> >

Tabrakan Depan Belakang Dominasi Kecelakaan di Tol, Penyebabnya Selisih Kecepatan

Sapa indonesia pagi | 6 November 2021, 10:44 WIB
Agus Taufik Mulyono menyebut jenis tabrakan yang dominan terjadi di jalan tol adalah tabrakan depan dan belakang. Hal ini disebabkan oleh adanya gap perbedaan kecepatan kendaraan. (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)

“Ketiga, perlu pemantauan dari penegak hhukum secara sidak rutin. Jangan sekadar formalitas. Lalu ETLE, perlu juga dikembangkan di jalan tol,” tuturnya.

Sehingga, saat pelanggar aturan di jalan tol keluar dari tol, petugas bisa langsung menangkap, memberitahu, atau menilang.

Tol bukan tempat ugal-ugalan

Prof. Agus juga menyebut bahwa pengguna jalan tol harus memahami bahwa jalan tol bukan tempat untuk ugal-ugalan atau pamer kecepatan waktu tempuh.

“Jadi yang disiapkan oleh publik atau masyarakat adalah jalan tol itu bukan tempat ugal-ugalan, bukan tempat arogansi,” tegasnya.

Untuk meminimalisir kecelakaan sekaligus meningkatkan kewaspadaan pengguna, dia menyarankan agar peringatan mengenai kecepatan maksimum dibuat setiap kilometer.

“Kalau perlu bukan hanya simbol tapi juga tulisan, misalnya ‘Kalau Anda melebih batas kecepatan, Anda akan meninggal di jalan’. Itu adalah tulisan-tulisan yang bisa memberikan efek jera.”

Baca Juga: Kecelakaan di Jalan Tol, Pakar Sebut Jalanan Tak Bermasalah dan Perlu Edukasi untuk Pengemudi

Pengelola jalan tol juga harus melihat dan mempelajari pola-pola kecelakaan, ada menabrak barrier dsb.

Hal lain yang perlu ditanamkan pada pengelola jalan adalah jika bicara keselamatan, endingnya keselamatan dikaitkan dengan infrastruktur jalan.

Kata kuncinya, lanjut Agus, adalah bagaimana jalan masih memaafkan jiwa manusia ketika si manusia sebagai pengguna melakukan kesalahan, keteledoran, kelelahan, atau melakukan tindakan tidak patuh pada aturan.

“Ini yang penting ditanamkan dalam mengelola jalan,” kata dia.

Agus juga menyebut adanya masukan yang menyarankan agar median jalan dihilangkan dan diganti dengan tanah datar di tengah-tengah antara dua jalur hingga 10 meter.

“Tapi kita sudah punya pengalaman itu dulu. Apa yang terjadi? Banyak orang nyelonong masuk ke jalur lawan, akibatnya lebih fatal lagi. Akhirnya diambil alih menjadi bentuk median yang ditinggikan,” tambahnya.

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU