semarang, Berlangsung 5 Bulan, Pelaku Untung Rp2,8 M

Dari informasi yang didapat, transaksi penjualan alat itu dilakukan di Jalan Cemara III, No.3, Padangsari, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang.

Polisi kemudian berupaya menyelidiki dengan cara menyamar sebagai  pembeli. Setelah bertransaksi, polisi yang menyamar itu mendapati dua orang kurir yakni PRS dan PF membawa 25 boks alat rapid test antigen ilegal merek Clungene dan tiga boks merek Speedcheck.

Kasubdit I Indagsi Ditreskrimsus Polda Jateng AKBP Asep Mauludin bersama tim Unit I subdit I mendatangi rumah milik SPM yang dijadikan gudang alat rapid test antigen ilegal di Jalan Perak, No.9 Kwaron 2 Bangetayu, Kota Semarang.

Perburuan berhasil. Polisi pun menangkap SPM yang merupakan karyawan dari PT. SSP di Jalan Paradise Sunter, Jakarta Utara.

Baca Juga: Kemenkes: Pengawasan Rapid Test Antigen Butuh Kerjasama dari Masyarakat

Kapolda Jateng, Irjen Pol Ahmad Luthfi, mengatakan dari hasil penjualan produknya selama lima bulan, pelaku bisa meraup keuntungan sebesar Rp 2,8 miliar. Untuk itu, pihaknya akan menindak tegas pelaku kejahatan yang sudah merugikan kesehatan masyarakat.

"Tentu perbandingannya lebih murah karena tidak punya izin edar. Dan ini sangat merugikan terkait dengan perlindungan konsumen ancaman hukuman bisa lima tahun. Tapi kalau UU kesehatan ancaman bisa 15 tahun dan denda sampai Rp 1,5 miliar," tegas Luthfi.

Selain disalurkan ke pembeli secara perseorangan, rapid test antigen ilegal itu juga diedarkan ke sejumlah klinik dan rumah sakit sepanjang Oktober 2020 hingga Februari 2021.

Dalam waktu satu sampai dua pekan, pelaku bisa menjual 300-400 boks rapid test antigen.

"Diedarkan di wilayah Jateng, di masyarakat umum biasa, klinik dan rumah sakit. Ini sudah merugikan tatanan kesehatan," tandas jenderal bintang dua tersebut.

Baca Juga: Polisi Grebek Layanan Rapid Test Antigen di Bandara Kualanamu

Penulis : Gading Persada Editor : Purwanto

Sumber : Kompas TV


TERBARU