> >

IPK Indonesia Hanya Tambah 1 Poin, ICW Desak Jokowi Benahi Kebijakan Pemberantasan Korupsi

Berita utama | 26 Januari 2022, 16:06 WIB
Presiden Joko Widodo saat Groundbreaking Proyek Hilirisasi Batu Bara Menjadi Dimetil Eter, Kab. Muara Enim, Sumatera Selatan (24/1/2022). (Sumber: Tangkapan Layar Youtube Setpres/ninuk)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Presiden Joko Widodo untuk melakukan perbaikan dalam keseluruhan kebijakan pemberantasan korupsi.

Hal tersebut menjadi desakan ICW karena adanya stagnasi pemberantasan korupsi yang terbukti dari rendahnya kenaikan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia.

Demikian Peneliti ICW Kurnia Ramadhana merespons rendahnya kenaikan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia dalam keterangan tertulisnya, Rabu (26/1/2022).

“Untuk mendorong perbaikan dalam keseluruhan kebijakan pemberantasan korupsi, maka ICW mendesak agar Presiden beserta seluruh jajarannya mengedepankan pembenahan sektor penegakan hukum melalui perubahan sejumlah regulasi,” kata Kurnia Ramadhana.

“Diantaranya, Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset, Rancangan Undang-Undang Pembatasan Transaksi Uang Kartal, dan Revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” tambah Kurnia.

Baca Juga: ICW soal IPK Indonesia Tambah 1 Poin: Ini Pertanda Pemberantasan Korupsi Era Jokowi Jalan di Tempat

Kedua, ICW juga mendesak Presiden Jokowi memerintahkan kepada lembaga hukum untuk fokus pada tugas utamanya, yakni memberantas korupsi.

“ICW mendesak Presiden memerintahkan lembaga penegak hukum untuk fokus pada tugas utama pemberantasan korupsi dan menghilangkan setiap kegaduhan yang berdampak pada penurunan tingkat kepercayaan masyarakat,” ucapnya.

Tak hanya itu, ICW juga meminta Presiden Jokowi memerintahkan lembaga penegak hukum untuk menyelesaikan kasus-kasus korupsi berskala besar. Termasuk, lanjut Kurnia, Presiden Jokowi harus memerintahkan penegak hukum mempersempit ruang terjadinya praktik korupsi.

Kasus-kasus besar yang dimaksud ICW, antara lain adalah reklamasi Jakarta, KTP elektronik, surat keterangan lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI).

“Dan sederet kasus lainnya berhenti hanya pada sedikit tersangka atau terpidana. Padahal kasus tersebut berpotensi melibatkan aktor-aktor besar,” ujarnya.

Poin terakhir dalam desakan ICW, kata Kurnia, Presiden Jokowi harus menghentikan upaya pemberangusan partisipasi warga negara yang bergerak dalam isu antikorupsi.

ICW berpendapat, saat ini ruang partisipasi warga dalam agenda pemberantasan korupsi menyempit.

Baca Juga: Arteria Dahlan: OTT KPK yang Dilakukan Era Firli Bahuri Berbeda

Bahkan ada ancaman yang masih banyak diterima oleh warga negara ketika menjalankan fungsi kontrol terhadap kinerja para penyelenggara negara.

“Bentuknya pun semakin beragam, mulai dari pelaporan menggunakan delik pencemaran nama baik, peretasan, hingga kekerasan fisik,” ungkap Kurnia.

“Padahal, peran serta warga negara dibutuhkan dan dijamin keberadaannya oleh peraturan perundang-undangan untuk berkontribusi terhadap penegakan hukum,” tambahnya.

 

Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU