> >

Kartu Prakerja, Sarat Kritik dan Tak Efektif

Catatan jurnalis | 22 Juni 2020, 14:59 WIB
Ilustrasi Program Kartu Pra Kerja (Sumber: Tangkap layar prakerja.go.id)

Oleh: Mustakim, Jurnalis Kompas Tv 

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan ada sejumlah masalah dalam program Kartu Prakerja. Pemerintah diminta menunda, mengevaluasi dan memperbaiki program yang baru berjalan beberapa bulan ini.

Kartu Prakerja merupakan program yang disodorkan Presiden Joko Widodo dalam kampanye pemilu presiden 2019 lalu. Awalnya, program ini dimaksudkan untuk membantu orang-orang yang belum bekerja, bukan pekerja yang terdampak virus corona. Namun skenario berubah. Indonesia ikut terpapar virus corona. Pandemi menghantam banyak sektor, termasuk ekonomi. Banyak perusahaan yang merumahkan atau melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karena dampak corona. Akibatnya banyak pekerja kehilangan pekerjaan. Kondisi ini memaksa pemerintah turun tangan. Kartu Prakerja pun menjadi pilihan.

11 April lalu program Kartu Prakerja diluncurkan. Namun, program yang diniatkan untuk menyokong dan menolong orang-orang yang kesusahan karena kehilangan pekerjaan akibat pandemi ini terus menjadi sorotan. Tak hanya dikritik publik, KPK menilai program ini sarat konflik kepentingan dan rawan diselewengkan.

Sarat Konflik Kepentingan

KPK menyatakan ada sejumlah persoalan pada program Kartu Prakerja. Hal itu disampaikan setelah lembaga pimpinan Firli Bahuri melakukan kajian program yang banyak menyedot perhatian publik ini. KPK menyoroti empat hal terkait program ini. Pertama, soal pendaftaran. Menurut data Kementerian Ketenagakerjaan dan BPJS Ketenagakerjaan ada 1,7 juta pekerja terdampak (whitelist). Namun, hanya sebagian kecil dari ‘whitelist’ tersebut yang mendaftar secara daring, yakni hanya 143.000 orang. Padahal ada 9,4 juta orang yang mendaftar selama tiga gelombang.

Penggunaan anggaran sebesar Rp 30,8 miliar untuk fitur recognition guna pengenalan peserta juga dinilai tidak efisien. Kemitraan dengan platform digital dinilai rentan penyelewengan karena dilakukan tanpa melalui mekanisme Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Tak hanya itu. KPK juga menemukan terdapat konflik kepentingan pada lima platform digital dengan lembaga penyedia pelatihan.

Selain itu, KPK menilai kurasi materi pelatihan tidak dilakukan dengan kompetensi yang memadai. KPK juga menemukan pelatihan yang sebenarnya telah tersedia melalui jejaring internet dan tidak berbayar. Terakhir, KPK menilai metode pelaksanaan program pelatihan secara daring berpotensi fiktif, tidak efektif, dan dapat merugikan keuangan negara.

Terganjal’ Sejak Awal 

Hasil kajian KPK tersebut pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan yang selama ini menjadi kritik publik. Sejak pertama kali diluncurkan, program ini memang tak pernah sepi dari kritik. Sejumlah kalangan menilai, program Kartu Prakerja hanya menghambur-hamburkan anggaran karena tak sesuai kebutuhan. Karena, di masa pandemi rakyat lebih membutuhkan makanan dibanding pelatihan.

Penulis : Zaki-Amrullah

Sumber : Kompas TV


TERBARU