> >

Cerita Bendera Proklamasi: Dijahit Fatmawati saat Hamil Tua, Dirobek Dua Hingga Disimpan di Museum

Peristiwa | 17 Agustus 2022, 06:28 WIB
Penaikan bendera pusaka sesudah dibatjakan teks proklamasi, 17 Agustus 1945. (Sumber: Arsip KOMPAS)

JAKARTA, KOMPAS.TV –  Bendera Proklamasi yang dikibarkan pada 17 Agustus 1945, dijahit oleh Fatmawati. Namun, Fatmawati, istri Soekarno, sudah menjahitnya pada Oktober 1944, ketika mengandung anak pertama, Guntur Soekarnoputra.

Dalam kondisi hamil tua dan tidak diperbolehkan menggunakan mesin jahit karena bisa menganggu kehamilannya, akhirnya bendera itu dijahit  dengan mesin jahit tangan.

Meski demikian, tak mudah baginya untuk mendapatkan kain tersebut. Waktu zaman revolusi itu, kain merah-putih susah didapatkan. 

"Fatmawati yang kesulitan mencari bendera lantas berunding dengan Bung Karno. Saat itu Bung Karno usul untuk minta bantuan," tulis Abraham Panumbangan dalam Buku The Uncensored of Bung Karno hal.47

Beruntung ia mendapatkan bantuan dari Shimizu.

Shimizu adalah seorang tokoh Jepang ditunjuk oleh Pemerintah Jepang sebagai perantara dalam perundingan Jepang-Indonesia.

Harian Kompas 16 Agustus 1975 menuliskan, kain tersebut diantarkan langsung ke rumah Bung Karno di Jalan Pegangsaan Timur.

Karena kondisi kandungannya sudah mendekati kelahiran, dokter melarang Fatmawati untuk menggunakan mesin jahit kaki.

Fatmawati pun menjahitnya bendera merah putih tersebut selama hari. Bendera tersebut menjadi  yang terbesar di Jakarta setiap kali dikibarkan di halaman rumahnya.

Setahun kemudian, bendera hasil jahitan Fatmawati itu digunakan ketika upacara Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Ketika Belanda menduduki Yogyakarta pada 1948, diceritakan Bendera Pusaka terpaksa dibelah menjadi dua oleh Mutahar yang ditugaskan Soekarno untuk menyelamatkannya.

 Baru setelah keadaan aman, bendera itu dijahit kembali seperti semula.

Baca Juga: Kisah Fatmawati: Menjahit Bendera Merah Putih, Ikut Diculik dan Lantunan Al-Qur'an yang Menggugah

Tak Lagi Dikibarkan

Bendera Pusaka tak lagi dikibarkan pada upacara Proklamasi Kemerdekaan setiap 17 Agustus sejak 1968. 

Wacana untuk 'memensiunkan' Bendera Pusaka sebenarnya sudah bergulir setahun sebelumnya.

Menteri Luar Negeri Adam Malik mengatakan, Bendera Pusaka tak perlu selalu dikibarkan di setiap peringatan Kemerdekaan.

"Seakan-akan kalau Bendera Pusaka itu tidak dikibarkan, peringatan 17 Agustus itu tidak sah. Ini hanya menimbulkan mistik," kata dia, dikutip dari Harian Kompas, 15 Agustus 1967.

Menurut dia, bendera itu sebaiknya disimpan di museum, sehingga nilai sejarahnya lebih terasa.

Baca Juga: Sosok Abdoel Moeis, Pahlawan Nasional Pertama RI yang Dikukuhkan Bung Karno

 

Penulis : Dedik Priyanto Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU