> >

Legislasi Bakamla Belum Ada, Anggota Komisi I DPR RI: China di Laut Natuna, Lagu Lama yang Berulang

Politik | 17 September 2021, 13:11 WIB
Anggota Komisi I DPR RI Bobby Adhityo Rizaldi menyatakan persoalan kapal China di Perairan Natuna Utara disebabkan belum adanya payung hukum yang mengatur kekuatan Badan Keamanan Laut (Bakamla). (Sumber: dpr.go.id)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Anggota Komisi I DPR RI Bobby Adhityo Rizaldi menyatakan persoalan kapal China di Perairan Natuna Utara disebabkan belum adanya payung hukum yang mengatur kekuatan Badan Keamanan Laut (Bakamla).

Bobby juga menyebut persoalan China di Laut Natuna Utara merupakan lagu lama yang terus berulang.

"Ini adalah lagu lama yang berulang-ulang, kita aja yang selalu terkaget-kaget karena problemnya ada di legislasi," kata Bobby dalam 'Dialog Sapa Indonesia Pagi Kompas TV', Jumat (17/9/2021).

Kader Partai Golkar ini juga menjelaskan persoalan China di Natuna Utara, Kepulauan Riau sudah sering terjadi sejak 2016.

Munculnya kapal perang China di Perairan Natuna Utara sebagai klaim sepihak atas nine dash line atau sembilan garis putus-putus.

China mengaku mengklaim perairan Natuna sebagai wilayah penangkapan ikan tradisional nelayan China.

Ini mengacu pada batas wilayah China sejak zaman Dinasti Ming.

Selain itu, dalam sengketa China negara negara-negara ASEAN, diputuskan dalam South China Sea Tribunal 2016 menyatakan bahwa Negeri Tirai Bambu itu juga tidak memiliki hak atas Laut China Selatan.

Bahkan, terkait sengketa laut dengan negara-negara ASEAN diputuskan hal yang sama.

Lebih lanjut, Bobby menerangkan seharusnya melalui legislasi, Bakamla dapat disahkan menjadi National Coast Guard atau Penjaga Pantai Nasional.

Baca Juga: Kepala Bakamla Tawarkan Konsep Nelayan Nasional Indonesia untuk Atasi Persoalan di Natuna Utara

Dalam hal ini secara khusus memiliki tugas melindungi keamanan ekonomi nasional di perbatasan Indonesia.

Artinya, kata Bobby jika selama ini China selalu menghadirkan National Coast Guard di laut lepas Indonesia, maka yang harusnya menghadapi adalah sama-sama National Coast Guard.

"Harusnya yang menghadapi National Coast Guard adalah National Coast Guard juga. Kita (Indonesia) punya Bakamla," terang Bobby.

Kendati demikian, lantaran belum ada legislasi khusus yang mengatur soal Bakamla sebagai National Coast Guard.

Maka yang terjadi, apabila ada persoalan serupa dan mengulang yang dilakukan Indonesia hanya mengirim KRI ke Natuna bukan menilang atau menindaklanjuti sesuai proses hukum.

"Bakamla ibaratnya Potlantas yang tidak bisa nilang. Kalo tidak bisa nilang bagaimana proses hukumnya, lagi-lagi TNI yang dikirim lagi dengan 5 kapal KRI ke Natuna. Ini kegagapan disebabkan tidak adanya legislasi mengenai siapa Coast Guard," cetusnya.

"Jika kemudian ditetapkan Bakamla, maka lengkapilah Bakamla. Lengkapilah formasinua, berikan kekuatan payung hukum yang lebih kuat lagi. Inilah sebagai solusi ke depan," pungkas Bobby.

Diketahui sebelumnya, Sekretaris Utama Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksda S Irawan menyampaikan empat poin peta jalan atau roadmap mengenai penguatan kelembagaan dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi I DPR, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (13/9).

Sementara itu, Kabag Humas dan Protokol Bakamla RI Kolonel Bakamla Wisnu Pramandita menjelaskan, empat poin roadmap tersebut meliputi aspek legislasi, kebijakan dan strategi, sarana dan prasarana serta kebutuhan anggaran Bakamla.

Baca Juga: Kapal Perang Canggih Buatan Indonesia-Inggris akan Memperkuat Pertahanan di Laut Natuna

"Bakamla saat ini tengah mendorong peranannya dalam menyinergikan patroli dan sistem informasi maritim sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan," ujar Wisnu, dalam keterangan tertulis, Selasa (14/9).

Untuk mewujudkannya, Bakamla menyusun roadmap pengembangan kekuatan dan kemampuan Bakamla sebagai acuan kebijakan dan strategi penguatan kelembagaannya.

"Sestama Bakamla juga mengungkapkan bahwa kondisi sarana prasarana Bakamla saat ini masih jauh dari ideal karena baru tersedia 10 kapal patroli," kata Wisnu.

Adapun 10 kapal patroli itu berbagai jenis yang dianggap belum mencukupi untuk mengamankan seluruh wilayah Indonesia.

Selain kapal patroli, Bakamla juga membutuhkan pengamatan udara seperti pesawat dan drone.

Wisnu menjelaskan, pengamatan udara ini dibutuhkan untuk melakukan identifikasi terhadap setiap kontak permukaan dalam rangka mengoptimalkan penggunaan kapal patroli.

Hal ini dibutuhkan untuk menerapkan strategi fleet in being atau armada siaga Bakamla dalam mengamankan wilayah prioritas yang telah ditentukan sebelumnya.

Baca Juga: Kapal Perang China Berkeliaran di Laut Natuna, Puan: Pemerintah Harus Layangkan Protes!

Salah satu wilayah yang menjadi prioritas pengamanan adalah laut Natuna Utara, Kepulauan Riau.

"Sebagaimana diketahui bahwa saat ini Indonesia masih memiliki overlapping claim ZEE dengan Vietnam sehingga kerap kapal-kapal ikan Vietnam memasuki wilayah klaim unilateral ZEEI," kata dia.

Penulis : Nurul Fitriana Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU