> >

Jenderal Polisi Dilaporkan, Diduga Hilangkan Barang Bukti Kasus Penyiraman Air Keras Novel Baswedan

Hukum | 8 Juli 2020, 13:44 WIB
sterilisasi rumah Novel Baswedan saat Rekonstruksi adegan penyiraman air keras di Kelapa Gading, Jakarta Utara Jumat dini hari (7/2/2020) (Sumber: KOMPAS.COM/JIMMY RAMADHAN AZHARI)

Baca Juga: Jaksa Sebut Nota Pembelaan Penyerang Novel Baswedan Tak Dapat Dibuktikan

Selanjutnya, dugaan pelanggaran kode etik lainnya yaitu terkait CCTV di sekitar kediaman korban yang tidak juga dijadikan barang bukti pada 10 Oktober 2017.

Kurnia mengatakan, berdasarkan keterangan Argo saat itu, polisi telah mengumpulkan 400 CCTV dari lokasi penyerangan dalam radius 500 meter.

Tapi, pengakuan korban dan saksi, terdapat beberapa CCTV yang sebenarnya dapat menggambarkan rute pelarian pelaku, akan tetapi tidak digunakan oleh polisi. 

Padahal, beberapa CCTV di sekitar rumah korban memiliki resolusi baik, sehingga bisa memperjelas wajah pelaku dan rute pelariannya.

Menurut Kurnia, betapa penting barang bukti CCTV tersebut karena fungsinya sebagai media untuk mencari dan menemukan kebenaran materiil atas perkara yang ditangani.

Baca Juga: Novel Baswedan Berharap di Ulang Tahun ke-59 Presiden Jokowi Tetap Ingat Penegakan Hukum

"Dapat disimpulkan bahwa kumpulan CCTV yang diperoleh kepolisian hanya sekadar untuk menyamakan keterangan dari pengakuan para pelaku," katanya.

Ketiga, Kurnia mengatakan cell tower dumps juga tidak pernah dimunculkan dalam setiap tahapan penanganan perkara. 

Cell Tower Dumps (CTD) adalah sebuah teknik investigasi dari penegak hukum untuk dapat melihat jalur perlintasan komunikasi di sekitar rumah korban.

Akan tetapi, Kurnia menilai dalam proses penanganan perkara, mulai dari penyidikan sampai persidangan, rekaman CTD itu tidak pernah ditampilkan oleh kepolisian. 

Padahal, dalam kejahatan terorganisir, dapat dipastikan para pengintai dan pelaku melakukan komunikasi dengan menggunakan jaringan selular.

Baca Juga: Kasus Lama Novel Baswedan Diungkit Lagi, Begini Kata Pengacara

"Atas dasar ini, maka dapat dikatakan bahwa ada upaya dari terlapor untuk menutupi komunikasi-komunikasi yang ada di sekitar rumah korban, baik pada saat sebelum kejadian atau pun setelahnya," ujar peneliti ICW itu.

Keempat, Kurnia mengatakan minimnya penjelasan terkait sobekan baju gamis milik korban.

Pada persidangan tanggal 30 April 2020, majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Utara memperlihatkan baju gamis yang dikenakan oleh korban saat kejadian penyiraman air keras.

Namun, menurut Kurnia ada hal yang janggal, yakni terdapat sobekan pada baju gamis milik korban tersebut. Adapun menurut pengakuan dari kepolisian baju tersebut disobek untuk kepentingan forensik karena terkena siraman air keras.

Baca Juga: Novel Baswedan Minta 2 Penyerangnya Dibebaskan, Soal Serangan Air Keras Sudah Dimaafkan

"Penting untuk ditegaskan bahwa setiap tindakan hukum yang dilakukan oleh kepolisian mestinya dapat diikuti dengan dokumentasi," ucapnya. 

"Dalam hal ini, korban tidak pernah mendapatkan kejelasan informasi terkait dengan sobekan baju tersebut dan seperti apa hasil forensiknya."

Penulis : Tito-Dirhantoro

Sumber : Kompas TV


TERBARU