> >

Larangan Penggunaan Hijab Kaum Muslim Jadi Sorotan dalam Kampanye Pilpres Prancis

Kompas dunia | 16 April 2022, 07:10 WIB
Pemimpin sayap kanan Prancis, Marine Le Pen, berbicara dengan seorang perempuan berhijab saat ia berkampanye di Pertuis, selatan Prancis, Jumat (15/4/2022). (Sumber: AP Photo/Daniel Cole)

PERTUIS, KOMPAS.TV – Larangan penggunaan jilbab atau hijab bagi kaum muslim jadi sorotan dalam kampanye calon presiden (capres) Prancis, Jumat (15/4/2022). 

Kandidat calon presiden (capres) dari sayap kanan, Marine Le Pen, disebut mendesak pelarangan penggunaannya di negara berpopulasi muslim terbesar di Eropa barat itu. 

Sementara rivalnya, petahanan Emmanuel Macron, tak melarang pakaian keagamaan. Kendati begitu, selama masa pemerintahannya, sejumlah masjid dan kelompok Islam telah ditutup operasionalnya.

Baik Le Pen maupun Macron yang sama-sama menghadapi persaingan ketat pada 24 April nanti, dikonfrontasi para perempuan berjilbab.

Mereka mempertanyakan mengapa pilihan pakaian mereka ikut terseret dalam politik. Banyak kaum muslim yang merasa, kampanye pilpres telah menstigmatisasi keyakinan mereka secara tidak adil.

Baca Juga: Capres Prancis Larang Sembelih Hewan untuk Daging Halal, Kaum Muslim dan Yahudi Ketar-ketir

Dalam kampanyenya di sebuah pasar petani di kota Pertuis di selatan Prancis, seorang perempuan berhijab mendatangi Le Pen yang tengah menyapa para pendukungnya.

“Apa yang dilakukan hijab dalam politik?” tanya perempuan itu, dikutip dari Associated Press, Sabtu (16/4).

Membela pendiriannya, Le Pen merespons dengan menyebut hijab sebagai “seragam yang dikenakan dari waktu ke waktu oleh orang-orang yang memiliki pandangan radikal tentang Islam”.

“Itu tidak benar,” sergah si perempuan.

“Saya mulai mengenakan hijab saat saya mulai menua. Bagi saya, ini adalah tanda menjadi seorang nenek.”

Baca Juga: Begini Sengitnya Persaingan Menuju Putaran 2 Pemilu Memperebutkan Kursi Presiden Prancis

Penentangan Le Pen terhadap penggunaan hijab, disebut para pengkritiknya membuatnya berbahaya bagi persatuan Prancis. Mereka menuding Le Pen telah menstigmatisasi jutaan muslim Prancis.

Le Pen juga hendak memangkas imigrasi dan melarang penyembelihan hewan untuk daging halal.

Pada Jumat (15/4), Macron juga mendebat seorang perempuan muslim berhijab dalam siaran langsung France-Info.

Macron menjaga jarak dengan Le Pen dengan menyebut bahwa dirinya tak akan mengubah undang-undang apa pun. Namun, Macron berkilah bahwa pelarangan hijab di sekolah-sekolah Prancis merupakan bagian dari prinsip sekuler yang dianut negara itu.

Perempuan bernama Sara El Attar itu menyebut dirinya merasa terhina atas komentar Macron sebelumnya. Macron mengatakan bahwa hijab mengacaukan hubungan antara lelaki dan perempuan.

“Perempuan Prancis telah dihukum selama beberapa tahun terakhir gara-gara kain syal sederhana, tanpa ada seorang pemimpin pun yang berkenan mencela ketidakadilan ini,” kata El Attar.

“Orang-orang keliru menyangka bahwa kami berhijab bukan karena pilihan pribadi, tetapi karena lelaki membuat kami mengenakan hijab,” ujar El Attar kembali menegaskan argumen yang dipegang oleh banyak perempuan berhijab di Prancis. 

Baca Juga: Macron Hadapi Lawan Berat di Pilpres Prancis Putaran 2, Kekuatan Politik Bersatu Hadapi Sayap Kanan

“Bagi saya pribadi, pertanyaan tentang hijab bukanlah obsesi,” sahut Macron menangkis.

Namun, kritik menyebut pemerintahannya telah memicu prasangka buruk terhadap muslim. Tindakan keras berupa penutupan sejumlah sekolah, masjid dan organisasi Islam diklaim pemerintah Macron sebagai upaya sejumlah muslim menginterpretasikan Islam yang lebih ketat di Prancis. 
 

Penulis : Vyara Lestari Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Associated Press


TERBARU