> >

WHO Segera Ganti Nama Penyakit Cacar Monyet, Hindari Stigma dan Prasangka Rasial

Kompas dunia | 15 Juni 2022, 00:49 WIB
Organisasi Kesehatan Dunia WHO hari Selasa, (14/6/2022) secara resmi akan mengganti nama penyakit cacar monyet, mengingat kekhawatiran tentang stigma dan rasisme seputar virus yang telah menginfeksi lebih dari 1.600 orang di lebih dari dua lusin negara (Sumber: Straits Times)

LONDON, KOMPAS.TV - Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, secara resmi akan mengganti nama penyakit cacar monyet.

Hal ini dilakukan mengingat kekhawatiran tentang stigma dan rasisme seputar virus yang telah menginfeksi lebih dari 1.600 orang di lebih dari dua lusin negara.

Seperti laporan Bloomberg, Selasa (14/6/2022), Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengumumkan WHO sedang bekerja dengan mitra dan ahli dari seluruh dunia untuk mengubah nama virus monkeypox, clades-nya, dan penyakit yang disebabkannya.

Dia mengatakan, WHO akan membuat pengumuman tentang nama-nama baru sesegera mungkin.

Lebih dari 30 ilmuwan internasional mengatakan pekan lalu label cacar monyet diskriminatif dan menstigmatisasi, sehingga ada kebutuhan mendesak untuk mengganti namanya.

"Nama saat ini tidak sesuai dengan pedoman WHO yang memberi rekomendasi untuk menghindari wilayah geografis dan nama hewan," kata seorang juru bicara.

Usulan tersebut menggemakan kontroversi serupa yang muncul saat WHO bergerak cepat untuk mengganti nama SARS-CoV-2 setelah orang-orang di seluruh dunia menyebutnya sebagai virus China atau Wuhan tanpa adanya penunjukan resmi.

Baca Juga: Inggris Raya Catat 104 Kasus Cacar Monyet Baru, 99% Ditemukan pada Pria

WHO hari Selasa, (14/6/2022) secara resmi akan mengganti nama penyakit cacar monyet, mengingat kekhawatiran tentang stigma dan rasisme seputar virus yang telah menginfeksi lebih dari 1.600 orang di lebih dari dua lusin negara. (Sumber: Straits Times)

Sumber hewan cacar monyet yang sebenarnya, yang telah ditemukan di berbagai mamalia, masih belum diketahui.

"Dalam konteks wabah global saat ini, referensi lanjutan dan nomenklatur virus ini identik dengan Afrika tidak hanya tidak akurat tetapi juga diskriminatif dan menstigmatisasi," kata kelompok ilmuwan itu dalam sebuah surat online.

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Gading-Persada

Sumber : Straits Times


TERBARU