> >

Pengamat Sebut PAN Terlalu Banyak Obral Bakal Capres, Malah Bikin Sulit Konsolidasi Partai Koalisi

Politik | 30 Agustus 2022, 07:17 WIB
Logo Partai Amanat Nasional (Sumber: Tribunnews.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pengamat politik sekaligus Pendiri Indonesia Political Power Ikhwan Arif mengatakan, Partai Amanat Nasional (PAN) dinilai terlalu banyak mengobral bakal calon presiden (capres).

Hal tersebut, kata Ikhwan, akan mempersulit proses konsolidasi yang dilakukan partai koalisinya.

Baca Juga: Yusril Mahendra Bantah Kamaruddin Simanjuntak Soal Dana Capres Rp 300 Triliun Dikelola PT Taspen

Diketahui, PAN saat ini tengah berkoalisi dengan Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dalam Koalisi Indonesia Bersatu atau KIB.

"Terlalu banyak bakal calon presiden akan mempersulit proses konsolidasi partai koalisi," kata Ikhwan di kutip dari Antara pada Senin (29/8/2022).

Menurut dia, selain mempersulit di internal PAN, maka hal itu memengaruhi proses pendistribusian bakal calon pilihan PAN ke Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).

"Kalau dilihat, ini seperti mengumbar nama-nama figur atau tokoh berpengaruh untuk merebut pengaruh ketokohan dan kekuatan politik dari masing masing-masing tokoh," ujarnya.

Baca Juga: Peserta Rakernas III PAN Tepuk Tangan dan Sambut Meriah saat Zulhas Sebut Nama Ganjar dan Anies

Menurut dia, PAN seolah-olah mengguyur nama-nama tokoh potensial tersebut, sehingga ada satu atau dua nama jatuh berguguran.

Setelah itu, lanjut Ikhwan, nama-nama yang masih bertahan kemudian akan dipilih dan diusung melalui partai koalisi.

Ikhwan mengakui apa yang dilakukan PAN di satu sisi menampung suara dan aspirasi partai sangat penting untuk menjaga solidaritas internal partai.

Namun, di sisi lain menunjukkan lemahnya proses penyaringan nama-nama tokoh potensial dengan tolok ukur mesin partai.

Baca Juga: Zulhas Beber Kenapa Bansos Kemensos Bisa Jadi Penyebab Harga Telur Melonjak

Dia menegaskan apa yang dilakukan PAN sebenarnya tidak jauh berbeda dari upaya yang dilakukan partai-partai koalisi politik lainnya.

Hal itu menandakan masih lemahnya identitas kepartaian dalam proses politik, dan lebih kuatnya faktor ketokohan dalam proses agregasi kepentingan politik.

Itu baik dalam proses pemilihan bakal calon presiden atau dalam proses pemilihan legislatif.

Seperti diketahui, hasil Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PAN memutuskan ada sembilan nama yang dimunculkan sebagai bakal capres yang mendapatkan dukungan.

Baca Juga: Rakernas PAN Putuskan 9 Kandidat yang Akan Dipilih Jadi Capres 2024, Ada Nama Puan Maharani

Ada empat petinggi partai politik (parpol) seperti Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa, Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Puan Maharani, dan Ketua Umum PAN sendiri Zulkifli Hasan.

Kemudian nama lainnya adalah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, dan Menteri BUMN Erick Thohir.

Baca Juga: PAN Sebut 6 Tokoh Favorit di Rakernas, Nama Bakal Capres akan Diumumkan Malam Ini

Sementara itu pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga mengatakan, ada kekhawatiran meskipun Nasdem dan PAN memunculkan nama Anies sebagai salah satu Capres, bisa saja itu hanya sebatas angin surga bagi Anies. 

Sebab, Nasdem dan PAN memunculkan nama lebih dari satu. Hal itu tentu akan memudahkan bagi kedua partai untuk menganulir Anies sebagai Capres.

"Kalau itu terjadi, maka peluang Anies akn tertutup. Sebab, kalau pun Partai Demokrat dan PKS tetap mengusung Anies, namun suara kedua partai ini bila digabung tetap tidak cukup untuk mengusung Anies," katanya.

Jika rumor itu jadi kenyataan, kata Jamiluddin,  maka demokrasi di Indonesia sudah mati. Demokrasi sudah dikendalikan para elite politik dan oligarki, sementara suara rakyat yang menginginkan seseorang jadi Capres dapat digusur begitu saja.

Jadi, Capres yang muncul nantinya hanya yang direstui elit politik dan oligarki. Kesepakatan mereka inilah yang menentukan siapa yang boleh jadi presiden.

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU