> >

KPK Sarankan Kemenkes Batalkan Program Vaksinasi Berbayar, Ini Alasannya

Peristiwa | 13 Juli 2021, 18:54 WIB
Ketua KPK Firli Bahuri (Sumber: YouTube KPK)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyarankan agar Kementerian Kesehatan membatalkan rencana vaksin gotong royong berbayar bagi individu.

Ketua KPK Firli Bahuri menilai penjualan vaksin gotong royong ke individu melalui BUMN PT Kimia Farma, Tbk memiliki risiko tinggi meski sudah dilengkapi dengan Permenkes.

Risiko yang dimaksud, mulai dari sisi medis, kontrol vaksin yang akan membuat reseller atau pengecer bisa bermunculan, efektivitas rendah, hingga jangkauan PT Kimia Farma yang terbatas.

Baca Juga: Vaksin Berbayar Ditunda, Ini Kata Erick Thohir Mulai dari Syarat Hingga Asal Dana Pembelian Vaksin

“KPK tidak mendukung pola vaksin gotong royong melalui Kimia Farma karena efektivitasnya rendah sementara tata kelolanya berisiko,” ujar Firli saat dihubungi KOMPAS TV, Selasa (13/7/2021).

Firli menambahkan, KPK lebih merekomendasi perluasan penggunaan vaksin gotong royong ke individu dengan tata kelola transparansi logistik dan distribusi vaksin yang lebih besar.

Yakni, pertama hanya menggunakan vaksin gotong royong dengan arti tidak boleh menggunakan vaksin hibah baik bilateral maupun skema COVAX.

Hal ini dapat dilakukan dengan dibukanya transparansi data alokasi dan penggunaan vaksin gotong royong. Semisal menggunakan data by name, by address, dan badan usaha.

Baca Juga: Pelaksanaan Vaksin Berbayar Harus Hindari Praktik Permainan Mafia Alat Kesehatan

Kemudian pelaksanaan hanya melalui lembaga atau institusi yang menjangkau kabupaten/kota. Seperti rumah sakit swasta se-Indonesia atau kantor pelayanan pajak.

Menurut Firli, kantor pelayanan pajak memiliki database wajib pajak yang mampu secara ekonomis, atau lembaga lain selain retail seperti Kimia Farma.

Selanjutnya perbaikan logistik vaksin untuk mencegah vaksin mendekati kedaluwarsa dan distribusi lebih merata.

Baca Juga: Kronologi Munculnya Program Vaksinasi Berbayar, Berawal dari Gagasan Ini

Kedua, sesuai Perpres Nomor 99 tahun 2020, Menkes diperintahkan untuk menentukan jumlah, jenis, harga vaksin, serta mekanisme vaksinasi.

Ketiga, perlu dibangun sistem perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan minitoring pelaksanaan vaksin gotong royong secara transparan, akuntabel.

“Dan pastikan tidak ada terjadi praktik fraud. Jangan ada niat jahat untuk melakukan korupsi,” ujar Firli.

Keempat data menjadi kata kunci, untuk itu Kemenkes harus menyiapkan data calon peserta vaksin gotong royong sebelum dilakukan vaksinasi.

Baca Juga: Erick Thohir: Tidak Mungkin Vaksin Sumbangan Dikomersialisasikan

“KPK mendorong transparansi logistik dan distribusi vaksin yang lebih besar. Sebelum pelaksanaan vaksin mandiri, Kemenkes harus memiliki data peserta vaksin dengan berbasis data karyawan yang akuntabel dari badan usaha, swasta, instansi, lembaga organisasi pengusaha atau asosiasi,” ujar Firli.

Sebelumnya PT Kimia Farma, Tbk sebagai pihak penyedia vaksin gotong royong menunda program vaksin berbayar bagi individu.

Program vaksin berbayar ini yang sejatinya berjalan pada Senin (12/7/2021).

Berdasarkan rencana awal, jenis vaksin Covid-19 yang digunakan untuk vaksinasi berbayar sama seperti vaksin gotong-royong perusahaan, yaitu Sinopharm.

Baca Juga: Indonesia Kembali Terima 1,4 Juta Vaksin Sinopharm untuk Vaksinasi Gotong Royong

Harga beli vaksin dalam program vaksinasi gotong royong individu ini sebesar Rp321.660 untuk satu dosis.

Peserta vaksinasi juga akan dibebankan tarif pelayanan vaksinasi sebesar Rp117.910 per dosis Dengan demikian, setiap satu dosis penyuntikan vaksin peserta harus mengeluarkan Rp439.570.

Total pembayaran untuk satu orang dengan dua kali dosis vaksin yakni sebesar Rp879.140.

Penulis : Johannes Mangihot Editor : Fadhilah

Sumber : Kompas TV


TERBARU