> >

Banyak 'Diskon' Hukuman Napi Koruptor, Eks Pimpinan KPK: Selalu Setengah Hati, Negara Setengah Mati

Hukum | 15 September 2022, 05:30 WIB
Pimpinan KPK periode 2015-2019 Saut Situmorang menilai pemerintah setengah hati dalam pemberantasan korupsi dalam program Satu Meja The Forum bertajuk "Karpet Merah Koruptor" di KOMPAS TV, Rabu (14/9/2022). (Sumber: Tangkapan layar KOMPAS TV)

JAKARTA. KOMPAS.TV - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019 Saut Situmorang menilai pembebasan bersyarat 23 narapidana (napi) koruptor pada 6 September lalu menunjukkan bahwa pemerintah tidak sungguh-sungguh dalam memberantas korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime).

"Ini (korupsi -red) extraordinary crime, tapi diatasi dengan ordinary person (orang biasa -red) dan ordinary effort (upaya yang biasa-biasa saja -red)," kata Saut dalam program Satu Meja The Forum bertajuk "Karpet Merah Koruptor" di KOMPAS TV, Rabu (14/9/2022).

"Ini yang saya sebut sebagai half-hearted (setengah hati)," imbuhnya.

Menurut dia, pemberantasan korupsi di sebuah negara tidak boleh dijalankan dengan setengah-setengah.

"Ketika Anda memberantas korupsi dengan setengah hati, sebenarnya negara Anda itu sudah setengah mati," ungkapnya.

Baca Juga: Data Dikelola Pemerintah Bocor, Pakar Siber: Kita Tak Bisa Apa-Apa, Paling Berdoa Mereka Disadarkan

Ia menilai antikorupsi merupakan nyawa dari sebuah negara. Bangsa Indonesia, menurut dia, tidak pernah menunjukkan upaya keberlanjutan dalam pemberantasan korupsi.

"Bukan tidak serius lagi, kita memang tidak pernah menunjukkan upaya yang sustainable (berkelanjutan -red) mulai dari negeri ini berdiri kan?" tanya Saut retorik.

Ia melihat, pembebasan bersyarat 23 napi koruptor tersebut mirip dengan pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Padahal, UU tersebut telah diperbarui menjadi UU No. 31 Tahun 1999.

"Itu menunjukkan bahwa memang kita selalu setengah hati. Celakanya, kita setengah mati terus," ujarnya.

"Saya berpikiran, hukum itu tidak boleh dilakukan dengan dendam, dengan tidak suka, dengan marah, dan seterusnya," jawab dia ketika ditanya tentang setuju atau tidaknya terkait pemberian remisi napi korupsi. 

Baca Juga: Pakar Keamanan Siber Ingatkan Publik Soal Bjorka: Jangan Mudah Terlena dan Ditipu, Bisa Lebih Dari 1

Sebagaimana telah diberitakan KOMPAS.TV sebelumnya, sebanyak 23 narapidana kasus korupsi serentak mendapat pembebasan bersyarat dari Lapas Kelas I Sukamiskin, Bandung dan Lapas Kelas IIA Tangerang pada Selasa (6/9/2022).

Rinciannya, empat napi dari Lapas Kelas IIA Tangerang dan 19 narapidana dari Lapas Kelas I Sukamiskin. 

Sejumlah nama dari 23 orang yang mendapatkan bebas bersyarat yakni Patrialis Akbar, Zumi Zola, Ratu Atut Chosiyah, Pinangki Sirna Malasari alias Jaksa Pinangki, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, dan Suryadharma Ali.

Baca Juga: Ramai-Ramai Napi Koruptor Bebas Bersyarat, Menyakitkan Keadilan Rakyat! – OPINI BUDIMAN

Salah satu 'diskon' napi koruptor yang menjadi sorotan ialah hukuman Jaksa Pinangki. 

Pinangki terlibat sejumlah perkara, di antaranya menerima suap dari Djoko Tjandra, melakukan pencucian uang, serta terlibat permufakatan jahat untuk menyuap pejabat-pejabat hukum.

Majelis Hakim tingkat pertama menghukum Pinangki 10 tahun penjara, namun Pinangki banding. Majelis Hakim mengurangi hukuman menjadi 4 tahun penjara dan hingga mendapatkan pembebasan bersyarat, Pinangki hanya menjalani hukuman selama 1 tahun 1 bulan penjara.

 

Penulis : Nadia Intan Fajarlie Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU