> >

Menyusul PPKM Darurat, Wamenag Imbau Tokoh Agama Sosialisasikan Fikih Pandemi

Agama | 5 Juli 2021, 16:40 WIB
Wakil Menteri Agama RI, Zainut Tauhid (Sumber: Kompas.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa'adi mengimbau para tokoh dan pemuka agama untuk aktif dalam menyosialisasikan fikih pademi atau kaidah-kaidah ibadah selama pandemi Covid-19.

"Saya mengimbau kepada para ulama, kyai, dan tokoh agama untuk ikut menyosialisasikan fikih pandemi agar masyarakat dapat menjadikan pedoman dalam melaksanakan ibadan di masa pandemi," jelas Zainut melalui keterangan tertulisnya, Senin (5/7/2021).

Ia berharap para tokoh agama berada pada garda terdepan dalam menumbuhkan kesadaran umat untuk secara disiplin mematuhi protokol kesehatan sebagai ikhtiar bersama dalam memutus rantai penyebaran Covid-19.

Baca Juga: Rabu, Asrama Haji Pondok Gede Akan Difungsikan Jadi Rumah Sakit Darurat Covid-19

Imbauan Wamenag tersebut menyusul kebijakan pemerintah yang telah menetapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Pulau Jawa dan Bali pada 3 - 20 Juli 2021. 

Melalui kebijakan tersebut, seluruh kegiatan peribadatan di rumah ibadah semua agama yang berada di wilayah PPKM Darurat, ditiadakan sementara. Pusat perbelanjaan dan pusat perdagangan juga ditutup.

"PPKM Darurat, karena kondisi pandemi Covid 19 yang meningkat, semata untuk menjaga keselamatan jiwa, baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Dalam kondisi semacam ini, umat diajak untuk sementara beribadah di rumahnya masing-masing," terang Wamenag.

Bagi Zainut, penutupan pusat perbelanjaan juga rumah ibadah dalam kebijakan PPKM Darurat tersebut dilakukan dalam rangka menekan penyebaran Covid-19 dan bagian dari ikhtiar menjaga keselamatan jiwa.

Menjaga keselamatan jiwa (hifdzu an-nafs), lanjut dia, merupakan salah satu kewajiban agama yang paling utama. Ia juga erat kaitannya dengan jihad menjamin atas hak hidup manusia seluruhnya, tanpa terkecuali.

Agama mengajarkan untuk memelihara kehidupan seorang manusia. Barang siapa melakukan itu, tambah Zainut, dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.

Lebih lanjut, Zainut mengatakan bahwa dalam kondisi pandemi yang terjadi saat ini, hifdzu an-nafsi menjadi pertimbangan paling utama dalam penetapan fatwa dibanding kewajiban agama lainnya seperti, seperti hifdzu ad-din (menjaga agama), hifdzu al-mal (menjaga harta), hifdzu al-‘aql (menjaga akal), dan hifdzu an-nasl (menjaga keturunan).

Karena menjaga keselamatan jiwa belum ada alternatif penggantinya. Sedangkan hifdzu ad-din menjadi urutan berikutnya, karena ada rukhshah (keringanan tertentu). 

"Saya kira rukhshah menjadi pijakan dari ijtihad para ulama dalam menetapkan fatwa baru, fikih pandemi, sebagai panduan umat Islam dalam melaksanakan ibadah di tengah pendemi ini, baik untuk tenaga medis, para penderita, ataupun umat Islam pada umumnya," tuturnya.

Baca Juga: Sikapi Lonjakan Kasus Covid-19, Menag Ingin Asrama Haji Dioptimalkan sebagai Tempat Isolasi Mandiri

Untuk diketahui, Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang melalui kajian fikih telah menerbitkan beberapa fatwa, diantaranya, fatwa MUI No 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah di Saat Pandemi Covid-19.

Kemudian fatwa No 17 Tahun 2020 tentang Pedoman Kaifiat Shalat Bagi Tenaga Kesehatan Yang Menggunakan APD Saat Merawat dan Menangani Pasien Covid-19, serta yang terbaru No 28 Tahun 2020 tentang Panduan Kaifiat Takbir dan Shalat Idul Fitri/Adha Saat Pandemi Covid-19.

Penulis : Hedi Basri Editor : Fadhilah

Sumber : Kompas TV


TERBARU