> >

ICW sebut Pernyataan Luhut soal Big Data Layak Dikecam: Agar Tidak Langkahi Amanat Konstitusi

Berita utama | 30 Maret 2022, 13:54 WIB
Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam Arahan Presiden Tentang Aksi Afirmasi Bangga Buatan Indonesia, yang digelar di Bali, Jumat (25/3/2022). (Sumber: Tangkapan layar YouTube Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai pernyataan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan soal penundaan pemilu 2024 perlu dikritisi bahkan dikecam bersama.

Sebab, Komisi Pemilihan Umum juga telah menetapkan bahwa Pemilu akan diselenggarakan pada tanggal 14 Februari 2024.

Demikian Peniliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya kepada KOMPAS TV, Rabu (30/3/2022).

“Atas alasan itu, mestinya setiap orang, terlebih pejabat publik, tidak berupaya melangkahi amanat konstitusi tersebut,” ucap Kurnia Ramadhana.

“Sehingga, pernyataan yang disampaikan oleh Luhut dan sejumlah elite politik lain layak untuk dikritisi, bahkan dikecam bersama,” tambahnya.

Baca Juga: ICW Surati Menko Luhut, Minta Buka Data yang Sebut Masyarakat Dukung Penundaan Pemilu 2024

 ICW lebih lanjut pun mempertanyakan kapasitas Luhut yang menyampaikan tentang Big Data tersebut.

“Sebab, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2019 tentang Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Kemenkomarves), Luhut tidak diminta untuk mengurusi perihal kepemiluan,” tegas Kurnia Ramadhana.

Selain itu, lanjut Kurnia Ramadhana, pada tanggal 15 Maret 2022 lalu, Juru Bicara Kemenkomarves, Jodi Mahardi, juga menyampaikan bahwa big data yang disampaikan oleh Luhut dikelola secara internal.

“Dari sini, muncul pertanyaan lanjutan, misalnya, apa yang dimaksud dengan internal? Apakah pemaknaannya diarahkan kepada Kemenkomarves?,” tanya Kurnia.

“Jika iya, apa landasan hukum yang membenarkan pengelolaan big data perihal rencana penundaan Pemilu 2024 dilakukan oleh kementerian tersebut?,” tambah Kurnia.

Baca Juga: Momen Seorang Kepala Desa dari Aceh Serukan Jokowi 3 Periode ke Luhut Binsar Pandjaitan

Kedua, sambung Kurnia, ICW juga mempertanyakan bagaimana validitas metode pengelolaan dan pengambilan responden big data tersebut.

Sebab, mengacu pada rekaman siniar itu, Luhut tidak menjelaskannya secara utuh.

“Hal tersebut terindikasi janggal, sebab, data Luhut bertolak belakang dengan temuan sejumlah lembaga survei yang kredibel. Misalnya, Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang pada awal Maret lalu mengemukakan data bahwa 70% responden menolak penundaan pemilu,” ujar Kurnia.

“Selain itu, Lembaga Survei Nasional (LSN) dan Litbang Kompas juga menyebut poin serupa dengan persentase 68,1% dan 62,3%,” tambahnya.

Berangkat dari hal di atas, Kurnia menuturkan ICW pada hari ini mengirimkan surat permintaan informasi publik kepada Kemenkomarves yang dipimpin oleh Luhut Binsar Pandjaitan.

Baca Juga: Jokowi Perintahkan Mendagri agar Pemerintah Desa Gajian Setiap Bulan: Masa Tiga Bulan Sekali

Surat tersebut berisi desakan agar Luhut segera membuka informasi publik berupa big data pengguna internet yang mendukung penundaan pemilihan umum tahun 2024.

“Desakan ini didasarkan pada ketentuan dalam Pasal 11 ayat (1) huruf f UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Pernyataan Luhut yang disampaikan dalam pertemuan yang terbuka untuk umum, dikategorikan oleh undang-undang sebagai informasi publik yang wajib disediakan setiap saat,” kata Kurnia.

“Sehingga jelas, tidak ada alasan bagi Luhut untuk menolak membuka big data yang disampaikan,” tambahnya.

Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Purwanto

Sumber : Kompas TV


TERBARU