> >

16,2 Juta Orang di Yaman Terancam Kelaparan akibat Perang Berkepanjangan

Kompas dunia | 19 Oktober 2021, 03:05 WIB
Sebanyak 16,2 juta orang di Yaman terancam kelaparan karena tidak memiliki akses menuju makanan akibat perang yang berkepanjangan menurut Kantor untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) Perserikatan Bangsa-Banga (PBB), Sabtu (16/10/2021). (Sumber: UNICEF/Saleh Hayyan)

SANA’A, KOMPAS.TV - Sebanyak 16,2 juta orang di Yaman terancam kelaparan karena tidak memiliki akses menuju makanan akibat perang yang berkepanjangan. Demikian menurut Kantor untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) Perserikatan Bangsa-Banga (PBB).

“Akibat konflik berkepanjangan, 16,2 juta orang di Yaman tidak memiliki akses terhadap pangan, sementara jatuhnya nilai mata uang membuat makanan semakin tidak terjangkau, memperparah kekurangan pangan & meningkatkan jumlah orang yang kelaparan,” kata OCHA dalam cuitan melalui akun Twitter resminya, @OCHAYemen, Sabtu (16/9/2021).

Residen dan Koordinator Kemanusiaan PBB untuk Yaman David Gressly mengatakan walaupun dana darurat telah diterima, namun respons kemanusiaan masih sangat kekurangan dana.

Gressly mengatakan pihaknya memperoleh cukup dana terutama antara April dan Juni 2021 untuk mencegah terjadinya bencana kelaparan.

“Tapi ini sangat rapuh dan perlu ditopang,” katanya seperti dilansir UN News pada 2 Oktober lalu.

Gressly mengatakan sejauh ini, pihaknya telah menerima sekitar 2,1 miliar dolar AS dan tambahan dana yang dijanjikan sebesar USD600 juta.

“Kami sudah agak mendekati, tapi masih kurang dari kebutuhan totalnya.”

Dia juga menyoroti kesenjangan antara dana yang tersedia dan yang dibutuhkan di area-area seperti kesehatan, pendidikan, air bersih, sanitasi, dukungan perlindungan untuk pemberantasan ranjau darat dan senjata yang tidak meledak.

“Seluruh area itu kekurangan dana sekitar 80 hingga 85 persen,” ungkap Gressly.

“Kami telah dapat menjangkau anak-anak yang berisiko mengalami malnutrisi, tapi pendanaan perlu diteruskan hingga akhir tahun ini sampai 2022. Dan kita perlu mulai mempersiapkan untuk mendorong lebih banyak pendanaan pada tahun depan,” papar Gressly.

Baca Juga: Lebih dari 130 Pemberontak Houthi di Yaman Tewas oleh Serangan Udara Koalisi Pimpinan Arab Saudi

Sementara itu, Associated Press pada Minggu (17/10/2021), menyebutkan kelompok pemberontak Houthi masih memblokade sebuah distrik di Provinsi Marib, yang terletak di bagian tengah Yaman.

Blokade tersebut mengakibatkan penyaluran bantuan kemanusiaan dan pergerakan 37.000 orang di distrik tersebut terhenti.

Pemberontak Houthi yang didukung Iran telah mencapai distrik Abdiya, sebelah selatan Kota Marib dalam beberapa pekan. Hal itu memaksa pasukan pemerintah yang diakui secara internasional, mundur.

Gubernur Marib Sheikh Sultan al-Aradah mengatakan kelompok Houthi “melakukan genosida” di Abdiya dengan mencegah masuknya makanan, obat-obatan, dan kebutuhan dasar lainnya.

Serangan ke Abdiya merupakan bagian dari upaya kelompok pemberontak untuk merebut Marib yang dikuasai pasukan pemerintah.

Perang sipil di Yaman meletus pada 2014, saat kelompok Houthi merebut ibu kota Sana’a dan memaksa Presiden Abed Rabbo Mansour Hadi dan anggota pemerintahannya kabur ke wilayah selatan lalu ke Arab Saudi.

Pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi masuk ke dalam konflik di tahun berikutnya untuk mengembalikan pemerintahan Hadi.

Perang semakin memburuk dan menemui kebuntuan hingga menimbulkan krisis kemanusiaan terburuk di dunia.

Baca Juga: Serangan Bom Terhadap Konvoi Gubernur Aden dan Menteri Pertanian Yaman Tewaskan 6 Orang

 

Penulis : Edy A. Putra Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Associated Press


TERBARU