> >

Dua Tahun Covid-19 di RI, Ekonomi Masih Lesu dan Akrobat Politikus Tunda Pemilu

Peristiwa | 2 Maret 2022, 09:04 WIB
Yunita, tukang rongsokan, tengah istirahat di kawasan Jalan MH Thamrin, Jakarta, Senin (22/4/2020). Akibat pandemi Covid-19, pemerintah menyatakan ada kenaikan angka kemiskinan(KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO)
 

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pada tanggal 2 Maret 2020, Presiden Jokowi untuk pertama kalinya mengumumkan pasien Covid-19 di Indonesia. Pasien Covid-19 tersebut, menurut Jokowi terpapar dari warga negara Jepang yang datang ke Indonesia.  

"Ada orang Jepang yang ke Indonesia kemudian tinggal di Malaysia. Dicek di sana ternyata positif Corona. Tim di Indonesia langsung menelusuri," kata Jokowi, di Jakarta, Senin 2 Maret 2020 silam.

Setelah pengumuman dua tahun lalu itu, maka wabah pun melanda Indonesia. Ribuan nyawa melayang. Dan perekonomian mengalami kemunduran hingga sekarang.

Bahkan setelah memasuki dua tahun pandemi, kondisi ekonomi terpantau masih lesu. Harga pangan merangkak naik. Minyak goreng misalnya, masih menjadi barang langka. Kalaupun ada harganya mahal. Begitu pula dengan urusan kedelai yang membuat perajin tahu tempe mogok berproduksi.

Bahkan hingga kemarin, Selasa (1/3/2022), sejumlah komoditas seperti telur, cabai, minyak goreng hingga gula pasir dilaporkan mengalami kenaikan di awal bulan Maret 2022. 

Kenaikkan bervariasi dari Rp 50 seperti pada gula pasir premium hingga Rp 3.950 pada cabai rawit merah.  

Baca Juga: Dua Tahun Covid di RI, Cerita Mereka yang Tertular Varian Delta hingga Omicron

Sementara dampak Covid-19 itu telah nyata membuat banyak orang kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Dampaknya, banyak masyarakat kekurangan gizi. Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengakui hal itu. "Dampak pandemi orang miskin naik, banyak pekerja gajinya tidak dibayar penuh ditambah pukulan harga pangan yang naik," kata Tulus dalam program Sapa Indonesia di KOMPAS TV, Rabu (2/3/2022).

Akibat kondisi tersebut, banyak masyarakat yang asupan gizinya berkurang. Penghasilan yang jauh menurun itu tak pelak membuat kualitas pangan masyarakat menurun. "Angka stunting masih 24 persen. Ini karena rendahnya protein. Ironisnya kita belum daulat protein nabati dan hewani," tambah Tulus.

Namun di sisi lain, para politikus menggunakan argumen Covid-19 dan pemulihan ekonomi sebagai dasar untuk menunda pemilu 2024 yang sudah diputuskan oleh DPR dan pemerintah bakal digelar pada 14 Februari dua tahun mendatang.

Penulis : Iman Firdaus Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV


TERBARU