> >

Kolaborasi UGM dan WhatsApp Gandeng Perempuan di 4 Kota Jadi Penangkal Hoaks

Berita daerah | 19 Oktober 2020, 18:06 WIB
Ilustrasi berhati-hatilah dalam menyebarkan informasi atau berita, apalagi jika hoaks, bisa-bisa ditangkap polisi (Sumber: Tribunnews)

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV- UGM dan WhatsApp berkolaborasi dalam program Perempuan Melawan Hoaks Politik di WhatsApp Grup dalam Pilkada 2020. Dalam program ini, UGM dan WhatsApp menggandeng tokoh komunitas perempuan di empat kota.

Pelatihan ini merupakan kelanjutan dari riset berjudul Grup WhatsApp dan Literasi Digital Perempuan Indonesia yang dipublikasikan Departemen Ilmu Komunikasi UGM pada awal tahun ini. Pelatihan ini berlangsung dari 19 sampai 23 Oktober 2020 dan diikuti dengan sesi pendampingan sampai akhir tahun.

Para peserta akan dibagi ke dalam beberapa kelompok dan menerima sesi pembinaan melalui grup WhatsApp. Mereka juga akan dibekali dengan materi pembelajaran yang memudahkan mereka untuk meneruskan apa yang sudah mereka pelajari kepada komunitas.

Baca Juga: Mengenal Impostor Syndrome dan Cara Pencegahannya ala Psikolog UGM

Pelatihan ini akan diadakan di empat kota atau kabupaten terpilih, yakni Tangerang Selatan, Mamuju, Tomohon, dan Makassar. Keempat lokasi ini diidentifikasi oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai daerah yang rentan konflik akibat disinformasi.

Menurut Ketua Program Magister Ilmu Komunikasi UGM, Novi Kurnia, 58 persen perempuan di makassar menerima satu hingga tiga pesan yang menyesatkan dari grup WhatsApp mereka per hari. Lebih dari 75 persen isi pesan itu berkaitan dengan politik.

“Bagi kebanyakan perempuan, WhatsApp adalah perpanjangan dari kehidupan sosial di mana lebih dari separuh grup WhatsApp mereka adalah keluarga dan teman-teman,” ujar Novi, Senin (19/10/2020).

Baca Juga: 7 Temuan Riset Terbaru Dosen UGM Soal Isu Penundaan Pilkada 2020

Ia menyebutkan berdasarkan hsil riset awal tahun, sebanyak 70 persen dari 1.250 responden perempuan mengaku memiliki hingga 10 grup WhatsApp, yang kerap menjadi tempat mereka terpapar hoaks dan disinformasi.  Riset juga menunjukkan 74 persen dari perempuan yang terpapar hoaks memilih untuk tidak menanggapi pesan meragukan yang diterima karena menghindari konflik.

“Padahal, kami melihat perempuan justru berkesempatan membawa perubahan dalam komunitasnya asalkan terbekali dengan pelatihan literasi digital yang tepat,” ucapnya.

Direktur Kebijakan Publik WhatsApp APAC Clair Deevy meyakini teknologi dan peningkatan literasi digital yang baik dapat menjadi solusi isu ini. Terlebih, WhatsApp memiliki teknologi pendeteksi spam terbaik yang bisa mendeteksi akun-akun yang menunjukkan perilaku mencurigakan.

“Misal, akun baru terdaftar yang mendadak mengirimkan pesan dalam jumlah besar sekaligus dan akun-akun seperti ini mungkin disalahgunakan untuk menyebarkan spam dan hoaks,” tuturnya.

Baca Juga: Perekonomian Indonesia Bisa Kembali Normal, Ini Syaratnya

WhatsApp juga sudah menyarankan pengguna untuk selalu memeriksa kebenaran pesan yang diterima sebelum membagikan. Tidak hanya itu, pengguna juga disarankan untuk merujuk informasi penting dari sumber terpercaya dan resmi.

“Kami sangat antusias dapat bekerja sama dengan institusi seperti UGM untuk semakin mendorong keterlibatan pengguna Whatsapp dalam melawan hoaks dan disinformasi,” kata Deevy.

Penulis : Switzy-Sabandar

Sumber : Kompas TV


TERBARU