> >

Umar Patek Bebas, Mantan Napi Teroris yang Ikrar Setia ke NKRI, tapi Dikhawatirkan Australia

Update | 9 Desember 2022, 14:57 WIB
Umar Patek saat diadili pada 8 Maret 2012. (Sumber: AP Photo/Tatan Syuflana, File)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Mantan narapidana kasus terorisme (napiter) Bom Bali I, Hisyam alias Umar Patek, baru saja bebas bersyarat pada Rabu (7/12/2022).  Pembebasan diberikan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Selama masa bebas bersyarat itu, Umar Patek wajib mengikuti program bimbingan di Badan Pemasyarakatan (Bapas) Surabaya hingga 29 April 2030.

Menanggapi pembebasan bersyarat itu, Perdana Menteri Australia Richard Marles mengatakan bahwa hal tersebut akan menjadi hari yang sulit bagi banyak warga Australia.

"Saya kira, ini akan menjadi hari yang sangat sulit bagi banyak warga Australia mendengar tentang pembebasan Umar Patek," ujarnya kepada radio ABC, Kamis (8/12).

"Saat ini saya khususnya memikirkan keluarga dari korban yang terbunuh dan terluka akibat bom Bali," imbuhnya.

Ia pun mengaku akan terus menghubungi pihak berwenang Indonesia untuk memastikan Patek terus diawasi.

Pada Agustus 2022, Umar Patek dinyatakan memenuhi syarat untuk pembebasan bersyarat karena berperilaku baik di penjara.

Baca Juga: Kepala BNPT Boy Rafli Yakin Umar Patek akan Jadi Warga yang Baik setelah Bebas dari Penjara

Profil Umar Patek

Umar Patek merupakan mantan anggota kelompok militan Jemaah Islamiyah yang berafiliasi dengan jaringan teroris Al Qaeda. 

Laki-laki yang lahir pada 1970 ini merupakan satu dari sejumlah orang yang terlibat dalam peristiwa Bom Bali I pada 2002. Ia bahkan sempat menjadi buronan terorisme paling di cari, salah satunya oleh pemerintah Amerika Serikat (AS).

Melansir dari Harian Kompas, 8 Oktober 2005, pemerintah AS bahkan menjanjikan imbalan sebesar 1 juta dollar AS bagi siapa saja yang bisa memberi informasi keberadaan Umar Patek.

Pada saat itu, Kedutaan Besar AS di Filipina dan militer Filipina melaporkan bahwa Umar Patek bersembunyi di Mindanao, Filipina selatan, setelah melarikan diri dari Indonesia.

Umar Patek kemudian bergabung dengan kelompok Abu Sayyaf pimpinan Khaddafy Janjalani yang dikenal sebagai kelompok terkait dengan Al Qaeda di Filipina.

Umar Patek ditangkap di Pakistan pada tahun 2011 bersama istrinya, Rukiyah alias Siti Zahra, warga negara Filipina. Harian Kompas, 13 Agustus 2011, melaporkan pemerintah Pakistan mendeportasi Patek dan istrinya karena melanggar keimigrasian. 

Kemudian, Umar Patek ditahan di Rumah Tahanan Markas Komando Brimob Kelapa Dua, Depok. Polisi juga menahan istri Patek di rumah tahanan tersebut dalam sel terpisah. 

Pihak kepolisian menetapkan Rukiyah sebagai tersangka terkait dugaan pemalsuan paspor yang dia pakai untuk masuk ke Pakistan bersama Patek.

Kepada polisi, Umar Patek pun mengakui keterlibatannya dalam aksi terorisme bom Bali 1 dan bom malam Natal pada 2001. Patek juga mengaku pada 2009 bekerja sama dengan Dulmatin, gembong teroris yang akhirnya tewas.

Baca Juga: Umar Patek Bebas Bersyarat Berdasar Rekomendasi BNPT dan Densus 88

Selain pengakuan Patek, polisi juga telah mengantongi bukti-bukti kuat terkait dengan keterlibatannya dalam sejumlah aksi terorisme di Indonesia. Sehingga, Patek pun dijadikan tersangka dalam kasus bom malam Natal dan bom Bali 1 yang menewaskan 202 orang.

Penulis : Nadia Intan Fajarlie Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV/berbagai sumber


TERBARU