> >

Sekjen PDIP: Jika Tak Bisa Calonkan AHY, Jangan Jadi Indikator Pemerintah Jokowi Buat Skenario Jahat

Politik | 18 September 2022, 06:30 WIB
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Senayan, Jakarta, Jumat (27/5/2022). (Sumber: Fadel Prayoga/Kompas.tv)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengaku mendengar informasi dalam Pilpres 2024 hanya ada dua pasangan Capres dan Cawapres yang diinginkan oleh pihak tertentu. 

Demokrat sebagai partai yang di luar pemerintahan tidak bisa berharap banyak untuk mengajukan capres-cawapres sendiri, bersama koalisi. 

Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menilai informasi tersebut sangat mudah dipatahkan. 

Baca Juga: SBY: Saya Harus Turun Gunung Hadapi Pemilu 2024, Ada Tanda-tanda Pemilu Tidak Jujur dan Tidak Adil

Menurutnya sebagai seorang ayah sangat wajar SBY ingin yang terbaik untuk Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Tapi, sambung Hasto, perlu diingat juga bisa atau tidaknya Demokrat mencalonkan AHY di Pilpres 2024 tergantung dari ambang batas pencalonan presiden.

Hasto menegaskan hal tersebut tidak dijadikan sebagai indikator bahwa ada informasi sekenario di pemerintahan Joko Widodo untuk berbuat jahat di Pemilu 2024.

"Informasi yang diterima Pak SBY sangat tidak tepat. Jadi hati-hati kalau mau ganggu Pak Jokowi," ujar Hasto dalam pesan tertulisnya, Sabtu (17/9/2022).

Baca Juga: Ketika AHY Bandingkan Era SBY dan Jokowi di Rapimnas Demokrat

Hasto menegaskan pemerintah Jokowi tidak pernah punya pikiran jahat sebagaimana dituduhkan oleh SBY. 

Jokowi, kata Hasto, senantiasa mengangkat martabat dan tidak menginjak-injak rakyat dengan cara turun langsung atau blusukan. 

"Bisa tidaknya Demokrat mencalonkan AHY dalam pilpres jangan dijadikan indikator sebagaimana tuduhan adanya skenario pemerintahan Pak Jokowi untuk berbuat jahat dalam pemilu," ujar Hasto.

Baca Juga: Megawati: Di Pemerintahan SBY Saya Tak Mau Disebut sebagai Oposisi

Manipulasi DPT

Lebih lanjut Hasto ikut buka-bukaan soal kecurangan pemilu. Baginya catatan kualitas pemilu, tahun 2009 justru menjadi puncak kecurangan yang terjadi dalam sejarah demokrasi.

Menurut Hasto, di era SBY manipulasi DPT bersifat masif. Salah satu buktinya ada di Pacitan. 

Kemudian Anas Urbaningrum dan Andi Nurpati, yang seharusnya menjadi wasit dalam Pemilu, direkrut menjadi pengurus teras Partai Demokrat. 

Baca Juga: AHY Berharap Koalisi Demokrat di Pilpres 2024 Tak Diganggu

Di luar itu data-data hasil pemilu kemudian dimusnahkan. Berbagai macam tim senyap dibentuk. Sumber penelitian, SBY menggunakan dana hasil kenaikan BBM untuk kepentingan elektoral. 

"Puncak liberalisasi politik dan liberalisasi di sektor pertanian, terjadi jaman Pak SBY. Dengan berbagai manipulasi tersebut, Partai Demokrat mengalami kenaikan 300 persen. Pasca-Pak SBY tidak berkuasa, terbukti hal-hal yang sifatnya 'bubble' kemudian mengempes atau pecah sendiri, karena cara menggelembungkannya bersifat instan," ujar Hasto.

 

Penulis : Johannes Mangihot Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas.com


TERBARU