> >

Penyebab Elektabilitas Partai pendukung Pemerintah Cenderung Stagnan dan Menurun

Rumah pemilu | 21 Juni 2022, 23:12 WIB
Elektabilitas Parpol sesuai hasil Survei Litbang Kompas (Sumber: Tangkapan layar YouTube Kompas TV/Ninuk)

JAKARTA , KOMPAS.TV – Hasil survei Litbang Kompas pada Bulan Juni 2022, elektabilitas sejumlah partai pendukung pemerintah cenderung stagnan bahkan menurun. Hal itu tidak lepas dari kinerja pemerintah.

Penjelasan itu disampaikan oleh Anita Yossihara, Wakil Kepala Desk Politik dan Hukum Harian Kompas, dalam diskusi di Space Twitter Kompas Data, Selasa (21/6/2022).

Dalam diskusi itu, Anita membandingkan antara partai pendukung pemerintah dan parpol nonpemerintah alias partai yang bukan pendukung pemerintah.

“Kalau dari hasil survei Litbang Kompas kemarin kan bisa diketahui bahwa sebenarnya partai-partai pendukung pemerintah itu elektabilitasnya cenderung stagnan dan cenderung turun,” tutur Anita.

“Hanya Golkar yang naik dari 8,6 persen jadi 10.3 persen.”

Meski elektabilitas Partai Amanat Nasional (PAN) juga meningkat dari 2,5 persen menjadi 3,6 persen,  menurut Anita, hal itu karena PAN bergabung dalam partai pendukung pemerintah.

Baca Juga: Megawati Minta Kader PDIP Jangan Terlena Hasil Survei, Pakar Komunikasi Politik UPI: Ada 2 Makna

“Kalau saya lihat kenapa parpol-parpol pemerintah ini elektabilitasnya stagnan dan cenderung turun, itu tidak akan lepas dari kinerja pemerintah.”

Ia menjelaskan hasil survei yang juga digelar oleh Litbang Kompas mengenai tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah.

Berdasarkan hasil survei tersebut, lanjut Anita, kepuasan publik terhadap Jokowi-Ma’ruf Amin menurun dari 73,9 persen menjadi 67,1 persen.

Hal ini tentu sangat berpenagaruh dengan elektabilitas partai politik pendukung pemerintah, karena masyarakat di lapangan pasti akan mengaitkan kenaikan harga, penegakan hukum dan lainnya dengan partai pendukung pemerintah.

“Dari situ, mungkin itu yang membuat elektabilitas partai-partai pendukung pemerintah cenderung stagnan. PDIP walaupun misalnya di atas, dia masih sama, stagnan di angka 22 persen.”

Konsistensi Partai Demokrat

Anita menyebut, hal yang paling menarik dari hasil survei tentang elektabilitas partai politik tersebut adalah fenomena Partai Demokrat.

Partai Demokrat, ungkap Anita, konsisten menjadi partai oposisi sejak Pemilu 2014.

Keputusan sebagai oposan tersebut memang sempat menyebabkan elektabilitas partai itu menurun, tetapi kemudain perlahan kembali meningkat.

“Kemudian dalam survei tahun ini, dari Januari lalu naik jadi 10,7 persen, dan Juni ini menjadi 11,6 persen.”

“Ini menarik untuk dicermati, karena konsistensi Demokrat menjadi oposisi ini menjadi salah satu faktor elektabilitasnya menjadi naik,” tuturnya.

Bahkan, tutur Anita, pada survei sebelumnya, elektabilitas Partai Demokrat itu sempat anjlok di angka lima persen.

Menurutnya, konsisitensi Partai Demokrat ini sebenarnya bisa dilihat dari pengalaman PDIP tahun sebelum Pemilu 2014.

Pada akhir 2012, hasil survei Litbang Kompas merilis elektabilitas PDIP waktu itu hanya 14 persen.  Kemudian pada survei yang digelar tahun 2013, elektabilitas PDIP mulai naik.

“Kalau enggak salah 23,6 persenan. Desember 2012 masih 13,3 persen.”

Walaupun, saat itu peningkatan elektabilitas PDIP tidak bisa lepas dari faktor keberadaan Jokowi.

Tetapi, ia melihat bahwa faktor konsistensi PDIP sebagai partai oposisi juga menjadi penyebab meningkatnya elektabilitas.

Stagnasi partai-partai pendukung pemerintah, menurutnya perlu diwaspadai. Sebab tidak menutup kemungkinan elektabilitasnya bisa menurun jika mereka salah langkah, misalnya membuat kebijakan yang tidak prorakyat.

“Sebenarnya kembali saja ke fungsi partai politik. Fungsi partai politik itu kan sarana komunikasi politik, sosialisasi politik, rekruitmen politik, dan pengatur konflik di masyarakat,” jelasnya.

Persoalannya, lanjut Anita, saat ini partai politik itu hanya melakukan fungsi rekruitmen politik, yang sebenarnya juga tidak maksimal.

Sebab, banyak dari partai politik yang gagal dalam melakukan kaderisasi, seperti merekrut kader partai lain sebagai capres.

“Itu kan sebenarnya kegagalan partai politik. Ya itu yang dilakukan, partai politik hanya sebatas rekruitmen, melakukan seleksi kepemimpinan.”

Baca Juga: Survei Litbang Kompas: Tingkat Kepuasan Publik Terhadap Jokowi – Ma’ruf Menurun

Dia berpendapat, yang seharusnya dilakukan partai politik adalah fungsi sarana komunikasi politik, termasuk tugas dan fungsinya sebagai agregator dan artikulator kepentingan masyarakat.

“Jadi bagaimana parpol menyerap suara atau yang diinginkan masyarakat, kemudian diolah menjadi kebijakan yang prorakyat.”

Saat ini, misalnya masyarakat sudah mulai rasional, mereka akan memilih partai politik yang benar-benar akan memperjuangkan kepentingan mereka.

Hal-hal semacam itulah yang seharusnya dilakukan agar elektabilitasnya meningkat.

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU