> >

MK Hapus Ambang Batas Parlemen 4 Persen, Begini Tanggapan PPP

Rumah pemilu | 29 Februari 2024, 20:10 WIB
Ketua Majelis Pertimbangan DPP PPP Muhammad Romahurmuziy di Kantor DPP PPP, Jakarta, Kamis (5/1/2023) saat menghadiri acara peringatan hari lahir (harlah) ke-50 PPP. (Sumber: KOMPAS.com/NICHOLAS RYAN ADITYA)

JAKARTA, KOMPAS TV - Ketua Majelis Pertimbangan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) M Romahurmuziy menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang penerapan ambang batas parlemen sebesar 4 persen suara sah nasional sebagai dasar untuk menentukan perolehan kursi di parlemen. Adapun penghapusan ambang batas parlemen 4 persen itu tidak berlaku untuk Pemilu 2024, melainkan Pemilu 2029.

Ia meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk segera melakukan konsultasi ke MK. Dirinya berharap putusan tersebut dapat dijalankan pada Pemilu 2024. 

Baca Juga: MK Kabulkan Gugatan soal Ambang Batas Parlemen 4 Persen, Perintahkan Revisi UU Pemilu

"KPU sebaiknya segera berkonsultasi kepada MK, untuk melakukan perubahan peraturan KPU menyambut putusan ini, untuk segera diterapkan pada Pemilu 2024," kata pria yang karib disapa Romi itu kepada wartawan, Kamis (29/2/2024).

"PPP menyambut baik putusan peniadaan ambang batas parlemen. Putusan MK ini, adalah kemenangan kedaulatan rakyat, karena setiap suara pemilih terkonversi menjadi kursi," ucapnya. 

Menurut dia, putusan itu seharusnya berlaku sejak diputuskan pada hari ini. Sebab, penghitungan pileg pun masih dilakukan oleh KPU RI.

"Semestinya dengan semangat yang sama, putusan ini berlaku prospektif, yakni berlaku ke depan mulai hari ini diputuskan. Toh tahapan penghitungan sebagaimana ketentuan parliamentary threshold ini diputuskan belum berjalan," ujarnya.

Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian gugatan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) tentang penerapan ambang batas parlemen sebesar 4 persen suara sah nasional sebagai dasar untuk menentukan perolehan kursi di parlemen.

Perludem berpendapat ketentuan ambang batas tersebut menyebabkan hilangnya suara rakyat atau besarnya suara pemilih yang tidak terkonversi menjadi kursi di DPR.

MK menilai ketentuan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tersebut tidak sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat, keadilan pemilu, dan melanggar kepastian hukum yang dijamin oleh konstitusi.

Pasal 414 Ayat (1) UU No 7/2017 dinilai bertentangan dengan Pasal 1 Ayat (2), Pasal 22E Ayat (1), Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945.

MK juga sependapat dengan sejumlah dalil yang diajukan oleh Perludem, dan memerintahkan untuk mengubah ketentuan ambang batas tersebut melalui revisi UU Pemilu.

Revisi tersebut sebaiknya juga dirampungkan sebelum dimulainya tahapan penyelenggaraan Pemilu 2029.

Namun, ketentuan Pasal 414 Ayat (1) UU Pemilu yang mengatur ambang batas parlemen 4 persen tersebut masih konstitusional untuk menyelesaikan tahapan penyelenggaraan Pemilu DPR 2024.

Ambang batas parlemen tidak bisa lagi diberlakukan di Pemilu 2029.

Baca Juga: Peneliti SMRC: PPP, PKB-Nasdem Potensi Masuk Koalisi Prabowo-Gibran

”Sebagai konsekuensi yuridisnya, norma Pasal 414 Ayat (1) UU No 7/2017 haruslah dinyatakan konstitusional bersyarat (conditionally constitutional) sepanjang masih tetap diberlakukan untuk hasil Pemilu DPR 2024 dan tidak diberlakukan untuk hasil Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya kecuali setelah dilakukan perubahan terhadap norma ambang batas dan besaran angka atau persentase ambang batas parlemen,” kata Wakil Ketua MK Saldi Isra, Kamis (29/2/2024), saat membacakan pertimbangan putusan perkara 116/PUU-XXI/2023, di Gedung MK, Jakarta. Sidang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo, dikutip Kompas.id.

Penulis : Fadel Prayoga Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV


TERBARU