> >

Mantan Pemain Timnas Brasil Ungkap Diskriminasi Sosial yang Menghantui Selecao

Kompas sport | 6 Oktober 2021, 20:36 WIB
Pesepakbola asal timur laut Brasil, Roberto Firmino memperkuat Selecao dalam laga kontra Austria pada 2018. (Sumber: Granada via Wikimedia)

RIO DE JANEIRO, KOMPAS.TV - Charles Fabian mungkin bukan pemain Timnas Brasil dengan profil sementereng rekan sepantarannya seperti Cafu, Zinho, atau Claudio Taffarel. Namun, pada 1990-an, ia dihargai sebagai salah satu talenta striker terbaik di sepakbola domestik Brasi.

Di Copa America 1989, Charles yang bermain untuk Bahia sedianya akan memperkuat Timnas Brasil. Ia belum lama dipanggil timnas dan performa di level klub membuatnya cukup layak dipertahankan.

Akan tetapi, jelang menghadapi Venezuela di partai pembuka, Charles kaget ketika presiden klub Bahia, Paulo Maracaja,  tiba-tiba datang mengusirnya di hotel tim. “Kamu boleh berkemas karena kamu tidak akan tinggal di sini,” teriak Maracaja sebagaimana dikutip BBC.

Ia bingung pada awalnya. Turnamen Copa America hendak dimulai. Brasil tampil sebagai tuan rumah dijadwalkan melakoni partai pembuka di Salvador, kota di bagian timur laut negara itu. Charles berupaya mencari anggota CBF (PSSI-nya Brasil), tetapi tak menemukan satu pun. Ia pun akhirnya menuruti perintah Maracaja untuk pergi.

Setelah meninggalkan hotel, Charles baru paham jika ia dicoret dari skuad final Brasil. CBF tak memberitahunya langsung, tetapi menyuruh Maracaja untuk memberitahunya. Presiden Bahia itu marah karena pemainnya dicoret dan tindakan asosiasi yang seolah tak menghargainya.

Baca Juga: Brasil Kalah dari Argentina di Final Copa America, Pelatih Kritik Presiden CONMEBOL

Jelang turnamen resmi, pencoretan pemain dari skuad final memang lumrah. Namun, yang membuat Maracaja dan orang-orang timur laut Brasil marah adalah, mereka menuding pencoretan Charles Fabian diskriminatif, juga marah atas cara CBF mendepaknya.

Di daerah selatan Brasil yang lebih makmur, termasuk ibukota Rio de Janeiro, terdapat stereotipe yang memandang orang-orang dari wilayah timur laut inferior secara sosial dan intelektual. Menurut laporan Marcus Alves untuk BBC, umum untuk melihat orang diejek karena berbicara dengan aksen timur laut.

Diskriminasi itulah yang dipermasalahkan Charles Fabian, Paulo Maracaja, dan orang-orang dari wilayah timur laut Brasil. Pencoretan Charles pun akhirnya berbuah konskeuensi serius, memantik protes keras dari warga setempat.

Ketika Brasil menjamu Venezuela di Salvador, stadion hanya setengah terisi. Suporter lokal pun menunjukkan kemarahan mereka ke timnas. Bendera Brasil dibakar, lagu nasional dicemooh, staf kepelatihan pun mesti lari terbirit-birit akibat dilempari flare.

Charles Fabian adalah ikon wilayah timur laut. Selain itu, sudah lama tidak ada klub dari wilayah itu yang mengirimkan pemain ke timnas. Charles Fabian, yang tampil menawan bersama Bahia pada usia muda, dianggap tak pantas dicoret dari Selecao.

“Perasaan saya campur aduk waktu itu. Di satu sisi, saya senang dengan dukungan yang saya terima. Namun di sisi lain, saya sedih karena apa yang terjadi. Tidak ada yang ingin melihat bendera negara Anda dilalap api,” kata Charles mengenang peristiwa itu.

“Akan tetapi, protes itu valid, meskipun, menurut saya, bisa dilakukan dengan cara berbeda,” imbuh pemain yang sempat merantau ke Spanyol dan Argentina ini.

Protes warga tidak hanya tentang kelayakan Charles Fabian masuk timnas. Namun, lebih luas, protes itu mencerminkan rasa sakit karena didiskriminasi sebagai wilayah yang jauh tertinggal dari segi sosial maupun ekonomi.

Diskriminasi tersebut rupanya belum menghilang hingga bertahun-tahun setelah pembakaran bendera di Salvador. Pada 2014, stereotipe diskriminatif dirasakan oleh eks Zenit St. Petersburg, Hulk.

Waktu itu, Hulk ditanya jurnalis Brasil apakah orang-orang dari timur laut “lucu” karena aksen mereka. “Sayangnya, kita tahu prasangka ini masih ada, tidak peduli asalmu dari mana atau melakoni profesi apa,” kata Hulk tentang kejadian itu.

Tak hanya Hulk yang menganggap demikian. Stereotipe terhadap orang timur laut Brasil umum diakui masih ada. Namun, sebagaimana kata Wakil Presiden Bahia Vitor Ferraz, kondisinya lebih baik dan Selecao saat ini “lebih demokratis”.

Pesepakbola dari timur laut Brasil pun banyak yang membuktikan ketangguhan dirinya dua dekade belakangan. Terutama mereka yang mengembangkan bakat di selatan yang memiliki sistem dan fasilitas lebih baik. Mulai dari Rivaldo, Dida, Juninho Pernambucano, hingga teranyar Roberto Firmino.

“Harus diakui bahwa prasangka itu masih ada. Namun, saya yakin kita sudah lebih baik dibanding 10 atau 15 tahun lalu. Mulai sekarang, apa yang terjadi di lapangan akan mengubah keadaan,” kata Ferraz.

Baca Juga: Baleg akan Terbang ke Ekuador dan Brasil Terkait RUU PKS, Ini Penjelasan Wakil Ketua DPR


 

Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU