> >

Jokowi di Tengah Pandemi Covid-19 dan Ancaman Resesi

Catatan jurnalis | 13 Juli 2020, 18:12 WIB
Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat meninjau lumbung pangan nasional baru di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, Kamis (9/7/2020). (Sumber: Biro Pers Sekretariat Presiden)

Oleh: Mustakim

Presiden Joko Widodo (Jokowi) kini tengah menghadapi masalah pelik dan dilema. Pertama, ia dihadapkan oleh kasus virus Corona. Kedua, Indonesia terancam terjerembab ke jurang resesi. Keduanya pun sama-sama mengancam nyawa manusia.

Pasalnya, sejak pertama kali muncul di Wuhan, China, virus Corona menjadi pandemi yang belum bisa diatasi hingga kini.

Virus mematikan ini menyebar ke hampir seluruh benua. Di Indonesia, sejak diumumkan pemerintah pada awal Maret lalu, virus Corona terus menggila dan menyebar hampir ke seluruh nusantara.

Baca Juga: Kasus Corona Meningkat, Jokowi Minta Prioritaskan 8 Provinsi Ini

Meruyaknya pandemi ini berdampak pada segala lini, termasuk ekonomi. Roda ekonomi nyaris terhenti karena pandemi.

Pemerintah memprediksi, pandemi akan membuat pertumbuhan ekonomi kuartal II 2020 minus hingga 3,8 persen. Jika pertumbuhan minus itu berlanjut ke kuartal III 2020, Indonesia berpotensi masuk ke jurang resesi.

Ancaman Resesi

Pertumbuhan ekonomi selama ini menjadi indikator utama dalam mengukur perkembangan dan kemajuan suatu negara.

Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Beberapa variabel tersebut berupa faktor eksternal yang berada di luar kendali, seperti gejolak ekonomi global, mekanisme pasar, hingga terjadinya wabah.

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi diwakili oleh peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB). Sebagian kalangan menyebut, negara bisa dikatakan mengalami resesi ketika pertumbuhan PDB sudah negatif dalam dua kuartal berturut-turut atau lebih.

Menurut sejumlah literatur, resesi dimaknai sebagai menurunnya kegiatan ekonomi secara signifikan yang terjadi terus menerus selama beberapa bulan.

Baca Juga: Menafsir Rumor Pergantian Menteri Jokowi

Ada sejumlah indikator yang bisa digunakan untuk mendeteksi, di antaranya penurunan PDB, merosotnya pendapatan riil, bertambahnya pengangguran, lesunya penjualan retail, dan terpuruknya industri manufaktur.

Resesi pun akan berdampak dan menimbulkan efek domino. Ketika investasi anjlok karena resesi, lapangan pekerjaan dapat berkurang.  Hal ini akan menyebabkan tingginya angka pengangguran. Sementara, produksi barang dan jasa akan merosot sehingga menurunkan PDB.

Jika tak segera diatasi, efek domino resesi akan menyebar ke berbagai sektor seperti macetnya kredit perbankan hingga inflasi yang sulit dikendalikan atau sebaliknya, terjadi deflasi.

Di sisi lain, Dana Moneter Internasional (IMF) juga memprediksi, resesi ekonomi global pada tahun ini akan lebih dalam dibandingkan prediksi sebelumnya.

IMF meramal ekonomi global akan terkontraksi hingga 4,9%, lebih buruk dibandingkan ramalan April yang minus 3%.

Proyeksi ini disebut kemerosotan ekonomi terburuk sejak "The Great Depression" (Depresi Besar) yang melanda dunia tahun 1929 dan krisis finansial global 2008-2009 yang saat itu ekonomi tumbuh minus 0,1%.

Baca Juga: Update Corona 13 Juli: 76.981 Positif, 36.689 Sembuh, 3.656 Meninggal

Pemerintah sebenarnya sudah melakukan sejumlah upaya guna mengatasi dan mengantisipasi terjadinya resesi mulai dari pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga menggelontorkan dana besar untuk program pemulihan ekonomi nasional (PEN).

Namun sejauh ini, sejumlah upaya tersebut belum menampakkan hasil yang signifikan.  

Sejumlah kalangan pesimis, daya dan upaya yang dilakukan pemerintah tak akan berhasil mengatasi terjadinya resesi. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi pada kuartal II diprediksi akan lebih buruk dari perkiraan awal dan hal itu akan berlanjut di kuartal III.

Di sisi lain, masyarakat masih menahan konsumsi akibat efek pandemi. Konsumsi juga menurun karena lonjakan PHK karyawan yang masih terus terjadi. Imbasnya, ekonomi akan tergerus lagi.

Pandemi (Masih) Menghantui

Hingga saat ini pandemi belum bisa diatasi. Di Indonesia, angka kasus Covid-19 juga masih tinggi. Bahkan angkanya terus naik signifikan pasca-kebijakan new normal yang diterapkan pemerintah. Pelonggaran PSBB dituding menjadi penyebab naiknya angka kasus Covid-19 di Indonesia.

Baca Juga: [FULL] Arahan Jokowi Terkait Meningkatnya Kasus Corona di Indonesia

Berdasarkan data pemerintah hingga Senin (13/7/2020) pukul 12.00 WIB, diketahui ada 1.282 kasus baru Covid-19 dalam 24 jam terakhir.

Penambahan itu menyebabkan saat ini secara akumulasi ada 76.981 kasus Covid-19 di Indonesia, terhitung sejak kasus pertama diumumkan pemerintah pada 2 Maret 2020.

Melihat kondisi ini, pemerintah harus tegas dalam menentukan prioritas, menyelesaikan pandemi atau membenahi ekonomi.

Pasalnya, pemerintah tidak bisa menyelamatkan keduanya secara bersamaan. Harus ada yang diprioritaskan dan dikorbankan. Idealnya, pemerintah fokus dulu menangani pandemi. Setelah itu, baru membenahi ekonomi.

Pemerintah perlu menimbang kembali kebijakan new normal yang diterapkan karena penularan virus corona justru semakin tinggi di masa ini.

Baca Juga: Kasus Corona Meningkat, Presiden Jokowi: Tolong Betul-betul Jadi Perhatian

Bila tren penularan virus corona tak kunjung turun, jangan berharap ekonomi akan bangkit kembali.

Pasalnya, masyarakat akan membatasi diri. Industri juga takut beroperasi kembali dan investor enggan menanamkan dananya di negeri ini.

#Corona #Covid19 #Jokowi

Penulis : Desy-Hartini

Sumber : Kompas TV


TERBARU