> >

Soal Pasal Penghinaan Presiden, Menkumham: Sebagai Masyarakat yang Beradab, Ada Batas-Batasnya

Hukum | 9 Juni 2021, 16:23 WIB

 

Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly pada saat pembukaan penyelenggaraan swab test tahap II di Lobby Garaha Pengayoman Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Kamis (26/11/2020). (Sumber: Humas Kemenkumham RI)

JAKARTA, KOMPAS TV - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly angkat bicara ihwal isu penerapan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden yang kembali muncul dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). 

Ia mendukung kembali dihidupkannya pasal tersebut, karena sebagai masyarakat Indonesia yang beradab tentu ada batas-batasnya ketika melontarkan kritik. Meski begitu, dirinya meyakini pasal tersebut berbeda dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa waktu lalu. 

"Saya kira kita harus ada batas-batas yang harus kita jaga sebagai masyarakat Indonesia yang beradab," kata Yasonna saat rapat kerja bersama Komisi III DPR RI, Rabu (9/6/2021). 

Dia menjelaskan, pasal yang akan diterapkan berbeda dengan yang dahulu, yakni berupa delik aduan. Selain itu, pasal yang akan dikenakan terhadap penghina Kepala Negara tersebut bila yang bersangkutan sudah menyerang pribadi, bukan lagi mengkritik sebagai pejabat publik.

Baca Juga: RKUHP Pasal Penghinaan Presiden dan Wakil Presiden Berpotensi "Tabrak" Putusan MK

"Sekarang bedanya dia menjadi delik aduan. Kalau kita biarkan, masa kalau saya dihina orang, punya hak secara hukum untuk harkat dan martabat, bukan sebagai pejabat publik. Saya selalu katakan, kalau saya dikritik, menkumham gak becus, lapas imigrasi, thats fine with me," kata Yasonna. 

Menurut dia, bila itu dibiarkan dan tidak masuk ke ranah pidana, demokrasi yang sedang dianut Indonesia akan semakin kebablasan.

"Soal penghinaan presiden, saya kira sudah dalam kita bicarakan, saya kira kita menjadi sangat liberal kalau kita biarkan. Di Thailand lebih parah, jangan coba-coba menghina raja itu urusannya berat, bahkan di Jepang dan beberapa negara hal yang lumrah," ujarnya. 

Sebagai informasi, penghinaan presiden dan wakil presiden melalui media sosial akan dijatuhi hukuman penjara 4 tahun 6 bulan. Jika penghinaan terhadap martabat presiden dan wakil presiden, hukuman pidana maksimalnya 3,5 tahun penjara.

Penulis : Fadel Prayoga Editor : Purwanto

Sumber : Kompas TV


TERBARU