> >

Singgung Kode Etik Polri, Irfan Widyanto Tanyakan Kesalahannya: Bisakah Saya Tolak Perintah Atasan?

Hukum | 3 Februari 2023, 17:27 WIB
Terdakwa kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice terkait pembunuhan berencana terhadap Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat, Irfan Widyanto (kiri), menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (26/10/2022). (Sumber: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

 

JAKARTA, KOMPAS.TV - Terdakwa kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice terkait kematian Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat, Irfan Widyanto, mempertanyakan letak kesalahannya mengamankan DVR CCTV komplek Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Pasalnya, kata dia, pengamanan DVR CCTV terkait kematian Brigadir Yosua tersebut dilakukan sesuai dengan perintah atasannya saat itu, Agus Nurpatria. 

Hal ini disampaikan saat Irfan menyampaikan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (3/2/2023). 

Awalnya, Irfan menyinggung terkait Peraturan Kepolisian RI (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri. 

Perpol tersebut mencantumkan hal-hal yang diwajibkan dan dilarang anggota Polri secara etika kenegaraan, kelembagaan, kemasyarakatan, dan kepribadian.

"Dalam etika kelembagaan, kami diwajibkan untuk setia kepada Polri sebagai pengabdian kepada masyarakat, bangsa dan negara, mematuhi hierarki atasan dalam melaksanakan tugas, melindungi dan memberikan pertolongan kepada sesama dalam melaksanakan tugas, wewenang dan tanggung jawab," kata Irfan. 

"Atas dasar etika kelembagaan tersebut, apakah saya bisa menolak perintah atasan, dalam hal ini Kombes Agus Nurpatria ketika beliau sedang melaksanakan tugasnya yang mana telah terjadi peristiwa yang melibatkan anggota Polri dan terjadi di rumah petinggi Mabes Polri?" sambungnya. 

Untuk diketahui, Agus Nurpatria kala itu menjabat sebagai Kepala Detasemen (Kaden) A Biro Pengamanan Internal (Paminal) Divisi Propam dengan pangkat Komisaris Besar Polisi (Kombes).

Baca Juga: Irfan Widyanto Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Obstruction of Justice

Lebih lanjut, Irfan menyebut, dalam Perpol tersebut juga ditegaskan bahwa bawahan wajib menolak perintah atasan yang bertentangan dengan norma hukum, agama, dan kesusilaan.

Namun, dia kembali mempertanyakan apakah perintah untuk mengamankan DVR CCTV yang berada di pos satpam komplek Duren Tiga untuk kepentingan penyelidikan Propam dan Polres Metro Jakartas Selatan adalah perbuatan yang melanggar norma hukum.

"Sementara saya sudah sampaikan sebelumnya bahwa Divisi Propam adalah garda terakhir penjaga Polri yang berarti setiap perbuatan atau perintah yang diberikan, tidak boleh salah," ujarnya.

"Sehingga menurut saya apa yang diperintahkan kepada saya benar bahwa Kombes Agus sedang melaksanakan tugasnya sebagai Kaden Paminal dan tugas yang diberikan masuk dalam lingkup kewenangannya." 

Sehingga, Irfan mengatakan, dirinya tidak mungkin bisa atau berani menolak perintah Agus Nurpatria tersebut.

"Karena masuk dalam aturan Perpol Nomor 7 Tahun 2022, yang mana bawahan wajib menerima perintah atasan," tegasnya. 

"Apakah yang saya lakukan salah menjalankan perintah untuk mendatangi TKP kemudian membantu tugas Divisi Propam yang saat itu sedang melakukan tugas?"

Dia pun meyakini hal tersebut salah bila perintah tersebut datang dari perintah atasan komandan divisi lain yang tak memiliki kewenangan. 

Sebagai informasi, dalam kasus ini, Irfan Widyanto dituntut Jaksa penuntut umum (JPU) dengan hukuman pidana selama satu tahun penjara.

Jaksa menilai, Irfan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, turut serta melakukan perintangan penyidikan terkait kematian Brigadir Yosua.

Baca Juga: Bacakan Pledoi, Baiquni Singgung Pesan Ayah: Jadi Polisi Jangan Memeras-Ambil Rezeki Orang Lain

 

Penulis : Isnaya Helmi Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU