> >

Penampakan Rumah Baru Nan Mewah Milik Miliarder Mendadak di Tuban

Peristiwa | 22 Februari 2021, 09:41 WIB
Rumah-rumah baru warga Tuban di Komplek rumah relokasi mandiri warga terdampak kilang minyak yang kini dalam proses pengerjaan di Desa Wadung, Kecamatan Jenu. (Sumber: Tribunstyle.com)

TUBAN, KOMPAS TV - Desa Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, Tuban, Jawa Timur, dalam beberapa hari terakhir menjadi perbincangan publik lantaran warganya mendadak jadi miliarder atau kaya raya.

Seperti diketahui, warga Desa Sumurgeneng mendapat ganti rugi hingga miliaran rupiah setelah lahan mereka terdampak proyek pembangunan kilang minyak Pertamina.

Setelah mendapat ganti rugi hingga miliaran rupiah, para warga yang mendadak kaya ini langsung membelanjakan uangnya dengan memborong mobil baru.

Baca Juga: Kampung Miliarder di Tuban Mendadak Digeruduk Sales, TNI-Polri Berjaga Sampai 24 Jam

Namun, rupanya tak hanya warga Desa Sumurgeneng yang mendapatkan rezeki nomplok tersebut. Di desa berbeda, muncul komplek perumahan mewah yang baru dibangun.

Relokasi mandiri itu dilakukan warga Dusun Tadahan, Desa Wadung, karena rumah mereka sebelumnya terdampak kilang minyak grass root refinery (GRR), patungan Pertamina-Rosneft asal Rusia.

Setidaknya, ada sekitar 63 kepala keluarga atau KK yang mulai membangun rumah baru. Bahkan sebagian dari mereka sudah ada yang menempati.

Suwarno (44), salah satu warga Dusun Tadahan, mengatakan relokasi ini dilakukan karena tanah miliknya dan warga lain masuk dalam penetapan lokasi (penlok) kilang minyak.

Baca Juga: Tarsimah, Warga Desa Miliarder Tuban yang Tak Dapat Apa-apa Karena Tidak Punya Lahan untuk Dijual

Menurut Suwarno, ada 63 warga Dusun Tadahan yang melakukan relokasi mandiri. Adapun rumah baru miliknya kini masih dalam proses pembangunan.

"Ini belum selesai total bangun rumahnya, ada sekitar 63 warga terdampak yang relokasi mandiri di sini," kata Sumarno dikutip dari Tribun pada Senin (22/2/2021).

Sumarno menjelaskan dirinya mendapat ganti rugi sebesar Rp 612 juta dari Pertamina. Uang sebesar itu untuk ganti tanah dan bangunan rumah sebelumnya.

Nilai yang didapat tersebut tentu jauh jika dibandingkan dengan warga Desa Sumurgeneng, yang memiliki lahan luas.

Sebab, di Desa Wadung yang terdapat Dusun Tadahan, Ringin dan Boro sebagian besar yang terdampak adalah bangunan.

Baca Juga: Sosiolog: Miliarder Tuban Terkena Demonstration Effect

"Nilai tanah dan bangunan yang dibeli hampir sama dengan saya beli tanah untuk buat rumah baru," ucap Sumarno.

"Tanah dihargai Pertamina Rp 600 ribuan, saya beli tanah juga sekarang harganya segitu."

Pria yang juga sempat menolak pembangunan kilang itu mengungkapkan alasan melakukan relokasi mandiri.

Hal itu dikarenakan relokasi yang dijanjikan oleh Pertamina tak kunjung jelas, sehingga keputusan relokasi mandiri itu diambil bersama warga lainnya.

Di sisi lain, warga juga tidak mau jika relokasi yang ditawarkan Pertamina di luar Desa Wadung.

Baca Juga: Mirip di Tuban, Warga Satu Desa di Kuningan Kaya Mendadak dari Proyek Waduk

"Tidak jelas relokasi yang ditawarkan Pertamina, makanya kami relokasi mandiri. Tidak masalah, lebih baik begini karena kami tidak ingin keluar dari Desa Wadung," tuturnya.

Seperti diketahui, kebutuhan lahan untuk pembangunan kilang minyak GRR seluas 821 hektar.

Rinciannya, lahan warga 384 hektar di Desa Sumurgeneng, Kaliuntu dan Wadung, KLHK 328 hektar dan Perhutani 109 hektar.

Investasi kilang minyak dengan nilai 16 miliar USD atau setara 225 triliun itu rencananya akan beroperasi di 2026. Kilang ini ditargetkan mampu produksi 300 ribu barel per hari.

Baca Juga: Jika Kaya Mendadak seperti Warga di Tuban, Bagaimana Cara Kelola Finansial dengan Baik?

Adapun lahan warga yang terdampak pembangun kilang minyak tersebut dihargai apraisal senilai Rp 600 sampai Rp 800 ribu per meter karena menyesuaikan lokasi.

Namun demikian, tak semua warga Desa Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, mendapat durian runtuh dari hasil jual tanah kepada Pertamina.

Salah satunya dirasakan Tarsimah (65), warga Dusun Sumurgeneng. Ia hanya bisa mendengar suara riuh dari para tetangganya yang menjual lahannya untuk proyek kilang minyak grass root refinery (GRR), patungan Pertamina-Rosneft asal Rusia.

Ia mengaku tak punya lahan untuk dijual ke perusahaan plat merah, hingga dia hanya menyaksikan keriuhan di kampungnya saat orang ramai-ramai beli mobil.

Baca Juga: Sedih Lihat Para Miliarder Tuban Borong Mobil, Pertamina Rosneft Turun Tangan

Bahkan jangankan tanah, untuk mencukupi kehidupan sehari-hari saja ia harus bertahan dengan bantuan dari pemerintah.

Di dinding depan rumahnya, tertempel pamflet penerima bantuan pangan non tunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH).

"Tidak punya tanah, ya hanya rumah ini. Saya dan suami sudah tidak kerja, dapat bantuan dari pemerintah," ujarnya.

Di rumah ia tinggal bersama Parman (70) suaminya, yang kini mengalami sakit tidak bisa jalan. Kondisi itu membuatnya harus tetap bertahan dengan segala keterbatasan.

Ia juga bercerita saat ini kedua anaknya sudah tidak tinggal serumah, melainkan telah berkeluarga. Ada yang tinggal di luar kota.

Baca Juga: Warga Tuban Borong Mobil, Aparat TNI & Polri Jadi Siaga 24 Jam

"Ya seadanya bertahan, melihat tetangga pada jual tanah ya saya tidak bisa apa-apa, tidak punya lahan untuk dijual juga," kata Tarmisah sambil bersandar di pintu masuk

Penulis : Tito-Dirhantoro

Sumber : Kompas TV


TERBARU