> >

Sejarah Hari Dokter Nasional yang Diperingati Setiap 24 Oktober

Peristiwa | 24 Oktober 2021, 14:04 WIB
Ilustrasi: Sejarah Hari Dokter Nasional yang diperingati setiap 24 Oktober setiap tahunnya (Sumber: Freepik)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Hari Dokter Nasional diperingati setiap tanggal 24 Oktober 2021. Namun, peringatan ini identik dikaitkan dengan kelahiran Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Tetapi berdasarkan sejarah, organisasi dokter sudah lebih dulu hadir sebelum adanya IDI.

Jauh sebelum IDI diresmikan tahun 1950, pada 1911 para dokter pribumi membuat perkumpulan khusus dokter di Nusantara bernama Vereniging van Indische Artsen atau Asosisasi Dokter Hindia Belanda.

Dilansir dari Kompaspedia, organisasi Vereniging van Indische Artsen saat itu diketuai oleh JA Kayadu.

Namun, saat lima belas tahun setelahnya, organisasi ini berganti nama menjadi Vereniging van Indonesische Geneeskundige (VIG) atau Asosisasi Dokter Indonesia.

Pada saat itu, organisasi kedokteran melakukan pergantian nama dari "Indische" menjadi "Indonesische".

Baca Juga: Ketua Satgas Covid-19 IDI: Syarat Tes PCR Naik Pesawat Tidak Ada Kaitan dengan Komisi Buat Dokter

Selama berdiri, VIG kerap menyuarakan perjuangan untuk mendapat persamaan kedudukan antara dokter pribumi dengan dokter Belanda.

Salah satu perjuangannya, yaitu meningkatkan gaji para dokter Indonesia dari sebelumnya hanya 50 persen dari gaji dokter Belanda sehingga naik menjadi 70 persen.

Tak hanya itu, para dokter Indonesia juga mendapat prioritas untuk dapat diangkat menjadi asisten dokter Belanda.

Adapun jika menilik sejarah pembentukan IDI, hal itu menunjukkan adanya perkembangan kesadaran akan kemandirian para dokter Indonesia dari bayang-bayang Belanda dan Jepang.

Sejarah Ikatan Dokter Indonesia

Pada tahun 1940, VIG mengadakan kongres di Solo. Salah satu hasil kongres, Prof. Bahder Djohan ditugaskan untuk membina dan memikirkan berbagai istilah baru yang muncul dalam dunia kedokteran.

Tiga tahun berselang, pada masa pendudukan Jepang, VIG dibubarkan dan diganti namanya menjadi Jawa Izi Hooko-Kai.

Pasca kemerdekaan Indonesia, perjuangan para dokter Indonesia semakin menguat.

Dalam sebuah rapat pada 30 Juli 1950 antara Pengurus Besar Persatuan Thabib Indonesia (Perthabin) dan Dewan Pimpinan Perkumpulan Dokter Indonesia (DP-PDI) dibentuk panitia penyelenggara Muktamar Dokter Warga Negara INdonesia (PMDWNI).

Suasana rapat saat pembentukan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada 24 Oktober 1950 (Sumber: Kompaspedia)

Panitia yang diketuai oleh Bahder Djohan ini bertugas menyelenggarakan Muktamar Dokter WNI untuk mendirikan perkumpulan dokter WNI yang baru.

Muktamar kemudian dilaksanakan di Deca Park (sebelah utara kawasan Monas sekarang) pada tanggal 22-25 September 1950.

Acara tersebut dihadiri 181 dokter WNI, sejumlah 62 orang di antaranya datang dari luar Jakarta.

Tujuan dari muktamar tersebut adalah mendirikan suatu perkumpulan dokter Indonesia yang baru dan dapat menjadi wadah representasi dunia dokter Indonesia baik dalam maupun luar negeri.

Dalam muktamar tersebut, Sarwono Prawirohardjo terpilih menjadi Ketua Umum IDI pertama.

Baca Juga: Dorong Konsultasi Dokter Online, Kemenkes Segera Rampungkan Aturan Rekam Medis Digital Tiap Warga

Untuk melengkapi dasar hukum IDI, pada 24 Oktober 1950, Panitia Dewan Pusat IDI pada waktu itu, R Soeharto atas nama sendiri dan pengurus lain menghadap notaris R Kadiman untuk memperoleh dasar hukum berdirinya perkumpulan dokter dengan nama IDI.

Dengan demikian, pendirian perkumpulan dokter dengan nama IDI kemudian memiliki legalitas yang sah.

Pada kemudian hari, tanggal penetapan legalitas IDI tersebut juga diperingati oleh masyarakat sebagai Hari Dokter Nasional, yaitu sejak 24 Oktober 1950 atau saat ini sudah memasuki usia 71 tahun.

Tak hanya berperan mendirikan organisasi dokter warga negara Indonesia, rupanya para dokter pada masa pergerakan nasional juga turut berperan dalam terbentuknya Republik Indonesia.

Bahkan, mereka tidak hanya menjadi dokter, melainkan juga tercatat sebagai penulis serta aktivis.

Beberapa tokoh dokter yang mewarnai pergerakan nasional, antara lain, Sutomo, Wahidin Sudirohusodo, Cipto Mangunkusumo, Abdul Rivai, Radjiman Wedyodiningrat, hingga Bahder Djohan.

Penulis : Nurul Fitriana Editor : Fadhilah

Sumber : Kompas TV/Kompaspedia


TERBARU