> >

Polemik Pengecatan Pesawat Presiden, Wasekjen Demokrat: Durhaka Kalian pada Pak SBY

Politik | 5 Agustus 2021, 06:06 WIB
Cat pesawat kepresidenan berganti warna dari biru-putih menjadi merah-putih. (Sumber: Twitter: @Andiarief__)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat, Janson Sitindaon, turut menanggapi polemik soal pengecatan pesawat kepresidenan yang berganti warna dari biru putih menjadi merah putih.

Melalui cuitannya lewat akun @jansen_jsp, ia mengaku secara pribadi mempersilakan pemegang kekuasaan atau pemerintahan melakukan pengecatan pesawat presiden, bahkan di bagian roda sekalipun.

Baca Juga: Kasetpres Tegaskan Perawatan Pesawat Kepresidenan Sesuai Rekomendasi Pabrik

Namun tanpa menyebut nama, dia mengingatkan, bahwa ada orang-orang yang dahulu menolak ketika Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membeli pesawat yang saat ini baru dicat tersebut.

"Bagi saya pribadi terserah kalianlah mau ganti apapun, cat, ban dll. Krn kalian skrg yg pegang pemerintahan. Tapi satu yg tak boleh kalian lupa, kalian dulu adalah orang-orang yg menolak ketika pesawat presiden ini dibeli! Bahkan menyarankan dijual. Dan pak SBY diserang krn ini," tulis Jansen yang dikutip Kompas.tv pada Kamis (5/8/2021).

Menurut Jansen, pihak-pihak yang dahulu menolak, tapi kini menikmati menaiki pesawat tersebut, telah durhaka kepada SBY.

Sebab, lanjut Jansen, mereka telah menghujat SBY ketika itu. Padahal, SBY cuma memakai beberapa bulan saja pesawat tersebut.

Baca Juga: Butuh Dana Hingga Rp 2,1 M, Rencana Cat Ulang Pesawat Kepresidenan Tuai Kritik

Karena itu, Jansen menyarankan kepada mereka yang telah menghujat SBY pada masa lalu untuk meminta maaf, setidaknya di dalam hati.

“Bagi siapapun kalian yg dulu nolak beli pesawat ini dan skrg malah menikmati naik didalamnya, durhaka kalian ke pak SBY yg kalian hujat pdhl cuma makai bbrp kali. Jd tiap kalian naik pesawat ini minta maaflah dlm hati agar tidak sial," ujarnya.

Lebih lanjut, Jansen menyarankan agar pesawat tersebut dijual saja. Hal itu, kata dia, sebagaimana usul yang disampaikan mereka dahulu, yang saat ini menjadi bagian dari kekuasaan.

"Ketimbang ganti cat lebih baik kalian jual saja itu pesawat kepresiden sebagaimana usul ini," ucap Jansen sembari menyertakan link berita.

Baca Juga: Mardani Ali Sera: Mengecat Pesawat Kepresidenan di Tengah Pandemi Covid-19, Pemerintah Tidak Bijak

"Kebanyakan omong kalian skrg kulihat, padahal kalian yg menolak keras pesawat ini dibeli. Habis kalian kritik pak SBY pdhl cuma makai bbrp bulan. Malah kalian yg terus pakai sampai skrg!"

Sementara Anggota DPR RI Fraksi PDIP, Arteria Dahlan, meminta agar publik melihat sisi lain dari polemik pengecatan pesawat kepresidenan. 

Menurut dia, penggantian warna itu justru menunjukkan identitas diri Indonesia di kancah Internasional, karena merah putih merupakan warna bendera Indonesia. 

"Justru kalau mau kita jujur dan hadirkan perdebatan yang harusnya dipermasalahkan itu dulu jamannya Pak SBY, kok pesannya warnanya biru? Padahal memungkinkan untuk memesan warna merah putih. Tapi kami beradab dan berpikiran positif saja," kata Arteria, Rabu (4/8/2021).

Baca Juga: Pengamat Menilai Perubahan Cat Pesawat Bukan Prioritas dan Tak Terkait Keselamatan Penerbangan

Ia menyebut, berdasarkan laporan dari Menteri Sekretariat Negara Pratikno, pekerjaan ini sebenarnya sudah direncanakan pada 2019. Pengerjaan itu merupakan satu paket pengecatan dengan Heli Kepresidenan Super Puma yang lebih dulu dikerjakan. 

"Tentu saja anggaran untuk pengerjaan ini sudah dibahas dengan DPR, dan disetujui tahun 2019. Aneh saja kalau sekarang ada anggota DPR atau parpol di DPR yang mengkritiknya. Lah dulu saat dibahas, kenapa tak ditolak, bahkan mereka tidak ada mempermasalahkan sedikitpun kala itu?" ujar Arteria.

Arteria menjelaskan, yang harus dipahami bahwa pengerjaan pengecatan itu dilakukan oleh kontraktor yang dibayar pemerintah.

Kemudian, mereka ini memperkerjakan warga negara Indonesia juga. Artinya, negara justru menggerakkan perekonomian rakyat lewat pekerjaan pengecatan pesawat itu.

Baca Juga: Polemik Pengecatan Pesawat Presiden, Arteria Dahlan: Harusnya yang Dipermasalahkan Zaman Pak SBY

"Anggaran negara itu merupakan satu cara untuk menggerakkan perekonomian. Justru di saat pandemi dimana perekonomian susah, sangat baik ketika negara menggerakkan ekonomi masyarakat lewat anggaran yang riil begini," kata Arteria.

Adapun Direktur Centre Eksekutif Centre for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, mengkritik langkah pemerintah yang mengecat pesawat kepresidenan di tengah pandemi dan bahkan saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). 

"Uang sebanyak 2 miliar untuk pengecatan pesawat kepresidenan, hanya ingin mempertontonkan kebijakan pemerintah tidak pro rakyat yang sedang susah karena peraturan PPKM," kata Uchok kepada KOMPAS TV, Rabu (4/8/2021).

Dalam kebijakan PPKM yang sudah berjalan selama sebulan, kata Uchok, masyarakat disuruh tetap di rumah dengan berbagai kondisi yang tak menentu. Namun, pemerintah justru menghamburkan uang  hanya untuk mengubah warna pesawat presiden.

Baca Juga: Polemik Ganti Cat Pesawat Kepresidenan, Helikopter Super Puma Lebih Dulu Dicat menjadi Merah Putih

"Itu duit sebesar Rp2 miliar, dan diberikan kepada rakyat yang kena PPKM sebesar Rp.300.000 per rumah tangga, maka pemerintah bisa menyelamatkan sebanyak 6.666 keluarga," ucap Uchok.

"Bila langkah itu dilakukan oleh pemerintah maka betapa mulia pemerintah Jokowi, bisa memberikan sembako sebanyak itu."

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU