> >

Negara-Negara Anggota OKI Terbelah soal Konflik Palestina dan Israel

Kompas dunia | 16 Mei 2021, 21:28 WIB
Terlihat ledakan gedung di Gaza, Palestina yang menampung berbagai media internasional, akibat serangan Israel. (Sumber: Arab News)

DUBAI, KOMPAS.TV - Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) membuka rapat darurat pada Minggu (16/5/2021) untuk membahas serangan Israel ke Palestina. Ada perbedaan pendapat di antara 57 negara anggota OKI.

Melansir Associated Press, pertemuan OKI ini adalah salah satu langkah terbesar negara-negara Timur Tengah untuk menyikapi konflik Palestina dan Israel.

Dalam pembukaan rapat itu, Menteri Luar Negeri Palestina Riad Malki dari Fatah mengecam Israel karena melakukan “serangan pengecut”.

Baca Juga: Konflik Israel - Palestina Memanas, Negara-Negara OKI Berkumpul Virtual, Ini Yang Dibahas!

“Kami akan memberi tahu pada Allah bahwa kami akan melawan hingga kiamat. Kami menghadapi pendudukan jangka panjang. Itulah akar masalahnya. Kejahatan dilakukan terhadap orang-orang Palestina tanpa konsekuensi (terhadap Israel),” ujar Riad Malki, dikutip dari Associated Press.

Saat ini tensi makin panas usai Israel dan kelompok militan Hamas saling berbalas serangan.

Hamas mengontrol Jalur Gaza. Sementara, pemerintahan Palestina dari kelompok Fatah hanya mengendalikan wilayah Tepi Barat, usai kehilangan kontrol atas Gaza pada 2007.

Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengambil sikap yang sama kerasnya.

"Israel sendiri yang bertanggung jawab atas eskalasi baru-baru ini di Yerusalem Timur, Tepi Barat, dan Gaza. Peringatan kami ke Israel minggu lalu tidak dihiraukan," kata Cavusoglu

Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif menuduh Israel melakukan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

“Jangan salah, Israel hanya memahami bahasa perlawanan dan rakyat Palestina berhak penuh atas hak mereka untuk membela diri,” ucap Zarif.

Baca Juga: Joe Biden Hubungi Mahmoud Abbas, Bicarakan Kemungkinan Gencatan Senjata Israel-Palestina

Di seluruh Semenanjung Arab dan negara-negara Teluk Persia, reaksi terhadap pertempuran tersebut beragam. 

Hamas mendapat dukungan dari Turki, Qatar, dan Iran. Sebagian penduduk Qatar bahkan ramai-ramai mendengarkan pidato Ismail Haniyeh, pemimpin tertinggi Hamas. 

“Perlawanan tidak akan berhenti. Perlawanan adalah jalan paling dekat menuju Yerusalem,” kata Haniyeh.

Hamas bersikeras Palestina dapat menjadi negara dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya. Sementara, Israel pun menginginkan hal serupa.

Sebagian pimpinan negara-negara Arab, seperti anggota parlemen Quwait, Menlu Qatar, serta pemimpin Tentara Quds Iran diketahui berbicara dengan Haniyeh pada Sabtu (14/5/2021).

Sementara itu, Bahrain dan Uni Emirat Arab mengambil posisi berbeda. Dua negara Teluk Arab itu mencapai kesepakatan untuk mengakui Israel menjelang akhir masa pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

Bahrain, Uni Emirat Arab serta Arab Saudi telah menyatakan dukungan mereka agar Palestina menjadi negara merdeka. 

Baca Juga: Tanggapi Roket Hamas, Benjamin Netanyahu: Israel Akan Terus Merespons dengan Kekuatan

Namun, Associated Press melaporkan, media-media terkait pemerintahan tiga negara itu tak memberitakan eskalasi serangan ke Palestina seperti media-media pemerintah negara-negara Timur Tengah lain.

Ada rumor soal perbedaan pendapat di antara anggota-anggota OKI. Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengkritisi langkah dukungan sebagian negara Arab pada Israel.

“Ada beberapa yang kehilangan kompas moral mereka dan menyuarakan dukungan untuk Israel. Jika ada pernyataan setengah hati dalam keluarga kita sendiri, bagaimana kita bisa mengkritik orang lain yang (tidak) menganggap serius perkataan kita?” ujar Cavusoglu.

Sementara, Menlu Iran Mohammad Javad Zarif menyebut negara-negara pendukung Israel itu naif. Ia menyebut Israel sengaja membelah negara-negara Islam.

“Pembantaian anak-anak Palestina hari ini terjadi setelah ada normalisasi kekerasan. Rezim kriminal dan genosida (Israel) ini sekali lagi membuktikan bahwa sikap ramah hanya memperburuk kekejaman mereka," kata Zarif.

Di sisi lain, Hussein Ibish, akademisi senior Institut Negara-Negara Teluk Arab yang berbasis di Washington mengkritik langkah Hamas mengirim rudal ke pihak Israel.

Baca Juga: Buruh akan Gelar Aksi Solidaritas untuk Palestina di Seluruh Indonesia Selasa 18 Mei 2021

Menurutnya, rudal-rudal Hamas berbahaya, provokatif yang tak perlu, dan membahayakan warga Israel serta Palestina di Gaza.

Meski begitu, ia melihat negara-negara Arab tetap tak bisa bersimpati pada Israel.

“Tidak akan ada banyak simpati untuk apa yang secara luas dipandang di negara-negara Teluk Arab sebagai pembalasan Israel yang kejam dan tidak proporsional,” tulis Ibish.

Penulis : Ahmad Zuhad Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU