> >

Diisukan Maju Pilgub Jakarta, Refly Harun: Gibran Lebih Untung Maju sebagai Cagub Jawa Tengah

Politik | 16 Februari 2021, 15:23 WIB
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo saat ditemui Gibran Rakabuming Raka di rumah dinas Puri Gedeh Semarang, Rabu (14/5/2020). (Sumber: KOMPAS.com/pemprov jateng)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Nama Wali Kota Solo terpilih Gibran Rakabuming Raka diisukan bakal maju dalam pertarungan Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jakarta.

Namun, Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun punya pendapat lain soal peluang Gibran.

Refly menilai, akan lebih untung apabila Gibran maju sebagai calon Gubernur Jawa Tengah (Jateng) dibanding maju sebagai Cagub DKI Jakarta. 

Sebab, untuk maju sebagai di Pilkada Jawa Tengah, Gibran yang saat ini tinggal menunggu pelantikan tidak perlu mundur sebagai Wali Kota Solo. 

Baca Juga: Dari Gibran, Risma, AHY, Raffi Ahmad dan Petahana Anies Baswedan, Ramai Muncul di Pilgub Jakarta...

Hal ini berbeda apabila Gibran maju di Pilkada DKI Jakarta, ada ketentuan Gibran harus mundur dari jabatan Wali Kota apabila nantinya kalah. 

"Kalau Gibran maju sebagai calon gubernur Jawa Tengah, berdasar ketentuan peraturan perundang-undangan, dia tidak perlu mundur sebagai Wali Kota Solo kalau dia kalah. Beda kalau dia bertanding di Pilkada DKI. Kalau dia kalah maka dia harus mundur," papar Refly dalam tayangan akun YouTubenya, Minggu (14/2/2021).

Sebagaimana diketahui, Pilkada Jateng bakal diisi sosok gubernur baru mengingat Gubernur saat ini, Ganjar Pranowo tidak bisa maju lagi karena sudah dua periode. 

Jokowi pun, kata dia, juga akan berpikir realistis untuk untuk tidak memaksakan Gibran untuk bertarung di level atas mengingat usia dan kematangan politiknya. 

Baca Juga: Gibran Bakal Tantang Anies di Pilgub Jakarta, Wali Kota Solo: Hak Seseorang Menentukan Sikap Politik

Soal Gibran dinilai akan ikut maju dalam pertarungan Pilgub Jakarta seperti yang disampaikan Wasekjen Partai Demokrat, Irwan (11/2/2021).

Apalagi kata Irwan, saat ini revisi UU Pemilu juga dihentikan.

"Apakah ada faktor baru yang membuat pemerintah merubah kebijakan politik pilkada dengan menundanya ke tahun 2024? Mungkinkah keputusan ini dilatari oleh kemungkinan Presiden Jokowi mempersiapkan keberangkatan Gibran dari Solo ke Jakarta? Karena dirasa terlalu cepat jika Gibran berangkat ke Jakarta tahun 2022," kata Wasekjen Partai Demokrat, Irwan.

Baca Juga: Demokrat Duga Jokowi Siapkan Gibran untuk Pilkada DKI, Ini Jawaban PDIP

Terkait hal itu, Refly Harun mengatakan, tudingan yang dilontarkan Partai Demokrat terkait penghentian revisi RUU Pemilu bisa iya bisa juga tidak. 

Secara pribadi, Refly mengaku kurang setuju dengan penilaian tersebut. 

Meski dugaan itu masuk akal karena terbuka peluang bagi Gibran untuk maju di Pilkada DKI Jakarta pada 2024.

"Sangat mungkin Gibran didorong maju Pilkada DKI 1 dengan harapan Anies Baswedan sudah kehilangan taji karena menganggur selama dua tahun," tambah Refly. 

Baca Juga: Kalau Anies dan Gibran Maju Pilkada Jakarta PKB Akan Siapkan Raffi Ahmad Serta Agnes Mo

"Karena saya bayangkan pilkadanya barangkali akan dilaksanakan sebelum Jokowi berakhir. Jadi sebelum 20 Oktober. Maka ada peluang Gibran untuk dicalonkan. Masuk akal spekulasi itu," kata dia. 

Namun Refly melihat dihentikannya revisi UU Pemilu, bukan pada peluang Gibran.

Justru penghentian revisi UU Pemilu karena oligarkhi di sekitar Presiden Jokowi yang tidak menginginkan perubahan ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold (PT) sebesar 20 persen.

"Dengan tidak dibahasnya revisi UU Pemilu ini tertutup peluang untuk mempermasalahkan Presidential Threshold. Itu soalnya menurut saya," ujar dia. 

Baca Juga: Sudah Mantap Pimpin Solo, Gibran akan Jalankan Program Andalan Hasil Kombinasi FX Rudy

Menurut Refly, dengan tetap berlakunya PT di UU Pemilu, pada Pilpres 2024 nanti akan terjadi lagi koalisi Istana melawan koalisi non Istana seperti pada Pemiu sebelumnya. 

Koalisi non Istana dimungkinkan justru bakal dipimpin oleh Partai NasDem yang saat ini jadi partai pemerintah.

"Karena kalau PT dipertahankan, akan terjadi lagi koalisi istana melawan koalisi non istana. Hanya bedanya sebagaimana pernah saya katakan, koalisi istana itu bisa saja plus PAN. Kalau plus PAN, koalisi non istana bisa saja tidak bisa ajukan capres karena kurang dari 20 persen. Karena syarat ajukan capres harus 20 persen," papar dia.

Baca Juga: Resmi Jadi Wali Kota Solo Terpilih, Gibran Rakabuming Berikan Bocoran Prioritas Kerja

Jika ini yang terjadi, lanjut dia, nantinya harus ada satu partai yang keluar istana untuk menggandeng koalisi luar istana.

"Calon potensial adalah Nasdem. Tapi keluarnya Nasdem bukan sebagai pengekor, tetapi sebagai pemimpin. Bisa jadi PAN di luar koalisi Istana karea melihat peluang bakal menang," tandas Refly. 

Penulis : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU