> >

Soal Perbedaan Awal Puasa Ramadan 2024 di Indonesia, Kemenag Imbau Masyarakat Hargai Perbedaan

Peristiwa | 8 Maret 2024, 15:46 WIB
Ilustrasi rukyatul hilal. (Sumber: KOMPAS.com/AJI YK PUTRA)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Indonesia dihadapkan pada kemungkinan tidak seragamnya awal puasa Ramadan 1445 Hijriah/2024 Masehi. Juru Bicara Kementerian Agama (Kemenag) Anna Hasbie menegaskan masyarakat untuk menghormati beragam pilihan dan keyakinan dalam menentukan awal puasa, memajukan sikap saling pengertian dan toleransi.

"Sikap saling menghormati perlu dikedepankan dalam menyikapi perbedaan-perbedaan," ujar Anna dikutip dari Antara, Jumat (8/3/2024).

Baca Juga: PDIP Soal Isu Jokowi Gabung Partai Golkar: Terserah Pilih Partai Mana

Dalam lanskap keberagamaan Indonesia, awal Ramadan 1445 H berpotensi diawali pada tanggal yang berbeda-beda.

Sebagian besar umat Islam di negeri ini akan memulai puasa pada 11 atau 12 Maret 2024.

Baca Juga: BRIN Prediksi Awal Puasa Jatuh pada 12 Maret 2024, 1 Syawal 1445 Hijriah Serentak 10 April

Sementara itu, Majelis Tarjih Pengurus Pusat Muhammadiyah telah menetapkan awal Ramadhan jatuh pada 11 Maret, berbeda dengan pemerintah yang akan menggelar sidang isbat pada 10 Maret untuk menentukan tanggal pastinya.

"Sidang akan memutuskan apakah puasa Ramadan tahun ini akan dimulai pada 11 atau 12 Maret," lanjutnya.

Baca Juga: Menuju Birokrasi Murah dan Transparan, KemenPAN-RB Resmikan 16 Mal Pelayanan Publik!

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, termasuk ilmu astronomi, Kemenag mendorong pembukaan ruang dialog dan diskusi terkait penentuan awal Ramadhan.

Pendekatan ilmiah seperti hisab dan rukyatul hilal diperkenalkan sebagai metode empiris yang dapat menjembatani perbedaan pandangan.

Baca Juga: Dugaan "Kongkalikong" Almas dan Jokowi Soal Putusan MK yang Loloskan Gibran

"Kemenag terus membuka ruang dialog dan diskusi terkait penentuan awal Ramadan. Dari situ diharapkan akan terjadi proses tukar informasi dan pemahaman terkait pilihan dalam mengawali puasa Ramadan," jelasnya.

Kemenag menekankan bahwa perbedaan dalam menentukan awal puasa Ramadan tidak seharusnya menjadi sumber perpecahan, melainkan kesempatan untuk bertukar informasi dan pemahaman.

Baca Juga: Suka dan Duka di Balik Buku '79 Kisah di Balik Liputan Istana Era Soeharto hingga Jokowi'

Muhammadiyah, misalnya, menggunakan argumentasi hisab wujudul hilal, sementara pemerintah mengandalkan hisab dan konfirmasi rukyatul hilal. Diskusi dan pemahaman terbuka diharapkan dapat memperkaya wawasan keberagamaan.

"Bagaimana argumentasi awal Ramadan 1445 H pada 7 Maret atau 10 Maret? Kita bisa diskusikan agar bisa saling memberikan pemahaman," kata Anna.

 

 

Penulis : Danang Suryo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU