> >

Menteri Nadiem dan Budi Gunadi Bantah Ribuan Sekolah Jadi Klaster Covid-19 saat PTM

Update corona | 27 September 2021, 20:24 WIB
Pemerintah membantah ada ribuan klaster Covid-19 di sekolah saat pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas. (Sumber: Kompas TV/Ant/Bayu Pratama S/aww)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim membantah isu ribuan sekolah menjadi klaster Covid-19 selama pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas.

Nadiem menyebut, angka 2,8 persen sekolah menjadi klaster Covid-19 adalah data gabungan (kumulatif) selama satu tahun pandemi.  

“Angka 2,8 persen satuan pendidikan walaupun itu sudah kecil tetapi itu pun data kumulatif bukan data per 1 bulan, jadi itu semua dari seluruh masa Covid ini bukan dari bulan terakhir di mana PTM terjadi,” ujar Nadiem dalam konferensi pers virtual, Senin (27/9/2021). 

Survei Kemendikbud Ristek hingga 20 September 2021 mencatat ada 2,8 persen atau 1.296 dari 46.580 responden sekolah menjadi klaster Covid-19.

Baca Juga: Jumlah Kasus Covid-19 di Tanah Air Menurun, Luhut Ingatkan Seluruh Pihak Jangan Berpuas Diri

Data itu menunjukkan pula bahwa 7.307 tenaga pendidik dan 15.429 siswa positif Covid-19.

Menurut Nadiem, angka 2,8 persen itu belum tentu hanya berasal dari sekolah yang sudah menggelar PTM terbatas saja.

Ia juga memberi klarifikasi soal data belasan ribu siswa dan ribuan guru positif Covid-19. Angka tersebut, kata Nadiem, masih berupa data kasar serta memiliki banyak error atau kesalahan.

“Contohnya banyak sekali yang melaporkan jumlah positif Covid itu melampaui daripada jumlah murid-murid di sekolahnya,” kata Nadiem. 

Bantahan juga terlontar dari Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Menteri Budi mengatakan, kasus Covid-19 di sekolah yang menyelenggarakan PTM terbatas lebih sedikit.

"Jadi kalau banyak yang kemarin diskusi atau beredar hoaks bahwa klaster (Covid-19) demikian banyak, sebenarnya enggak demikian," ucap Budi. 

Budi menjelaskan, pihaknya telah melakukan pengawasan (surveilans) Covid-19 di beberapa sekolah di Jakarta dan Semarang. 

Ia mengatakan, pihaknya telah melakukan pengetesan Covid-19 pada 80-90 siswa, guru dan tenaga kependidikan. Hasilnya beragam ada yang positif dan negatif. 

"Contoh kalau SDN Rawasari itu 30 orang di-swab, positif Covid-19 cuma satu orang, itu pasti itu bukan klaster, misalnya di bawah itu di Duren Sawit SMP PGRI dari 266 orang dites, 21 positif itu kemungkinan besar klaster," ujar Budi.

Baca Juga: Menko Luhut Sebut Ada Pengetatan Penerimaan WNA dari Amerika dan Turki

Budi menambahkan, PTM terbatas di sekolah tak bisa selamanya ditunda karena pandemi. Ia menyebut hal itu akan menimbulkan kerugian jangka panjang. 

Sebab itu, Kemenkes akan melakukan surveilans tingkat lanjut untuk aktivitas tatap muka di sekolah. 

"Kita harus belajar hidup dengan ini, saya bicara dengan (Mendikbudristek) Nadiem. Ya ini normal, kita harus belajar hidup dan kita tangani. Jadi risk management-nya masih bagus, bukan kemudian kita takut menghindari karena kita pasti harus tetap belajar mengajar," kata Budi.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbud Ristek Jumeri mengatakan ada empat mispersepsi soal klaster Covid-19 di sekolah.

Pertama, data 2,8 persen yang dipublikasikan Kemendikbud Ristek bukan klaster Covid-19, tetapi jumlah sekolah yang melaporkan ada kasus Covid-19. 

“Itu adalah data yang menunjukkan satuan pendidikan yang melaporkan aplikasi kita, lewat laman kita, bahwa di sekolahnya ada warga yang tertular Covid-19,” beber Jumeri dalam acara Bincang Pendidikan virtual, Jumat (24/9/2021), dikutip dari Kompas.com

Menurut Jumeri, data 2,8 persen sekolah yang jadi klaster Covid-19 itu tidak hanya bersumber dari sekolah yang sudah menggelar pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas. 

Ia mengatakan, dari banyak sekolah hanya 46.580 responden sekolah yang mengisi survei Kemendikbud Ristek ada juga sekolah yang belum menggelar PTM terbatas. 

“Jadi ini kita punya banyak sekolah, yang melapor itu 46.580 baik dia melapor bahwa sudah PTM maupun melapor belum PTM,” ungkap Jumeri.

Baca Juga: Cegah Klaster Covid-19 di Sekolah, Pemkot Solo Gelar Tes Usap Antigen Masal 

Selanjutnya, Jumeri menekankan, jumlah tersebut adalah data sejak Juli 2020 hingga September 2021. 

“Jadi itu kira-kira masa 14 bulan dari perjalanan pembelajaran di Indonesia ini baik yang PTM maupun yang belum PTM,” kata Jumeri.

 

Penulis : Ahmad Zuhad Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV/Kompas.com


TERBARU