> >

Sejarah THR, Jasa Demo Buruh untuk Pekerja Swasta

Sosial | 30 April 2021, 16:30 WIB
Massa peserta aksi peringatan Hari Buruh Internasional 2019. Demo buruh menghasilkan THR bagi pekerja swasta yang kini menjadi norma umum. (Sumber: Kompas.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pemerintah lewat Kementerian Ketenagakerjaan menghimbau pengusaha wajib membayar THR paling lambat tujuh hari sebelum Hari Raya Idul Fitri 2021.

THR adalah aturan ketenagakerjaan yang khas ada di Indonesia saja. Baik pegawai negeri sipil (PNS) sampai pekerja swasta berhak menerima tunjangan menjelang lebaran Idul Fitri.

Umumnya, pekerja yang telah bekerja sebulan penuh atau lebih bakal mendapat uang THR. Kewajiban THR ini juga berlaku bagi pekerja kontrak dan outsourcing.

Baca Juga: May Day, 50.000 Buruh akan Demonstrasi 1 Mei Sampaikan 2 Tuntutan

Akan tetapi, aturan THR ini tak selalu seperti itu. Melansir Tirto.id, THR awalnya adalah pemberian sukarela bagi pekerja.

Orang yang memperkenalkan kewajiban THR adalah Soekiman Wirjosandjojo, Perdana Menteri Indonesia ke-6. 

Soekiman berasal dari Partai Masyumi. Kebijakan THR ini adalah bagian dari beberapa program kesejahteraan bagi PNS. Tujuannya, agar PNS mendukung kebijakan pemerintah.

Saat itu, THR ini berbentuk persekot atau pinjaman di muka. PNS harus mengembalikan uang THR itu dengan pemotongan gaji.

Pemerintah juga memberikan paket sembako bagi PNS. Namun, kaum buruh memprotes kebijakan itu. Sejarawan Bonnie Triyana menulis di Historia, buruh melakukan aksi mogok pada 13 Februari 1952.

Saat itu, pemerintah masih mengabaikan suara buruh. Akan tetapi, Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) terus berjuang meminta buruh mendapat THR sebesar satu bulan gaji.

Baca Juga: Survei IDEAS: Buruh Pabrik Profesi Paling Terdampak Covid-19, Disusul Sopir dan Penjaga Toko

Kemudian, kabinet Ali Sastroamidjojo, Perdana Menteri Indonesia ke-8 mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1954 tentang Pemberian Persekot Hari Raja kepada Pegawai Negeri.

Sementara, buruh gencar menuntut pemerintah. Karena tekanan itu, Menteri Perburuhan S.M. Abidin mengeluarkan Surat Edaran nomor 3676/54 mengenai “Hadiah Lebaran”.

Pemerintah juga mengeluarkan surat-surat edaran serupa pada rentang 1955-1958. Akan tetapi, karena hanya berupa imbauan, surat edaran ini belum memberi jaminan THR bagi buruh. 

Para buruh, utamanya SOBSI terus menuntut pemerintah. Suara buruh justru baru didengar ketika Soekarno menerapkan “Demokrasi Terpimpin”.

Menteri Perburuhan Ahem Erningpraja di bawah Presiden Soekarno mengeluarkan Peraturan Menteri Perburuhan nomor 1/1961.

Melansir Kompas.com, pemerintah Orde Baru mengeluarkan aturan baru yang memperjelas besaran dan skema THR. 

Baca Juga: Jelang May Day, Menaker Ida Fauziyah Minta Buruh Tetap Taati Protokol Kesehatan

Pemerintah mengeluarkan Permenaker nomor 4 tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi pekerja swasta di perusahaan.

Belakangan, pemerintah kembali merevisi aturan THR pada 2016. Permenaker nomor 6 tahun 2016 mewajibkan perusahaan memberi THR bagi pekerja yang telah bekerja minimal satu bulan.

Berkat perjuangan panjang demonstrasi buruh tersebut, kini THR bagi pekerja swasta telah jadi norma umum di masyarakat. 

Penulis : Ahmad Zuhad Editor : Eddward-S-Kennedy

Sumber : Kompas TV


TERBARU