> >

Pelaku Pelecehan di KPI Tekan Korban, 5 Kasus Kekerasan Seksual oleh Pejabat Ini Juga Sulit Selesai

Peristiwa | 11 September 2021, 09:53 WIB
Ilustrasi perkosaan oleh pejabat publik (Sumber: Kompas.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Kasus pelecehan seksual dan perundungan di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) kembali mengingatkan masyarakat pada berbagai kasus kekerasan seksual oleh pejabat di lembaga negara dan institusi pendidikan.

Banyak di antara kasus-kasus itu berhenti di jalan dan pelaku tak mendapat hukuman. Bahkan, ada pula korban yang menerima hukuman, alih-alih mendapat keadilan.

Kasus-kasus sebelumnya menjadi pengingat bagi masyarakat yang masih mengawasi kasus pelecehan seksual di KPI.

Korban yang berinisial MS mengaku menerima tekanan dari para pelaku agar berdamai lewat ancaman pelaporan balik dengan pasal pencemaran nama baik dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Baca Juga: Dukung Penyintas Kekerasan Seksual, LPSK: RUU PKS Harus Lebih Komprehensif

Bahkan, Mehbob, ketua tim kuasa hukum MS, mengatakan ada komisioner KPI yang memfasilitasi pencabutan pelaporan kasus pelecehan seksual itu.

"Ditelpon oleh komisioner, ditunggu di KPI. Tiba-tiba tanpa adanya komisioner di sana, mungkin itu sudah skenario mereka, tiba-tiba sudah ada surat perdamaian. Dia disuruh tanda tangan," ujar Mehbob.

Mehbob mengatakan, surat perdamaian itu berisi permintaan agar korban menyatakan dirinya tidak mengalami pelecehan seksual. MS menolak surat perjanjian damai tersebut. 

Berikut kasus kekerasan seksual oleh pejabat di lembaga negara dan institusi publik:

1. Dirjen Pajak Jateng (2016)

Mantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Direktorat Jenderal Pajak Jateng II Surakarta Bambang Is Sutopo dilaporkan bawahannya yang berinisial WR atas dugaan pelecehan seksual.

Korban melaporkan pelecehan seksual itu dengan membawa alat bukti rekaman kejadian. Awalnya, pelaku hanya menerima mutasi internal.

Belakangan, pelaku hanya mendapat hukuman 4 bulan penjara pada 2016.

2. Kepala Sekolah SMA 7 Mataram (2017)

Seorang guru bernama Baiq Nuril Maknun menerima telepon dari kepala sekolahnya di SMA 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), bernama Haji Muslim.

Karena merasa apa yang diucapkan Muslim dalam panggilan telepon tersebut sebagai bentuk pelecehan seksual, Baiq pun merekamnya. Namun, Baiq justru menjadi korban kriminalisasi UU ITE.

Baca Juga: Elemen Kunci RUU PKS Dihilangkan Baleg, KOMPAKS: Ini Kemunduran Perlindungan Hak Korban

Penulis : Ahmad Zuhad Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV/Berbagai Sumber


TERBARU